Senin, 17 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

    Peran Pemuda

    Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia

    Male Loneliness

    Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    Publik tentang Pesantren

    Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    Bullying ABK

    Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

Luka Lelaki; Tek Tuku Talake, Saya Beli Talakmu!

Kini, ironisnya, rumah tangga yang kupertahankan dengan mengesampingkan harga diri itu malah menelanku mentah-mentah.

Uus Hasanah Uus Hasanah
10 Agustus 2025
in Rekomendasi, Sastra
0
Luka Lelaki

Luka Lelaki

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernah merasa menjadi laki-laki tak berguna? Luka lelaki, Itulah yang sedang kurasakan sekarang. Perasaan tak berarti. Seperti sampah bagi perempuan yang dulu mati-matian kuperjuangkan.

Rasa itu bukan lagi sekadar sesak. Luka lelaki ini hampir saja bermetamorfosis menjadi dendam yang tak bisa sembuh. Seminggu terakhir, ratusan pesan masuk ke ponselku. Isinya hanya caci maki dan permintaan-permintaan yang sulit kupahami.

Ranti, seperti bukan lagi perempuan yang dulu kupeluk erat setelah berikrar di hadapan penghulu. Aku menyesal, kenapa dulu kutandatangani surat izin itu? Surat yang jadi tiket kepergiannya, sekaligus awal kehancuran rumah tangga kami.

Dua tahun lalu, aku masih mengingat jelas malam-malam kami selepas bulan madu. Di bulan keempat pernikahan kami, Aku duduk seperti terdakwa di hadapan kedua mertuaku.

“Man, Ibu dan Bapak kan sudah kasih waktu seminggu. Jadi, apa keputusanmu?”

“Saya tetap pada pendirian saya, Pak, Bu. Saya tidak mengizinkan Ranti pergi ke Taiwan. Ini sudah menjadi kesepakatan kami sebelum menikah. Sarman harap Ibu dan Bapak bisa mengerti.”

Aku berusaha tetap tenang.

Namun, pendirianku itu tak dapat menggoyahkan keinginannya, ibu mertua mengguncangku dengan perkataan yang tak dapat kusangka.

“Kamu itu jangan egois, Man. Mumpung belum punya anak. Gaji Ranti di Taiwan bisa ditabung buat modal usaha. Bisa beli sawah, buka toko, atau biayain kamu pergi ke Taiwan juga. Biar sukses…”

“Saya paham, Bu. Tapi insya Allah, Saya masih sanggup menafkahi Ranti.”

“Alah…! Jangan naif Man, Man…! Coba lihat dirimu sekarang. Jadi guru honor berapa sih gajinya, 500.000 juga gak nyampe kan. Dikasih mobil untuk usaha narik malah ogah-ogahan, Kalau begini terus, anak cucuku nanti mau kamu kasih makan apa, hah?”

Tampaknya, kekesalan yang sejak kemarin dia pendam tak mampu lagi ia tahan mendengar keteguhanku.

Aku tercekat. Ya Tuhan, apakah harga diriku semurah itu?

Dan ibu mertua tak berhenti.

“Mestinya kamu mikir Man. Kamu hidup dengan Ranti itu kurang enak apa sih? Rumah sudah ngejogrog, prabotan sudah lengkap. Sira mene cuma bawa awak abang[2]! Ingat itu! ”

Aku tertunduk. Tak bisa menyangkal. Tapi, perlu kuklarifikasi bahwa memang tidak ada job narik, memang lagi sepi. Akupun menelan ludah, memang benar adanya, Rantilah yang membawa harta.

“Bu, saya kepala keluarga, saya yang berkewajiban mencari nafkah, setelah menikah biar Ranti di rumah…”

Belum sempat kalimatku selesai, ibu mertuAku sudah memotong, tajam.

“Justru karena kamu kepala keluarga, kamu harus bisa menjamin hidup istrimu!  Kalau nggak sanggup, ya biarkan istrimu cari uang ke Taiwan! Jadi suami nggak ada guna gawene[3]!”

Aku bisu. Perihnya luka lelaki ini bukan karena hinaan itu. Tapi karena Aku tahu, sebagian dari ucapannya benar.

Lalu bapak mertua ikut bersuara, “Masih ada dua lokasi sawah Bapak yang tergadai dan perlu ditebus. Adik-adik Ranti masih membutuhkan banyak biaya untuk sekolah. Kalau kamu gak sanggup menanggung, tandatanganilah ini! Biarkan Ranti pergi!” tukasnya sambil menyodorkan kertas dan pulpen yang sedari tadi Ia pegang.

