Mubadalah.id – Pada masa Nabi Muhammad, nama sahabat perempuan yang cukup dikenal publik adalah Umm Syuraik r.a. Beliau merupakan seorang perempuan kaya raya. Bahkan, harta yang ia miliki tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya.
Beliau juga dijadikan rujukan para sahabat Nabi Muhammad Saw. untuk meminta makan, minum, dan penginapan. Fathimah bint Qays r.a. pernah bercerita tentang hal ini dalam sebuah Hadis (Shahih Muslim, no. 1573)
Kita juga punya nama Zainab al-Tsaqafiyah r.a., istri Abdullah bin Mas’ud r.a., yang bekerja dan memiliki pendapatan untuk menafkahi keluarganya, suami, dan anak, anaknya.
Hal ini pernah ia ungkapkan langsung ke hadapan Nabi Muhammad Saw. Kisah ini di antaranya tercatat dalam Hadis (Shahih al-Bukhari, no. 1489).
Dari Zainab r.a., istri Abdullah bin Mas’ud r.a., yakni Abi Mas’ud r.a., berkata, Ketika sedang berada di masjid, aku melihat Nabi Muhammad Saw. dan beliau berkata, “Sedekahlah walau dari hiasan yang kalian miliki. Zainab adalah orang yang menafkahi Abdullah dan anak-anak yatim.”
Zainab berkata kepada Abdullah, “Tanyakan kepada Rasulullah Saw., apakah aku dapat pahala kalau menafkahimu dan anak-anak yatimku yang ada di pangkuanku.”
Abdullah menjawab Zainab, “Kamu saja yang bertanya sendiri.”
Menemui Rasulullah Saw
“Maka aku (Zainab) mendekat menemui Rasulullah Saw. Aku lihat, ada seorang perempuan dari Anshar yang juga punya persoalan sama denganku berada di pintu.”
Lalu, aku lihat ada Bilal datang lewat. Kami (kata Zainab) berkata (kepada Bilal), “Tolong, tanyakan kepada Nabi Muhammad Saw., apakah aku akan dapat pahala jika menafkahi suamiku dan anak-anak yatim di pangkuanku, tapi jangan ceritakan tentang siapa kami.”
Bilal masuk dan menanyakan (seperti yang kami minta) Nabi Muhammad Saw. bertanya, “Siapa mereka?”. Bilal menjawab, “Zainab.”
Nabi Muhammad Saw. bertanya lagi, “Zainab yang mana?”. Ia menjawab, “Istri Abdullah.”
Nabi Muhammad Saw. kemudian menjawab, “Ya, dia mendapatkan dua pahala, pahala nafkah pada keluarga dan pahala sedekah.” (Shahih al-Bukhari, no. 1498).
Jika merujuk pada ayat-ayat al-Ouran, teks-teks Hadis, dan preseden pada masa Nabi Saw., sesungguhnya Islam sama sekali tidak memandang salah pada perempuan yang berpendapatan lebih banyak dari suaminya.
Yang kita perlukan selanjutnya adalah bagaimana mengelola agar pendapatan lebih itu tidak menjadi alasan bagi perempuan menjadi sombong dan merasa lebih tinggi dari suaminya.
Mengelola diri agar tidak sombong adalah kewajiban semua orang dan tidak hanya soal pendapatan. Laki-laki juga harus mengelola hidupnya agar kelebihan apa pun yang ia miliki tidak membuatnya merasa lebih mulia dan sombong terhadap istrinya. []