• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Membangun Kesadaran Profetik Melalui Buku “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya” Karya Rusdi Mathari

Seharusnya sebuah ibadah tidak hanya bermuara pada kenikmatan diri sendiri, namun juga memberikan kebermanfaatan kepada orang lain.

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
18/10/2023
in Buku
0
Kesadaran profetik

Kesadaran profetik

693
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bisa dibilang saya termasuk orang yang terlambat dalam membaca karya luar biasa dari Cak Rusdi Mathari ini. Buku ini memang sudah diterbitkan sejak 2016 kemarin.

Cover depan buku yang bertuliskan “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya” berhasil menjadi best seller di mana sejak awal penerbitannya, hingga sekarang telah dicetak ulang sebanyak dua puluh kali. Memang kisah yang tertulis di sana, Cak Rusdi sajikan dengan unik, nyentrik, dan sarat akan kesadaran profetik.

Saya tidak ingin memberikan rangkuman atau ulasan terkait buku ini. Mengingat bahwa di luar sana sudah buanyak sekali ringkasan serta ulasan ciamik yang dapat salingers cari untuk menambah referensi. Atau jika salingers sudah punya buku ini sejenak saya ingin mengajak untuk muthola’ah kembali. Menggali makna yang Cak Rusdi Mathari sampaikan melalui lakon Cak Dlahom dan kawan-kawannya.

Cerita tentang Cak Dlahom, Istri Bunali, dan Sarkum

Setiap kisah yang Cak Rusdi sampaikan memang penuh hikmah dan petuah. Namun yang ingin saya garis bawahi adalah momen yang mengulas tentang Cak Dlahom, Istri Bunali, dan Sarkum.

Seperti yang tertulis dalam kisah, Istri Bunali adalah seorang janda miskin yang terlilit banyak hutang. Sedangkan anaknya yang bernama Sarkum terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolahnya.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

Ulasan Daughters of Abraham: Ketika Para Putri Ibrahim Menggugat Tafsir

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

Cak Dlahom sebagai karakter utama dalam buku ini  ditampilkan sebagai sosok yang dianggap gila oleh masyarakat. Kelakuan, kebiasaan, dan perkataannya sering terlihat nyeleneh. Namun di lain sisi, Cak Dlahom  mampu membuat masyarakat untuk merefleksikan kembali makna di balik rutinitas ibadah yang telah mereka lakukan selama ini dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk rutinitas ibadah kita juga sih, hehe.

Serial tentang Istri Bunali dan Sarkum mulai masuk dalam cerita pada subbab “Membakar Surga, Menyiram Neraka”. Pada subbab ini Cak Dlahom terlihat mondar-mandir di depan masjid dengan  obor di tangannya sambil berkata, “celaka…celaka…”

Mat Piti, teman Cak Dlahom yang heran dengan perbuatannya kemudian menanyai perihal apa Cak Dlahom melakukan hal tersebut. Pada momen tersebut Cak Dlahom khawatir bahwa orang-orang yang sibuk beribadah di masjid itu akan celaka karena telah menelantarkan seorang janda miskin dengan anaknya yang sudah yatim, yang tak lain ialah Istri Bunali dan Sarkum.

Istri Bunali Gantung Diri

Menurut saya, subbab selanjutnya yang berjudul “Dia Sakit dan Kamu Sibuk Membangun Masjid” menjadi serial yang cukup epic, menyentil, sekaligus menampar para pembaca.

Pada subbab ini Cak Rusdi mengisahkan kesibukan masyarakat dalam menggalang dana untuk merenovasi masjid. Namun, di sisi lain utang istri Bunali yang semakin banyak membuatnya menjadi bahan omongan tetangga. Bahkan hingga Ia mulai sakit-sakitan, tidak ada masyarakat satupun yang memedulikannya. Akhirnya Istri Bunali gantung diri mengakhiri kehidupannya sendiri. Sarkum menjadi yatim piatu.