Tak lama setelah itu, Ranti masuk kamar  sambil menangis. Aku segera menyusulnya dengan mengucapkan maaf pada mertuaku. Pintu kamar kukunci. Tak terima dengan sikapku yang nyelonong masuk dan tidak menandatangani kertas tersebut, ibu mertua melontarkan sumpah serapahnya. Kudengar dengan jelas makiannya itu. “Dasar mantu edan!” “Dasar anak durhaka!”

“Mas, maaf… juga atas sikap Ibu dan Bapak…”

“Aku tak kuasa menolak permintaan mereka…”

“Akulah ulang punggung keluarga….”

Ia menangis dalam pelukanku. Luka-luka yang tadi terasa tajam seketika tumpul saat kulihat air mata perempuan yang kucintai mengalir begitu tulus.

“Sayang, Mas sudah bilang… Mas akan berusaha. Mas ingin kamu tetap di rumah. Seperti perjanjian kita dulu, kamu nggak perlu ke Taiwan lagi.”

***

“Membangun rumah tangga itu perlu modal, sama seperti membangun rumah. Enak sekali suami yang cuma bawa badan dan tinggal masuk ke rumah Istrinya”

Itu caption foto ibu mertua di Akun Facebooknya, dengan gambar rumah yang kini kutempati bersama Ranti. Berbagai komentar pedas mengalir deras. Tak cuma menertawakanku, tapi juga menyeret nama baikku sebagai laki-laki.

Tampaknya unggahan itu  sampai ke beranda kakakku. Ia langsung menelponku, tapi tak kuangkat. Ia datang ke rumah saat Aku sedang menarik muatan sayur di pasar. Entah apa yang ia bicarakan dengan Ranti, yang jelas, sejak hari itu Ranti berubah.

Setiap kesempatan Ia selalu meminta agar aku mengizinkannya pergi ke Taiwan. Kerap kali permintaan itu berujung pada sebuah pertengkaran. Sejak itu, setiap hari, rumah kami seperti medan perang kecil. Akhirnya, Aku menyerah. Kutandatangani surat itu dengan harapan semuanya akan membaik. Sayangnya, harapanku itu tinggallah harapan.

Berkali-kali, setiap kali masalah datang, meski hanya karena kesalahpahaman kecil, Ranti selalu menggulirkan kata yang sama: cerai.

Dan Aku, seperti biasa, tak pernah menanggapinya. Kuharap amarahnya akan reda, dan cinta yang pernah tumbuh akan kembali menjernihkan segalanya. Tapi kali ini, tidak. Kali ini berbeda.

***

Masalah itu datang lagi, dengan bentuk yang nyaris sama: campur tangan keluarganya. Layar ponselku kembali berkedip, pemberitahuan pesan masuk tak henti-hentinya membombardir lelahku di penghujung malam.

Aku sudah lelah menjelaskan. Lelah membela diri atas hal yang tak pernah kulakukan. Tuduhan kali ini… benar-benar mengada-ada. Semua bermula ketika aku mengantar rombongan keluarga ke acara pernikahan kerabat.

Seorang janda muda, masih keluarga jauh, duduk di kursi depan sampingku sambil menggendong anak balitanya. Kupikir itu bukan masalah. Toh, dia bagian dari keluarga yang sedang punya hajat, dan mobil yang kupakai adalah kendaraan keluarga.

Kami mengobrol sekadarnya. Tidak lebih, tidak ada gestur berlebihan. Tidak ada niat apa-apa. Tapi selalu saja ada mata-mata yang menjelma CCTV. Mengawasi dari kejauhan, menangkap momen sepotong dan mengeditnya dalam kepala sebelum menyampaikannya ke Ranti.

Dan Ranti, yang sejak dulu memang pencemburu, kini semakin mudah meledak. Kata cerai seolah jadi peluru paling ampuh yang terus-menerus mengarah kepadaku.

Aku tidak mau terpancing. Malam itu, kupilih diam. Kubiaran ponselku berdenting tanpa henti memanggil agar Aku membuka dan membalas, tapi aku menolak. Aku hanya ingin tidur. Ingin menghindari pertengkaran yang sama.

Namun pagi harinya, pesan terakhir yang kubaca membuat jantungku seolah seketika berhenti: “Laki-laki keras kepala! Kalau masih nggak mau menceraikan, biar saya mengajukan. Tek tuku talake![4]” Setelah itu, seluruh akses yang kupunya telah ia blokir.

Kini, Agustus Datang..

Beberapa waktu kemudian, tak tahan dengan screenshot status-statusnya yang dikirim oleh keluargaku membuatku memilih keluar dari rumahnya,

Kini, Agustus datang bersama kemarau. Angin kumbang[5] menggelitik perih yang sudah lama kubiarkan mengendap. hembusannya meningalkan jejak desiran panas pada kulitku yang mengering.

Di seberang jalan, ku pandang gedung Pengadilan Agama Indramayu berdiri tegak. Empat pilar di bagian depannya tampak begitu kokoh, begitu kontras dengan diriku yang remuk.

