Mubadalah.id – Ulama kontemporer, Jasser Audah mengemukakan pendapat sekaligus mentransformasikan konsep hifzh al-nasl (penjagaan dan perlindungan keturunan) menjadi bina’ al-usrah (pembangunan keluarga).
Bentuk transfomasi tersebut, menurut Jasser Audah untuk mencakup semua nilai moral fundamental tentang perlindungan hak-hak individu dan sosial. Terutama bagi perempuan dan anak-anak agar mereka dapat terjaga, terlindungi, dan terwujudkan dalam semua pranata hukum keluarga.
Tawaran Audah ini, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, sesungguhnya, sudah dipraktikkan sebagai kerangka metodologis fatwa-fatwa Musyawarah Keagamaan KUPI yang telah dikeluarkan pada Kongres Cirebon di Pesantren Kebon Jambu tahun 2017.
Dalam menggunakan kerangka ini, kata Kang Faqih, KUPI sendiri lebih banyak terinspirasi dari para ulama Indonesia. Terutama dari kalangan NU dan Muhammadiyah, dari pada kepada Jasser Audah secara langsung.
Kita tahu, lembaga LKK NU, misalnya sejak tahun 1980-an telah menggunakan kerangka maqashid al-syari’ah ini dalam merumuskan isu-isu keluarga. Terutama yang beririsan dengan program keluarga berencana saat itu.
Sebagaimana bisa melihatnya dalam fatwa KUPI, prinsip hifzh al-nasl juga menjadi kerangka dalam perumusan keputusan pengharaman kekerasan seksual dan pewajiban perlindungan anak dari pernikahan yang buruk pada konteks Indonesia saat ini.
Kekerasan seksual, misalnya, mengakibatkan kesakitan fisik dan trauma psikis yang bisa mengakibatkan korban tidak lagi memilih institusi pernikahan dan keluarga.
Jikapun menikah, atau sudah berada dalam pernikahan, ia membencinya atau minimal tidak merasa nyaman hidup di dalamnya. (Rul)