Mubadalah.id – Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki banyak tradisi adatnya, nah salah satunya adalah adat suku Sunda. Dalam tradisi ini khususnya dalam perkawinan, ada sebuah adat yang dilaksanakan setelah adanya akad nikah yaitu tradisi sawer pengantin.
Mendengar kata “Sawer” kita pasti berpikir bahwa pengantinnya lah yang akan kita sawer. Akan tetapi dalam tradisi ini yang menerima sawer adalah keluarga besar atau warga sekitar yang hadir dalam tradisi tersebut.
Melaksanakan tradisi Sawer Pangantin ini setelah akad nikah di tempat yang lapang. Biasanya pengantin akan duduk bersandingan dan berdendang syair-syair Sawer Pangantin. Di sela-sela tembangan syair, ada seseorang yang menyawer atau awer-awer ke masyarakat yang hadir berupa benda seperti beras, permen, uang logam dan juga irisan kunyit.
Benda-benda ini memiliki nilai filosofis yang sangat bermakna seperti beras adalah simbol untuk kecukupan pangan. Sedangkan permen bermakna agar rumah tangga dapat berjalan manis dan harmonis. Uang logam menjadi simbol agar rumah tangga selalu mendapatkan rezeki dari Allah SWT.
Juru Sawer
Nah, dalam tradisi ini ada seseorang juru sawer yang melantunkan syair-syair dalam bahasa Sunda. Di mana tujuannya adalah untuk memberikan nasehat-nasehat perkawinan kepada pengantin. Ternyata jika kita gali makna dari syair-syair sawer pengantin ini terdapat hal yang menarik. Yakni berisi nilai-nilai kesalingan atau mubadalah dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
Menarik bukan! Selanjutnya saya akan sedikit memaparkan beberapa potongan syair yang ada dalam Sawer Pangantin. Di mana ada kaitannya dengan nilai-nilai mubah adalah atau kesalingan.
“Ujang, bojo teh ulah dianggap widadari, anu sampurna teu aya calaunana, boh ruana boh adatna, tapi kudu ditungtunku ujang, bojo teh sing seperti widadari”
Artinya: Putraku, istri jangan dianggap seperti bidadari yang sempurna tidak memiliki kekurangan, walaupun begitu dasarnya tetap harus dituntun olehmu agar istri seperti bidadari
“Nyai, salaki teh ulah dianggap malaikat, anu suci teu aya campadeun dina lampahna, tapi dorong ku nyai lampahna, salaki teh sing kamalikatan”
Artinya: Putriku, suami jangan kau anggap malaikat yang suci dan tidak memiliki kekurangan dalam hidupnya tetapi doronglah olehmu agar suamimu menjadi seperti malaikat.
“Luang lumrahna manusa, sok keuna ku owah gingsir, kabeh ge henteu sampurna, pamuga sing jadi pikir !
Arti: Memang lumrahnya manusia selalu memiliki kekurangan, semuanya tidak sempurna semoga dapat menjadi bahan untuk berpikir.
Makna Kesalingan dalam Lantunan Syair
Baiklah, dari potongan tiga sya’ir sawer pengantin ini terdapat nilai-nilai mubadalah kesalingan dalam kehidupan berumah tangga. Yakni terdapat nasehat-nasehat baik untuk suami dan istri untuk tidak menganggap pasangannya seperti bidadari dan malaikat yang sempurna.
Karena sejatinya pasangan adalah manusia dan memiliki kekurangan, suami dan istri harus saling melengkapi, dan saling mengerti atas kekurangan masing-masing. Berusaha untuk membuat pasangannya menjadi sosok yang sempurna. Dalam arti saling bahagia dan membahagiakan.
Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip mubadalah. Di mana prinsip ini menekankan kepada pasangan untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kesalingan dalam keluarga.
“Maksud nikah nu saestu Tos kaunggel dina Hadist Dina ajaran Agama Nungtun sajatining hirup Bebentengna kasadaran Nyiptaken cinta hakiki”
Artinya: Maksud nikah yang benar telah diajarkan dalam hadis dan ajaran agama, menuntun hidup yang sejati dan cinta yang Hakiki
Makna Jawaz
Penggalan syair ini, terdapat nilai mubadalah yakni adalah “Jawaz”. Jadi pernikahan adalah sebuah ikatan yang kuat dan ikatan yang hakiki. Di mana bukan hanya suami saja yang memiliki tugas dan bertanggung jawab mempertahankan rumah tangga. Tetapi istri juga memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama.
“Ulah sok ngalajur napsu, Ngumbar amarah jeung dengki, Nganggep diri leuwih mulya ulah sirik ka nu leutik, Ulah ngewa ka nu lian, Tombongken hate nu suci”
Artinya: Jangan selalu mengikuti hawa nafsu, mengumbar amarah dan iri dengki menganggap diri sendiri lebih mulia, jangan iri dengan hal yang kecil, tanamkan hati yang suci.
Nilai mubadalah dalam potongan syair ini adalah mengajarkan dalam rumah tangga untuk saling menerapkan prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan. Tidak boleh adanya satu pihak yang mendominasi dalam keluarga dan tidak ada yang selalu merasa paling benar.
“Tangtu hasil nu dimaksud, Rumah-tangga nu humoris Pinanggih jeng ka bagjaan, Beres-roes repeh-rapih, Mun pareng gaduh turunan, Putra-putri anu sholih”
Artinya: Tentu yang dimaksud adalah rumah tangga yang harmonis saling memahami dan memiliki keturunan putra dan putri yang saleh dan salihah.
Mu’asyarah bil Ma’ruf
Selanjutnya dalam potongan syair ini, mengajarkan dalam rumah tangga untuk saling merawat keharmonisan, saling memahami dan saling memiliki sehingga memiliki keturunan yang saleh dan salehah.
Tentu hal ini berdasarkan pada saling memperlakukan pasangan dengan baik atau mu’asyarah bil ma’ruf dalam kehidupan rumah tangga. Sehingga menghindari adanya kekerasan dalam rumah tangga baik terhadap istri, maupun suami dan bahkan anak-anaknya
Itulah bukti nyata bahwasanya lokalitas adat Sunda dalam sya’ir tradisi Sawer Pangantin memiliki nilai-nilai mubadalah atau kesalingan dalam kehidupan rumah tangga. Tentu menjadi sebuah pelajaran penting khususnya bagi masyarakat Sunda, bahwa tradisi Sawer Pengantin bukan hanya sebatas acara untuk bersenang-senang.
Akan tetapi dalam substansinya mengajarkan nilai-nilai yang sangat tinggi yakni nilai-nilai kesalingan dalam menjalani bahtera rumah tangga. []