Map berisi salinan akta cerai masih kupegang erat. Dokumen yang kutandatangani hari itu terasa seperti penanda kematianku sebagai laki-laki. Nyatanya, Ranti membuktikan pesan yang ia kirimkan sebelum memblokir seluruh aksesku padanya. Harga diriku luruh bersama dengan luka lelaki. Janji pada almarhum Ibu untuk setia pada perempuan pertama dan terakhir yang kupilih, hancur.

Angin membawa serta daun-daun yang luruh, meranggas seperti jiwaku, debu yang terbawa  menari mencemari udara. Aku duduk di warung kaki lima, dibahu jalan dengan bayangan rindangnya pohon mangga, memesan segelas kopi hitam.

Menelan pahitnya nasib dalam sruputan kopi. Mataku masih tertuju pada gedung itu, saksi bisu dari kegagalan seorang suami yang kalah oleh keadaan. Di mata mertuaku, sarjana bukanlah suatu pencapaian. profesi guru bukanlah sebuah kehormatan. “Nok Ranti…. Tanggung jawab dan kesetiannku tidak ada harganya bagi orangtuamu” Lirihku.

Runtuh

Suara riuh pelajar pulang sekolah menyadarkanku. Deru motor dan tawa canda mereka seketika memenuhi jalan MT. Haryono No. 24 Kecamatan Sindang. Seragam putih abu-abu yang mereka kenakan membawa ingatanku pada masa lalu, saat aku dan Ranti memulai segalanya. Kami mulai berpacaran sejak kelas tiga SMA. Setelah lulus, kami menjalani hubungan jarak jauh. Aku melanjutkan kuliah di Fakultas Pendidikan, sementara Ranti bekerja sebagai TKI di Taiwan.

Setahun setelah wisuda, Aku diterima sebagai guru honorer. Untuk menambah penghasilan, Aku juga bekerja sebagai operator desain di sebuah percetakan. Namun, setelah menikah, penghasilanku yang selalu terungki membuatku sadar akan tanggung jawab yang lebih besar.

Karena penghasilanku dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga, Aku pun mencoba peruntungan lain: menjadi kuli dan sopir. Secara nominal, pendapatannya memang lebih baik, tapi tetap saja, masih dianggap kurang jika dibandingkan dengan penghasilan Ranti sebagai TKI.

Kini, ironisnya, rumah tangga yang kupertahankan dengan mengesampingkan harga diri itu malah menelanku mentah-mentah.

Lamunku tergugah oleh ponsel yang bergetar. Aku mengunduh gambar yang masuk dari nomor yang tak ku kenal. Begitu pengunduhan selesai, gelas kopi yang masih kupegang kuletakan begitu saja.

Aku tercekat, membeku setelah beberapa saat kucoba perbesar gambar yang sudah begitu jelas. sebuah screenshot status WA berupa swafoto di atas ranjang dengan pakaian terbuka, Ranti dan seorang pria berwajah Asia.

Kelelakianku runtuh

Air mataku jatuh. []

[1] Saya beli  talakmu. “Tek tuku talake” adalah ungkapan yang merujuk pada proses pengajuan cerai oleh perempuan dengan seluruh biaya proses perceraian dibiayai oleh perempuan. Dalam beberapa kasus dapat juga berarti pengajuan cerai dilakukan laki-laki namun seluruh biaya perceraian ditanggung oleh perempuan. Di Indramayu, fenomena ini terjadi karena proses pengajuan cerai yang dilakukan oleh pihak perempuan terkesan ribet, lama dan biayanya lebih mahal.

[2] Kamu ke sini cuma bawa badan, tanpa harta benda.

[3] Tidak berguna.

[5] Angin Fohn

Tags: ceraicerita pendekHarga DirikeluargaLuka LelakiRelasiSastratalak
Uus Hasanah

Uus Hasanah

Guru di MA GUPPI Terisi Indramayu

Terkait Posts

Al-Ummu Madrasatul Ula
Keluarga

Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

17 November 2025
Male Loneliness
Publik

Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

17 November 2025
Ujung Sajadah
Rekomendasi

Tangis di Ujung Sajadah

16 November 2025
10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat
Keluarga

Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

16 November 2025
Merayakan Hari Ayah
Keluarga

Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

13 November 2025
Itsbat Nikah
Keluarga

Tadarus Subuh: Kelindan Itsbat Nikah, Antara Kemaslahatan dan Kerentanan

11 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Krisis Pemahaman Publik tentang Pesantren

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bullying ABK di Sekolah Reguler, Seberapa Rentan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder
  • Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan
  • Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama
  • Peran Pemuda dalam Merawat Indonesia
  • Male Loneliness dan Solusi Ta’aruf: Memahami untuk Mengatasi Kesepian

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID