• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menelisik Peran Ulama Perempuan dari Zaman Nabi Hingga Kini

Dalam sejarah Islam baik pada masa awal, pertengahan maupun Islam di Indonesia, tidak pernah lepas dari peran ulama laki-laki dan perempuan

Aenuni Fatihah Aenuni Fatihah
27/01/2022
in Pernak-pernik
0
KUPIPEDIA

KUPIPEDIA

139
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir-akhir ini sering kali dibahas tentang ulama perempuan yang mungkin pada 10 tahun yang lalu masih sangat sedikit sekali dibahas, dan dibicarakan, karena memang masih terdengar asing. Kata ulama sendiri sesungguhnya jika dilihat dalam bahasa Arab tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena dia merupakan jamak dari kata ‘aalim yang berarti orang-orang yang berilmu, atau al-‘ulamaa yang diartikan sebagai orang-orang yang sangat berilmu, kata tersebut meliputi laki-laki dan perempuan.

Dalam al-Qur’an kata al-‘ulamaa disebutkan sekali yaitu dalam surat Faathir ayat 28 yang artinya “Hanya ulamalah yang takut kepada Allah swt.” Dalam hadist Nabi riwayat Abu Daud juga disebutkan kata ulama sebagai pewaris para Nabi. Nah dari dua kata yang ada baik yang disebutkan dalam al-Qur’an maupun hadits ini tampak tidak ada perbedaan antara keduanya. Dan faktanya sejak awal Islam pun ulama itu mencakup laki-laki dan perempuan.

Hanya saja dalam pengertian masyarakat indonesia, definisi dari ulama ini menjadi menyempit bahwa ulama itu orang yang ahli dalam ilmu agama, dan asosiasinya adalah laki-laki karena itulah dalam konteks Indonesia kata perempuan perlu dihadirkan agar kata ulama itu tidak hanya diasosiasikan bagi salah satu gender saja melainkan harus mencakup keduanya karena melihat dari definisi secara lughahnya saja tidak hanya diperuntukkan bagi salah satu gender.

Siapakah ulama perempuan itu? Ulama perempuan dalam definisi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), adalah orang yang memiliki kapasitas keulamaan yaitu orang yang ilmunya membawa ketakwaan kepada Allah swt. Dan gerak hidupnya mengikuti ajaran Rasulullah saw yaitu mengemban risalah yang memiliki karakter siddiq, amanah, tabligh dan juga fathanah. Serta berjuang dengan sepenuh hati jiwa dan raga bagi kemaslahatan umat manusia dan alam semesta, untuk melawan berbagai kedzaliman.

Tugas-tugas itu yang kemudian nantinya akan diemban oleh para ulama, dan faktanya dalam sejarah Islam baik pada masa awal, pertengahan maupun Islam di Indonesia, tidak pernah lepas dari peran ulama laki-laki dan perempuan. Pada masa Rasulullah saw yang menjadi ikon ulama perempuan dunia pada saat itu adalah istri dari Rasulullah itu sendiri, yaitu sayyidatina Aisyah r.a sebagai salah satu dari tujuh bendaharawan hadits, di mana hadits-hadits Nabi dirujukkan kepada beliau.

Baca Juga:

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

Bahkan banyak informasi tentang Rasulullah saw yang tidak didapatkan oleh perawi lain selain daripada Aisyah. Ummu salamah r.a juga seorang istri Rasulullah saw yang sangat cerdas dan banyak ayat al-Qur’an yang turun karena didahului oleh pertanyaan dan juga aspirasinya.

Ada juga Ummu Umaits, asma binti Abu Bakar, dan lain sebagainya mereka adalah orang-orang yang sangat cerdas, dan tingkat dari ketakwaannya pun kepada Allah tidak dapat diragukan lagi. Tercatat tidak kurang dari 1.200 orang alim ‘alamah pada masa sahabat yang menjadi guru-guru hadits, yang sebagaimana dicatat oleh Ibnu Saad dalam kitab Tabaqat, ini menempati 19,5% proporsi dari para perawi hadits.

Akan tetapi sangat disayangkan pada masa berikutnya yaitu tabiin terjadi proporsi penurunan yaitu tinggal hanya 1,9%, dan pada masa berikutnya kemudian lebih menurun lagi. Meskipun demikian di antara yang sedikit itu ada nama yang patut dicatat dalam tinta emas sejarah Islam, yaitu dua cicit Rasulullah saw, Sukainah binti al-Husain yang menjadi guru ulama penyair besar arab dan guru-guru para penyair. Juga ada Sayyidah Nafisah yang menjadi guru Imam Syafi’i, kemudian ulama-ulama lain juga banyak yang berguru kepada ulama perempuan pada masa itu.

Abad-abad berikutnya seperti pada abad ke-8 misalnya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berguru kepada 33 guru perempuan. Lalu As-Sakhawi pada abad ke-9 H, yang  berguru pada 46 guru perempuan, selanjutnya Imam As-Suyuti juga berguru kepada 33 guru perempuan di abad ke-10 H. Dan, begitulah seterusnya meskipun mengalami pasang surut tetapi keulamaan perempuan selalu ada menemani sepanjang sejarah.

Pasang surut itu terjadi karena beberapa faktor diantaranya karena perempuan tidak diberi akses untuk mendapatkan ilmu dan manfaat dari ilmu itu sendiri, tidak diberi akses untuk menjadi bagian dari subjek ilmu sebagaimana laki-laki. Tidak ada aksesnya ini dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, serta faktor politik. Maka ketika Rasulullah saw hadir memberikan kesempatan itu seluas-luasnya kepada perempuan hingga sejarah Islam menjadi buktinya, sehingga periode ini adalah periode emas keulamaan perempuan.

Faktor kedua adalah karena sejarah dan penulisan sejarah yang sering kali tak tertulis. Kemudian jika merunut sejarah keulamaan perempuan di Indonesia, setidaknya pada abad ke 17 ada nama besar Sultanah Safiatuddin yang pada masa beliau menjadi ratu dari Nangroe Aceh Darussalam selama 34 tahun, ada banyak ulama besar yang diantara dua ulama besar itu namanya ada sampai sekarang, yaitu Syekh Ar-Raniri dan Syekh Kuala.

Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, maka banyak dibuka basis-basis ilmu untuk laki-laki, dan perempuan yang mendorong banyak ulama perempuan lahir dan mewarnai peradaban di Indonesia saat ini. Kini kita bisa menyaksikan ulama perempuan ada di berbagai perguruan tinggi bahkan menjadi rektor, dekan dan sebagainya. Ada juga di pesantren, majelis ta’lim dan dalam berbagai pos-pos penting negara. Itu merupakan salah satu capaian besar sejarah bangsa ini. []

Tags: Pendidikan Ulama Perempuanperempuan pemimpinPerempuan Ulamaulama perempuanUlama Perempuan dipanggung Sejarah
Aenuni Fatihah

Aenuni Fatihah

puan pegiat nulis

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Poligami dalam

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version