Mubadalah.id – Bagi Santri yang Pernah mengaji Kitab Al Ajurumiyah, salah satu kitab tata bahasa Arab dasar di pesantren, tidak sulit untuk memahami mengapa umat Islam dan juga setiap warga negara Indonesia wajib menghormati Sang Merah Putih.
Siapapun yang memahami bahwa sang Merah Putih hanya secarik kain yang berwarna merah putih, maka dipastikan hati dan pikirannya telah mati, karena ia hanya berhenti “di simbol, di teks, dan di kata selembar kain yang berwarna merah putih”, ia tidak menyelami makna mendalam di balik warna merah putih itu.
Orang yang berpikiran seperti itu, dalam tradisi Islam, mirip dengan seorang yang memahami teks Al-Qur’an maupun as-Sunnah hanya pada bagian luar teks, atau yang umum disebut kelompok tekstualis atau literalis yang melahirkan “corak keberagamaan fundamentalis”. Dalam bahasa Khudhari Bik, kelompok seperti disebut “Al Harfiyyun” yang secara bahasa berarti “pengabdi huruf”, yang memahami Al-Qur’an dan Sunnah hanya berhenti di depan dinding kata, tidak memasuki halaman makna yang maha luas.
Padahal Al-Qur’an dan juga Sunnah memiliki kedalaman makna yang tidak terhingga. Memang dinding teksnya hanya terdiri dari 6666 ayat, namun halaman dalam maknanya luas tidak terhingga. Imam Al-Bushiri dalam sair burdahnya yang sangat terkenal, khususnya hari-hari ini karena diyakini sebagai penolak balak termasuk covid, menyatakan;
لها معان كموج البحر فى مدد
وفوق جوهره فى الحسن والقيم
فلا تعد ولا تحصى عجائبها
ولا تسام على الإكثار بالشأم
Ayat-ayat kitab suci memiliki kandungan makna bagaikan gelombang lautan
Keindahannya dan nilai-nilai yang dikandungnya melebihi lautan permata.
Keajaibannya tidak bisa dihitung oleh angka dan kata-kata.
Tidak ada kebosanan dengan sering membacanya.
Syaikh Ibrahim Al-Bajuri mengomentari sair ini dengan menyatakan bahwa;
لكل أية ستون الف فهم وما بقي من فهمها أكثر
Setiap satu ayat dalam kitab suci memiliki 60.000 pemahaman, dan pemahaman yang tersisa, yang mungkin belum dijangkau, lebih banyak dari itu.
Subhanallah, setiap ayat memiliki 60.000 makna, bahkan yang tersisa lebih dari itu. Pertanyaannya, berapa makna yang sudah “kita” temukan?. Atau justru sebaliknya “kita” selalu marah-marah kepada seorang yang ingin menemukan pemahaman selain yang telah “kita pahami”.
Ditempat lembar yang sama Al-Bajuri menyatakan ;
اقل ما قيل فى العلوم التي فى القرأن من ظواهر المعاني المجموعة فيه أربعة وعشرون ألف عام وثمانمائة علم
Beliau mengatakan, ada 24.800 ilmu pengetahuan yang terkandung di dalam Al Qur’an. Pertanyaan kedua, berapa ilmu pengetahuan yang sudah kita gali? Atau sebaliknya kita gemar menjustifikasi ilmu pengetahuan yang ditemukan “di sana? Atau Al-Qur’an hanya sebagai bangga-banggaan dengan dimusabaqahkan di mana-mana? Wallahu A’lam.
Sang Merah Putih adalah teks, adalah kata, adalah simbol yang mengandung ribuan makna. Saya menyebutnya 59.998 makna agar tidak melampaui makna Al Qur’an (takut dikufurkan).
Bagi santri Jawa Timur , Makna bendera merah putih adalah “seruan Jihad KH Hasyim Asy’ari” yang telah menggelorakan jutaan masyarakat Jawa Timur untuk mempertahankan kemerdekaan.
Bagi Jendral Ahmad Yani dan Jendral-Jendral lain serta Jenderal Sudirman yang terbunuh dalam rangkaian perang kemerdekaan, Merah Putih adalah harga diri bangsa yang di dalamnya ada beribu-ribu liter darah anak bangsa yg dikorbankan.
Bagi Soekarno-Hatta, makna merah putih adalah terbebasnya bangsa Indonesia dari penjajahan.
Dan jika kita bangkitkan Ibu Fatmawati sang penjahit bendera Merah Putih, lalu kita bertanya padanya, mungkin beliau akan menjawab dengan “genangan air mata”. Dan mungkin lagi-lagi kita hanya memahaminya sebagai air bening yang mengalir dari kelopak mata. Maafkan kami Ibu Fatma, hati kami tidak mampu memahami kedalaman makna. []