Mubadalah.id – Lanjut usia (selanjutnya lansia) sama seperti manusia pada umumnya, tidak perlu ada yang kita khawatirkan secara berlebihan, sebab ia merupakan sunnatullah. Setiap manusia yang berumur panjang akan merasakan fase hidup lansia.
Fase hidup di mana seseorang mulai mengalami penurunan, baik secara fisik maupun psikis. Hanya memang zaman kiwari, banyak cara kita lakukan orang agar bisa terlihat “awet muda” meskipun sudah lanjut usia, tetapi lagi-lagi cepat atau lambat semuanya akan renta juga, sampai kemudian akan mengalami kematian.
Saya sendiri sebetulnya lebih suka menyebut “masa keemasan” ketimbang lansia. Terlepas dari Hari Lansia yang setiap tanggal 29 Mei dirayakan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Istilah masa keemasan lebih menggembirakan dan bisa mendorong seseorang menjadi lebih optimis.
Masa keemasan sendiri bisa menjadi cara untuk menatap kehidupan lebih progresif, betul-betul hidup penuh dengan kemanfaatan dan keberkahan.
Berkenaan dengan umur panjang, masa keemasan dan mempersiapkan kehidupan dengan sebaik mungkin, Allah Swt., misalnya berfirman:
وَمَنْ نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى الْخَلْقِۗ اَفَلَا يَعْقِلُوْنَ
“Siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami balik proses penciptaannya (dari kuat menuju lemah). Maka, apakah mereka tidak mengerti?” (QS. Yasin: 68).
Menepis Stigma Lansia
Oleh karena itu, sudah saatnya agar kita bisa menepis stigma lansia. Kuantitas usia boleh lanjut, tetapi semangat tetap berkualitas dan membara layaknya pemuda. Masa keemasan ini tentu saja akan dirasakan oleh perempuan maupun laki-laki.
Allah tidak membeda-bedakan perlakuan manakala suatu saat nanti perempuan maupun laki-laki menginjak masa keemasan. Kebaikan dari Allah dalam masa keemasan tidak terhalang jenis kelamin. Siapapun yang menggunakan masa keemasan sebaik mungkin, maka ia akan merasakan kebahagiaan.
Dengan demikian, masa keemasan justru mesti kita rayakan, dalam istilah Islam–disyukuri. Masa keemasan tidak perlu kita hindari apalagi kita takuti. Kita tidak perlu terbelenggu stigma dan sistem sosial yang patriarkhi sekalipun berkenaan dengan kehidupan di masa keemasan. Sebab zaman semakin canggih dan kehidupan begitu dinamis.
Buktinya semakin banyak perempuan yang bisa tetap pro aktif dan produktif dalam mengisi masa keemasan, baik secara individual maupun komunal. Aktivitasnya beragam, mulai dari yang kelihatannya sepele maupun yang serius, mulai dari bermain bersama cucu, berkebun, berolahraga, bersedekah, membaca buku, menulis, memperbanyak ibadah dan masih banyak lagi.
Semisal masih ada di antara perempuan maupun laki-laki yang berusia lanjut yang hidupnya tidak layak, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk bisa saling membantu dan peduli. Apalagi kalau seluruh elemen bangsa (Pemerintah, Ormas keagamaan, LSM, dan civil society) ini saling turun tangan dalam menggalang kepedulian.
Kepedulian terhadap Lansia
Dalam konteks di Desa misalnya, saya berusaha untuk menggalang kepedulian ini, misalnya melalui sedekah makanan dan sedekah sembako khusus untuk jompo, minimal sebulan sekali, terutama mereka para jompo yang sangat membutuhkan.
Sudah saatnya kita terus pro aktif dan menarasikan optimisme untuk para orang tua kita di masa keemasannya. Jangan lengah, tidak perlu terjebak istilah, terkungkung romantisme, dst, kita harus hidup serealistis mungkin menatap ke depan.
Apabila ada kezaliman, mari kita segera turun tangan, sambil terus menggalang kebaikan demi kebaikan. Allah tempat bergantung dan berpasrah diri. Sudah saatnya fase hidup di masa keemasan menjadi capaian hidup yang semakin cemerlang.
Siapapun kita akan mengalami masa keemasan. Yang masih menjadi anak dan kebetulan sedang punya orang tua yang usianya semakin lanjut, yuk kita rawat mereka dengan baik. Suatu saat nanti, saat kita telah sampai di masa keemasan, anak-anak kita pun begitu sayang dan tetap merawat kita dengan baik.
Ada kalanya terjadi para orang tua yang usianya telah lanjut itu merasa kesepian, tidak lain karena anaknya telah menyebar dengan kehidupannya masing-masing. Harus menjadi perhatian kita bersama sebagai anak, agar tidak hanya mementingkan diri sendiri, sementara orang tua kita disepelekan. []