Mubadalah.id – Waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin kita berpuasa dan tidak terasa saat ini kita sudah memasuki fase terakhir pada bulan ramadan. Dalam sebuah hadis yang riwayat al-Baihaqi Rasulullah menyebutkan bahwa fase ketiga Ramadan ini menyebutnya sebagai pembebasan dari api neraka. Maka, saat ini waktu yang tepat untuk muhasabah diri.
Pada fase ini ummat muslim berlomba-lomba dalam beribadah sebab pada momen ini kita akan dipertemukan dengan satu malam yang kita sebut Lailatul Qadar. Satu malam yang keutamaannya lebih baik daripada 1000 bulan.
Malam Lailatul Qadar
Dalam al-Qur’an Allah telah mencatat keistimewaan lailatul qadar dalam surah al-Qadr ayat 1-5 yang artinya
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya pada malam al-qadar”.
“ dan apakah yang menjadikan engkau tahu apakah lailatul qadar?”
“lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan”
“turun malaikat-malaikat dan ruh padanya dengan izin tuhan mereka untuk mengatur segala urusan.”
““salam ia sampai terbit fajar”
Ayat di atas berkaitan dengan proses turunnya Al-Qur’an. Sehingga tidak heran jika malam tersebut adalah malam yang penuh keistimewaan dan kehebatan. Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa terdapat empat pendapat terkait makna al-Qadr.
Pertama, penetapan Allah atas perjalanan hidup hambanya selama setahun. Kedua, pengaturan. Allah mengatur khittah atau strategi Nabi Muhammad dalam mengajak manusia kepada kebaikan. Ketiga, kemuliaan. Allah telah menurunkan al-Qur’an pada malam yang mulia. Keempat sempit, maksudnya pada malam turunnya al-Qur’an, malaikat begitu banyak ke bumi sehingga bumi terasa penuh dan sesak.
Adapun terkait kapan lailatul qadar itu datang, Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dalam kitab Risalatul Mu’awanah mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat terkait turunnya lailatul qadar. Imam Hasan Al Bashri mengatakan malam tersebut jatuh pada 17 Ramadan.
Sebagian berpendapat pada malam pertama bulan Ramadan, sebagian juga berpendapat malam lailatul qadar tidak pada malam tertentu tetapi berganti-ganti selama bulan Ramadan. Tetapi jumhur ulama sepakat bahwa lailatul qadar turun pada 10 terakhir bulan ramadan terutama pada malam ganjil.
Jika malam lailatul qadar kita kaitkan dengan turunnya al-Qur’an maka sangat jelas bahwa pada satu malam tersebut wahyu Allah SWT dapat menerangi alam raya, memberi petunjuk kebahagiaan ummat manusia. Sehingga tidak berlebihan jika Allah SWT menggambarkan malam tersebut lebih baik dari seribu bulan.
I’tikaf Sebagai Seni Meditasi
Istilah meditasi biasanya digunakan oleh non-muslim dan jarang sekali umat Islam menggunakan istilah tersebut. Secara umum meditasi mimiliki makna sebagai bentuk mendekatkan diri dengan cara menenangkan pikiran dan menemukan esensi sejati kita, sifat ilahi dalam diri, diri yang lebih tinggi, jiwa, atau kearifan batin dan semua pengetahuan. Langkah utama dalam bermeditasi yaitu konsentrasi dan kesadaran.
Senada dengan definisi tersebut, Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyebutkan bahwa i’tikaf yaitu berdiam diri beberapa saat atau sebaiknya beberapa hari untuk merenung di dalam masjid. Sebagai salah satu variasi dalam beribadah, i’tikaf sangat dianjurkan khususnya pada bulan Ramadan. Biasanya umat Islam melakukan i’tikaf pada malam hari hingga menjelang sahur bahkan terkadang beberapa masjid menyediakan fasilitas sahur gratis bagi yang melakukan i’tikaf.
Secara substansi dua istilah ini memiliki kesamaan yaitu berdiam diri di sebuah tempat untuk mencapai level spiritual yang lebih tinggi. Sebab, ketika seseorang melakukan i’tikaf artinya dia berada di posisi sedang menghamba kepada Allah. Bertambah lagi dengan melakukan hal-hal positif seperti zikir, saat, selawat dan merenungi makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an.
Adapun salah satu cara untuk mendapatkan lailatul qadar adalah dengan melakukan i’tikaf. Meskipun para ulama berbeda pendapat terkait waktu lailatul qadar, Di Indonesia umumnya umat muslim melakukan i’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadan. Al-Qur’an sendiri telah menyinggung sedikit mengenai i’tikaf pada surah al-Baqarah ayat 187
وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ
“Dan janganlah kamu campuri mereka (istri-istri) sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”. (QS. Al-Baqarah: 187)
Muhasabah Diri
Dalam proses i’tikaf disunnahkan untuk membaca zikir, salat malam membaca al-Qur’an sekaligus menyelami makna-makna dari setiap ayat al-Qur’an dan muhasabah diri.
Sebab, lailatul qadar bukanlah hal yang dapat terlihat oleh mata melainkan dapat kita rasakan melalui hati dan batin manusia sehingga orang yang mendapatkanya akan merasakan kedamaian, ketenangan yang pada akhirnya dapat merubah sikapnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Bahkan menurut Quraish Shihab, bagi seseorang yang telah mendapatkan lailatul qadar, jika dia berbuat dosa maka secara sadar dia mengakui kesalahannya dan mengantarkannya untuk lebih dekat dan bertaubat kepada Allah SWT.
Nah, kesadaran itulah yang menjadi bukti bahwa dia telah mendapatkan lailatul qadr. Dalam hal ini i’tikaf merupakan momentum yang pas untuk muhasabah diri dan refleksi atas prilaku buruk yang telah ia perbuat.
Oleh sebab itu dalam rangka muhasabah diri untuk menjadi lebih baik maka kita harus memanfaatkan momentum 10 hari terakhir pada Ramadan ini dengan melakukan i’tikaf di masjid. karena pada malam-malam yang misteri itu para malaikat turun untuk melihat penduduk bumi beribadah sekaligus mendengar suara penyesalan para ahli maksiat. Wallahua’lam. []