Kitab Bulughul Maram, adalah suatu kitab dari karya besar seorang ulama Hadist bernama Alhafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani. Kitab yang memuat beberapa bab, salah satunya adalah bab pernikahan.
Di dalam bab pernikahan akan membahas diantaranya; kriteria memilih calon pasangan, cara menggauli istri, mas kawin, walimah, pembagian giliran dalam hal poligami, khulu’, talak, rujuk, ila’, dhihar dan kafarat, masa iddah dan berkabung, menyusui, nafkah dan terakhir terkait pengasuhan anak.
Banyak hal yang bisa diambil dari kitab “Bulughul Marom” ini. Kitab ini layaknya pendidikan sebuah pedoman pra nikah dikarenakan cukup lengkap untuk menjadi pengetahuan bagi calon pasangan sebelum membina rumah tangga.
kitab ini bisa dikatakan bagian dari sex education bagi remaja untuk memahami seluk beluk maupun tata cara dalam pernikahan. Sehingga sangat penting untuk diajarkan di sekolah setara Madrasah Tsanawiyah (MTS) maupun Madrasah Aliyah (MA).
Sebuah contoh dalam Hadist di kitab Bulughul Maram ini adalah dari Abu Hurairoh yang meriwayatkan dari sabda Nabi, yang berbunyi “Tunkahu al mar’ah li ‘arba’in : limaaliha, linasaabiha, lijamaaliha, lidiiniha, fadzhar bidzaati ad-diin, taribat yadaaka”. Artinya adalah seorang wanita dinikahi karena empat perkara. Yaitu karena hartanya, karena keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah wanita berdasarkan agamanya, niscaya engkau bahagia.
Salah satu hadis yang mengarahkan umat untuk memilih kriteria pasangan. Pedoman yang terkadang diabaikan karena banyaknya laki-laki yang hanya melihat calon pasangan dari bentuk fisik saja. Seolah Nabi memahami akan godaan laki-laki di masa mendatang, dan nabi menjelaskan detil di beberaa hadist dalam kitab ini tata cara memilih pasangan.
Contoh lainnya, sebagian masyarakat bahkan tidak mengetahui akan hukum haramnya bersetubuh lewat jalan belakang. Dalam di kitab Bulughul Maram meriwayatkan hadist Nabi, dari Abu Hurairoh ra. bahwa Rosululloh Saw. bersabda “Mal’uunun man aataimro’atan fi dubuuriha” yang artinya “Terkutuklah orang yang menyetubuhi istrinya pada lubang duburnya”. Hadist tersebut mestinya menjadi pedoman dalam setiap pasangan untuk menjalankan rumah tangganya. Namun ternyata masih ada orang muslim yang lalai akan perintah Rasululloh tersebut.
Selain hal tersebut, yang patut untuk dijadikan pedoman dalam pernikahan adalah lima pilar penyangga kehidupan rumah tangga. Bahwa sebuah pernikahan berdasarkan kesepakatan, yaitu seorang perempuan menerima perjanjian yang kokoh dari laki-laki yang menikahinya (mitsaqon gholidzon) dalam bentuk peristiwa ijab kabul dalam akad nikah.
Kedua, suami istri adalah pasangan yang saling membutuhkan. Sebagaimana disebutkan dalam
Alquran (Qs. Al-Baqoroh ayat:187) “Hunna libaasun lahun wa antum libaasun lahunna”, artinya “Mereka adalah pakaianmu, dan kamu adalah pakaian mereka”.
Pilar selanjutnya adalah perilaku untuk saling memperlakukan dengan baik satu sama
lain atau disebut mu’asyaroh bilma’ruf. Tidak boleh saling menyakiti, saling menghargai, saling menghormati. Bahwa nilai saling mengisi kebaikan harus dihadirkan antara kedua belah pihak dalam menjalankan pernikahan.
Pilar keempat adalah perilaku untuk saling bermusyawarah dalam mengambil keputusan terkait
urusan rumah tangga. Salah satu pihak tidak boleh berlaku otoriter. Saling memperbaiki kesalahan apabila ditemukan ketidakcocokan, baik dari pihak suami maupun istri. Terjalin relasi yang sepadan baik suami terhadap istri, atau istri terhadap suami, orang tua pada anak-anaknya.
Pilar terakhir adalah saling rida, atau disebut ‘an tarodlin. Seseorang akan merasa nyaman apabila ada rasa penerimaan dalam dirinya. Saling mengasihi, saling memberi rasa nyaman dan cinta. Saling menghargai setiap keputusan yang diambil di luar urusan perkawinan. Saling
memberi dukungan dalam menjalankan aktivitas masing-masing.
Kelima pilar tersebut belum banyak dipahami oleh masyarakat muslim di Indonesia, apalagi jika calon pasangan bukan dari alumni pendidikan pesantren. Idealnya pembekalan pernikahan diberikan dan dipelajari sebelum pasangan mendaftarkan pernikahannya di KUA.