• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Sayangnya, fikih klasik justru mewariskan norma-norma perceraian yang sangat longgar di tangan laki-laki, sementara bagi perempuan jalannya sangat sempit.

Redaksi Redaksi
02/07/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Perceraian untuk

Perceraian untuk

4
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam teks-teks agama, perceraian jelas disebut sebagai perbuatan yang dibenci Allah. Sebagai bentuk kezaliman, seharusnya norma-norma yang lahir dari ajaran Islam justru mengarahkan agar perceraian diupayakan semaksimal mungkin untuk tidak terjadi. Atau setidaknya tidak menimbulkan ketidakadilan bagi siapa pun terutama perempuan yang lebih rentan mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk.

Jika menengok teladan Nabi Muhammad SAW, kita menemukan banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana beliau memberikan ruang bagi perempuan untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri. Termasuk soal rumah tangga.

Ini seharusnya menjadi dasar bahwa dalam hubungan suami-istri, laki-laki tidak patut menjadi satu-satunya penentu awal dan akhir nasib rumah tangga. Sayangnya, fikih klasik justru mewariskan norma-norma perceraian yang sangat longgar di tangan laki-laki, sementara bagi perempuan jalannya sangat sempit.

Masalahnya tidak berhenti pada soal talak. Banyak pandangan ulama fikih tentang kewajiban-kewajiban perempuan yang ternyata sangat terpengaruh oleh budaya patriarkal pada masa itu. Tengok saja pendapat Imam al-Ghazali dalam karya-karyanya. Ia menulis:

“Perempuan sebaiknya tinggal diam di rumah, tidak sering naik-turun tangga, jarang melongok jendela, dan sedikit berbicara dengan tetangga.”

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Tafsir Sakinah

Benarkah Istri Shalihah Itu yang Patuh Melayani Suami?

Nyai Awanillah Amva: Jika Ingin Istri Seperti Khadijah, Muhammad-kan Dulu Dirimu

“Kalau pun harus keluar rumah atas izin suami, ia harus berpakaian lusuh, memilih jalan-jalan sempit yang sepi, menghindari pasar, tidak bersuara keras agar tak didengar orang lain, apalagi dikenal oleh teman suaminya. Semua ini demi menjaga kehormatan suami. Lebih jauh lagi, perempuan harus mendahulukan kepentingan suami ketimbang dirinya atau keluarganya sendiri. Bahkan selalu siap digauli kapan saja suami mau.”

Pandangan seperti ini, yang kemudian menjadi pijakan hukum fikih tentang relasi rumah tangga, tidak lahir dari wahyu yang menekankan keadilan dan kasih sayang. Melainkan lebih banyak terpengaruhi konstruksi budaya zaman itu.

Karena itu, tidak berlebihan jika kita terus mengkritisi warisan fikih yang menempatkan perempuan pada posisi rentan.

Sebab Islam, pada hakikatnya, merujuk pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, datang untuk memuliakan dan melindungi semua manusia bukan hanya laki-laki. []

Tags: MengapaMudahperceraiansuami
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Fikih Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

1 Juli 2025
amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Vasektomi

    Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2
  • Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID