Mubadalah.id – Istilah seksualitas sering disederhanakan pengertiannya hanya untuk hal-hal yang mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan dengan organ kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
Akan tetapi, lebih dari sekedar soal hasrat tubuh biologis, seksualitas sebenarnya mengandung makna lebih luas. Ia adalah sebuah eksistensi manusia yang mengandung di dalamnya aspek emosi, cinta, aktualisasi, ekspresi, perspektif dan orientasi atas tubuh yang lain.
Dalam konteks ini, istilah seksualitas merupakan ruang kebudayaan manusia untuk mengekspresikan hidupnya terhadap yang lain dengan arti yang sangat kompleks.
Seksualitas adalah sesuatu yang instingtif, intrinsik dan fitrah bagi semua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Seks sebagai bagian dari seksualitas adalah sentral dalam diri setiap manusia. Ialah yang mendefinisikan eksistensinya, menjadi laki-laki atau perempuan, sekaligus yang menciptakan kehidupan.
Dengan pengertian ini, seksualitas merupakan sesuatu dan aktifitas yang luhur dan suci. Seksualitas dengan begitu juga bukan sesuatu yang kotor dan tabu untuk ia bicarakan dan aktualisasikan.
Akan tetapi sepanjang sejarah peradaban manusia, seksualitas perempuan mereka anggap tidak sama dengan seksualitas Jaki-laki. Seksualitas perempuan hampir selalu mengalami reduksi secara besar-besaran.
Seksualitas perempuan ditempatkan dalam posisi yang direndahkan pada satu sisi, dan dieksploitasi untuk kesenangan laki-laki pada sisi yang lain. Ini adalah wajah nyata dari kebudayaan patriarkhi yang terus dipertahankan sampai hari ini dengan beragam cara oleh berbagai kepentingan.
Di dunia muslim seksualitas perempuan, mereka perbincangkan secara ambigu. Ia bisa berbicara dengan penuh apresiasi tetapi dalam waktu yang sama juga sangat tertutup dan konservatif. Ia acap menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor dan najis.
Keadaan ambiguitas ini muncul sebagai konsekuensi dari dua pola keislaman tersebut di atas, yakni pola Islam ideal dan Islam sejarah. Pola Islam sejarah sering dipengaruhi oleh ideologi-ideologi yang bias gender, ideologi maskulin. Sementara Islam ideal menghendaki relasi kesetaraan, keadilan dan penghormatan. []