Mubadalah.id – Perempuan, seperti juga laki-laki, adalah makhluk Tuhan. Sebagai hamba Tuhan, perempuan juga memiliki tanggung jawab kemanusiaan, memakmurkan bumi, dan mensejahterakan manusia.
Untuk tugas-tugas ini, perempuan tidak dibedakan dari laki-laki. Tuhan memberikan kepada mereka, baik laki-laki maupun perempuan, potensi-potensi dan al-ahliyyah (kemampuan-kemampuan untuk bertindak secara otonom) yang diperlukan bagi tanggung jawab menunaikan amanah tersebut.
Tidak sedikit teks suci menegaskan keharusan kerja sama laki-laki dan perempuan untuk tugas-tugas memakmurkan bumi.
Laki-laki dan perempuan yang beriman, menurut al-Qur’an, saling bekerja sama untuk tugas keagamaan. Yaitu menyerukan kebaikan dan menghapuskan kemungkaran (kerusakan sosial).
Teks-teks al-Qur’an juga menegaskan akan adanya balasan yang sama antara laki-laki dan perempuan bagi pekerjaanpekerjaan politik tersebut (QS. Ali Imran (31): 195, QS. an-Nahl (16): 97, QS. at-Taubah (9): 71).
Beberapa ayat al-Qur’an ini dan masih ada ayat yang lain cukup menjadi dasar legitimasi betapa partisipasi politik perempuan tidak dibedakan dari laki-laki. Partisipasi mereka menjangkau seluruh dimensi kehidupan.
Peran Politik Perempuan
Diktum-diktum Islam telah memberikan ruang pilihan bagi perempuan—dan juga laki-laki—untuk menjalani peran-peran politik domestik maupun publik, untuk menjadi cerdas dan terampil.
Sejarah kenabian mencatat sejumlah besar perempuan yang ikut memainkan peran-peran ini bersama kaum laki-laki. Khadijah Ra., Aisyah Ra., Ummu Salamah Ra., dan para istri nabi yang lain.
Fathimah Ra. (putri nabi), Zainab Ra. (cucu nabi), dan Sukainah Ra. (cicit nabi) adalah perempuan-perempuan terkemuka yang cerdas.
Mereka sering terlibat dalarn diskusi tentang tema-tema sosial dan politik, bahkan mengkritik kebijakan-kebijakan domestik maupun publik yang patriarkis.
Partisipasi perempuan juga muncul di sejumlah barat (perjanjian, kontrak) untuk kesetiaan dan loyalitas kepada pemerintah.
Sejumlah perempuan sahabat Nabi Muhammad Saw., seperti Nusaibah binti Ka’ab Ra., Ummu Athiyyah al-Anshariyah Ra., dan Rabi’ binti al-Mu’awwadz Ra. ikut bersama kaum laki-laki dalam perjuangan bersenjata melawan penindasan dan ketidakadilan.
Umar bin Khathab Ra. juga pernah mengangkat Asy-Syifa, seorang perempuan cerdas dan tepercaya, untuk jabatan manajer pasar di Madinah. []