• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Marriage is Scary, Benarkah?

Jodoh memang sudah diatur, tapi berikhtiar untuk menjadi seseorang yang memantaskan diri dan memiliki pasangan yang baik adalah keharusan

Shofi Lutfiana Shofi Lutfiana
20/10/2024
in Personal
0
Marriage Is Scary

Marriage Is Scary

994
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa bulan terakhir, ramai diperbincangkan di media sosial terkait banyaknya generasi tahun 90-an dan 2000-an awal yang memilih untuk menunda pernikahan. Istilah marriage is scary tak lagi asing bagi sebagian orang yang aktif di media sosial. Mariage is scary sendiri bermakna pernikahan yang menakutkan. Hal ini berdasarkan rasa kekhawatiran tentang kehidupan setelah pernikahan yang tidak sesuai harapan.

Alasan Menunda Pernikahan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 angka pernikahan pada tahun 2023 di Indonesia kian menurun. Banyak alasan yang mendasari mengapa para generasi Millenial dan generasi Z ini memilih untuk menunda pernikahan. Antara lain karena trauma akan hubungan yang toxic, finansial, urusan karir hingga trigger dari kasus perselingkuhan dan KDRT yang sedang marak terjadi.

Tak luput juga dengan isu sandwich generation, menjadi salah satu alasan mereka untuk menunda atau tidak menikah sekalipun. Sandwich generation berasal dari dua kata yakni sandwich dan generation.

Sandwich sendiri memiliki arti roti isi yang menggambarkan tentang seseorang sebagai isian dan terhimpit oleh dua roti yang kita maknai sebagai orang tua atau mertua serta satu roti lagi yang kita ibaratkan sebagai anak-anak mereka. Sedangkan generation memiliki arti generasi.

Seperti halnya kisah Kaluna dalam film Home Sweet Loan yang lagi ramai menjadi pembicaraan. Dia sebagai anak bungsu perempuan yang menyandang status generasi sandwich ini harus menanggung beban lain karena menjalin hubungan dengan lelaki yang tidak bisa mengerti keadaannya. Padahal ia sedang berjuang mati-matian untuk menghidupkan mimpi dan “listrik rumahnya”. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang tidak sehat itu.

Baca Juga:

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Tidak Ada Cinta bagi Arivia

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

Sandwich Generation

Menjadi sandwich generation seperti Kaluna adalah hal yang tak mudah. Di satu sisi ia ingin mewujudkan segala hal yang ia impikan, tapi di sisi lain juga ada rasa tanggung jawab untuk membagi hasil jerih parahnya kepada keluarga.

Selain itu, bayangan tentang sandwich generation yang harus memikul beban ganda dengan tetap aktif pada urusan publik dan juga domestik. Jika seorang pasangan tak mampu menjadi support system terbaik, lantas kepada siapa beban tersebut akan terbagi?

Alasan lain terkait turunnya angka pernikahan adalah seperti yang tersampaikan oleh salah satu Guru Besar Universitas Airlangga; Dr Ike yang saya kutip di laman resmi kampus menyatakan bahwa turunnya angka pernikahan salah satunya disebabkan oleh semakin banyaknya kesempatan perempuan untuk meraih pendidikan dan mengembangkan karirnya.

Hal tersebut membawa dampak positif untuk pemberdayaan perempuan dan masyarakat. Perempuan memiliki kesempatan yang lebih luas untuk berkontribusi pada bidangnya masing-masing.

Memilih Pasangan

Menikah menjadi hak masing-masing orang, termasuk menentukan waktu terbaik bagi mereka dan memilih pasangan sesuai kriteria yang kita idamkan. Memilih pasangan yang sefrekuensi menjadi pertimbangan banyak orang dengan harapan pernikahan mereka akan lebih mudah dilalui dengan orang yang “tepat”.

Memiliki pasangan yang sefrekuensi seperti memiliki hobi, selera humor, musik dan film yang sama. Nyambung ketika ngobrol akan memudahkan hubungan tersebut berkembang dan membawa kebahagiaan. Apakah memiliki pasangan yang sefrekuensi dalam mencari kesenangan sudah cukup?

Melansir dari akun Instagram @wmnlyfe dalam salah satu postingannya mengatakan bahwa frekuensi tidak hanya soal hal-hal senang yang bisa kita lakukan bersama, tapi yang lebih penting adalah soal cara pandang tentang hidup dan problem solving ketika ada masalah.

Perlu kita garisbawahi bahwa menikah bukan hanya soal menemukan pasangan yang  sefrekuensi, tetapi juga tentang bagaimana bisa saling bertumbuh, bertambah ilmu, saling support dan mampu menebarkan manfaat baik bagi diri sendiri, pasangan dan lingkungan sekitar.

Tak ada salahnya dalam memilih pasangan mana yang kita rasa mampu untuk diajak kerja sama, sefrekuensi atau sesuai kriteria. Jodoh memang sudah diatur, tapi berikhtiar untuk menjadi seseorang yang memantaskan diri dan memiliki pasangan yang baik adalah keharusan. []

 

 

 

 

Tags: CintaGenerasi SandwichJodohMarriage is ScarymenikahpernikahanRelasi
Shofi Lutfiana

Shofi Lutfiana

Seorang perempuan kelahiran Jombang, bernama lengkap Shofi Lutfiana. Mari bersapa di akun instagram @shofilutfiana05

Terkait Posts

Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Laki-laki tidak bercerita

Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas

13 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version