Cak Dlahom yang baru mendengar kabar tersebut menangis sejadi-jadinya. Meratapi dirinya sendiri, memohon ampun kepada Allah tiada henti atas kelalaian dirinya dan masyarakat sana. Hal tersebut yang kemudian membuat masyarakat, khususnya Mat Piti merasa heran mengapa Cak Dlahom bisa berbuat sampai segitunya mengingat bahwa Istri Bunali bukanlah saudara atau orang dekat Cak Dlahom.

Cak Dlahom kemudian menggunggat orang-orang yang hanya sibuk mengurus masjid namun abai terhadap Istri Bunali dan Sarkum. Sebuah kalimat yang dituliskan Cak Rusdi yang menurut saya cukup menampar bahwa:

“Kita rajin berdoa di masjid, lalu merasa bertemu dengan Allah. Padahal ketika Allah kelaparan, kita tidak pernah memberi makan. Allah sakit, kita tidak menjenguk…”

Sebuah ungkapan yang tidak boleh kita pahami secara tekstual. Dalam pandangan orang sufistik menyebutkan bahwa Allah selalu berada di sisi orang-orang yang kelaparan, orang sakit, orang miskin, dan kelompok rentan lainnya seperti Istri Bunali dan Sarkum.

Kesadaran Profetik sebagai Misi Sosial Kenabian

Dalam sesi kajian bersama Dr. Fahrudin Faiz kemarin, salah satu keteladanan dari Nabi Muhammad SAW yang beliau sampaikan adalah mengubah kesadaran mistik menjadi kesadaran profetik. Nabi Muhammad SAW tidak hanya menyeru umat Islam untuk memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah SWT. Namun juga harus menjaga hubungan horizontal dengan masyarakat sekitar kita.

Kesadaran mistik menganggap bahwa puncak kenikmatan tertinggi adalah berjumpa dengan Allah SWT. Dalam hal ini, meskipun Nabi Muhammad SAW telah merasakan hal demikian saat Isra’ mikraj, namun Beliau tetap kembali ke dunia untuk menyelesaikan tanggung jawab profetiknya.

Bagaimana sebuah ibadah tidak hanya bermuara pada kenikmatan diri sendiri, namun juga memberikan kebermanfaatan kepada orang lain. Meminjam kata Gus Mus, umat Islam tidak boleh hanya saleh secara ritual saja, namun mengesampikan kesalehan sosialnya.

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Sebuah Sentilan Moral

Kisah-kisah di atas hanyalah segelintir dari banyaknya hikmah yang tertulis dalam buku tersebut. Ibadah mulia seperti yang tertulis dalam rukun islam seperti syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji perlu kita telaah kembali.

Apakah hal baik yang selama ini telah kita lakukan hanya sekadar rutinitas untuk menggugurkan kewajiban saja. Sudahkah kita landasi dengan ikhlas atau masih kalah dengan besarnya ego kita. Dan bagaimana makna terdalam di balik kewajiban tersebut.

Buku “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya” karya Cak Rusdi cukup berhasil membuat saya merefleksikan ulang hal demikian. Meskipun saya baru sempat (lebih tepatnya sanggup) membelinya saat mendapat diskon toko, gratis ongkir, voucher shopee, ditambah dengan beberapa koin yang saya miliki. Ah, momentum yang tepat sekali. []

 

Tags: Buku Merasa pintar bodoh saja tak punyaCak dlahomkehidupanKesadaran profetikmanusiaReview BukuRusdi mathari
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Novel Jodoh Pasti Bertemu

Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah

3 Juni 2025
Haji Pengabdi Setan

Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita

3 Juni 2025
Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus

Belajar Toleransi dari Kisah Khalifah Manshur dan Georgeus Buktisyu

30 Mei 2025
Sayap-sayap Patah

Buku Sayap-Sayap Patah: Kritik Kahlil Gibran terhadap Pernikahan Paksa

30 Mei 2025
Perempuan Keluar Malam

Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

28 Mei 2025
Daughters of Abraham

Ulasan Daughters of Abraham: Ketika Para Putri Ibrahim Menggugat Tafsir

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID