Mubadalah.id – Kita melihat kasus siswa membakar sekolah karena dibully merupakan peristiwa yang mengguncangkan dan mencerminkan betapa seriusnya dampak pembullyan dalam lingkungan pendidikan. Kejadian ini juga memberikan bukti bahwa pendidikan kesetaraan di Indonesia belum mencapai tingkat maksimal.
Kasus tersebut menjadi teguran keras bagi pendidik dan seluruh masyarakat, bahwa masih banyak tantangan yang perlu kita atasi dalam menerapkan pendidikan kesetaraan di Indonesia.
Waktu SD, saya pernah menjadi korban bullying hanya karena saya pendek dan buah dada saya tumbuh lebih cepat dari kebanyakan anak perempuan lainnya. Hal tersebut menjadikan saya minder dan tertutup. Saya sering menyalahkan Tuhan atas penciptaan tubuh saya.
Beberapa kali saya juga mengalami pelecehan oleh kawan laki-laki. Saya ingat sekali ketika saya mengadukannya, guru saya malah berkata “Kamu yang sabar ya, maafkan dia, memang laki-laki tingkahnya suka begitu!” Hati saya patah dan sejak itu saya membenci guru.
Kebencian saya kepada guru malah mengantarkan saya menjadi seorang guru. Mengapa hati saya tergerak untuk mengajar? Karena dengan mengajar saya dapat membersamai anak-anak untuk menciptakan ruang aman dan kesadaran kesetaraan. Saya yakin, anak-anak adalah gerbang pertama yang harus kita buka untuk membangun eksosistem baru yang lebih aman dan setara.
Pembullyan sebagai Bentuk Ketidaksetaraan
Kasus anak yang membakar sekolah sebagai akibat pembullyan menunjukkan bahwa masih ada ketidaksetaraan dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Pembullyan mencerminkan ketidaksamaan dalam perlakuan terhadap individu.
Di mana kekuatan fisik, kecerdasan, atau status sosial seringkali menjadi faktor penentu dalam perlakuan yang kita berikan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan kesetaraan, yang seharusnya menciptakan lingkungan di mana semua individu diperlakukan dengan adil dan setara, belum tercapai sepenuhnya.
Meskipun sebagian besar sekolah memiliki kebijakan anti-pembullyan, implementasi dan penegakan kebijakan tersebut seringkali masih lemah. Kurangnya pemahaman, keterbatasan sumber daya, dan keengganan dalam melibatkan pihak berwenang dalam menangani kasus pembullyan dapat menyebabkan ketidakadilan dan kurangnya perlindungan bagi korban.
“Ustadzah… Kenapa banyak anak yang membullyku? Apakah Allah SWT tidak melarang itu?” begitu pertanyaan yang muncul dari siswa saya ketika saya berdialog dengannya. Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap sesama manusia, tidak menoleransi atau mendukung pembullyan dalam bentuk apa pun.
Bullying Bertentangan dengan Nilai-nilai Islam
Islam mengajarkan penghormatan terhadap kesetaraan dan keadilan bagi semua individu tanpa memandang suku, agama, ras, atau jenis kelamin. Setiap individu memiliki hak-hak yang sama dalam Islam. Pembullyan bertentangan dengan prinsip-prinsip ini, karena melibatkan perlakuan yang tidak adil, penindasan, dan penderitaan terhadap orang lain.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah satu kaum (pria) merendahkan kaum (pria) yang lain, boleh jadi yang diperolok-olokkan itu lebih baik daripada mereka, dan jangan pula wanita-wanita (merendahkan) wanita-wanita yang lain, boleh jadi yang diperolok-olokkan itu lebih baik daripada mereka. Janganlah kamu saling mencela dan jangan memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Q.S Al-Hujurat (49:11)
Ayat ini menekankan pentingnya tidak merendahkan dan memperolok-olokkan orang lain, serta melarang saling mencela dan menggunakan panggilan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa ada prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an yang memberikan landasan kuat untuk melarang perilaku pembullyan. Yakni mendorong perlakuan yang baik, adil, dan penuh kasih sayang terhadap sesama manusia.
Menerapkan Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan kesetaraan memiliki peran yang signifikan dalam mengurangi dan mencegah pembullyan di sekolah. Dalam konteks pendidikan kesetaraan, setiap siswa kita beri penghargaan, dan mengakui mereka sebagai individu yang unik, dengan hak yang sama untuk belajar dan tumbuh.
Pendidikan kesetaraan bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, menjadikan perbedaan dihormati dan diterima. Hal ini bisa terbangun menjadi budaya sekolah yang menghargai keberagaman. Kesetaraan tidak hanya kita teorikan, tetapi juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu aspek penting dari pendidikan kesetaraan adalah penyampaian pemahaman yang mendalam tentang pentingnya empati, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan. Siswa kita ajarkan untuk memahami perspektif orang lain, dan berempati terhadap pengalaman mereka.
Selain itu membangun hubungan yang positif dengan teman sekelas mereka. Ini membantu mengurangi konflik dan meminimalkan kesempatan bagi perilaku pembullyan untuk berkembang.
Guru harus memiliki dasar dalam memahami tanda-tanda pembullyan, serta memiliki keterampilan untuk melibatkan siswa dalam dialog, merespon pembullyan, dan mendukung korban. Hal ini bisa kita usahakan dengan mengikuti pelatihan dalam bidang pendidikan kesetaraan, manajemen kelas, dan penanganan konflik.
Fasilitas pelatihan dan kemauan guru perlu ada untuk mengurangi pembullyan. Guru juga harus melibatkan orang tua dalam membangun sikap yang menghargai perbedaan, memperkuat nilai-nilai empati perilaku di sekolah maupun di rumah.
Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kolaboratif
Pendekatan pembelajaran kolaboratif juga menjadi fokus dalam pendidikan kesetaraan. Siswa kita dorong untuk bekerja sama dalam kelompok, membangun tim yang inklusif, dan saling mendukung. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing, memastikan bahwa semua suara kita dengar, dan kita hargai.
Selain itu, sekolah perlu menetapkan kebijakan yang jelas dan tegas terhadap pembullyan, termasuk prosedur pelaporan dan penanganan kasus pembullyan. Kebijakan ini harus kita komunikasikan dengan jelas kepada semua anggota sekolah. Lalu menerapkan secara konsisten untuk memberikan perlindungan kepada korban dan memberikan sanksi kepada pelaku.
Untuk menangani pembullyan, pendidikan kesetaraan tidak hanya mengatasi gejala, tetapi juga berfokus pada pencegahan. Karena secara langsung melibatkan pengembangan keterampilan sosial dan emosional siswa. Hal tersebut dapat membantu mereka mengelola konflik secara konstruktif, membangun hubungan yang sehat, dan menjadi pembela bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
Pendidikan kesetaraan menawarkan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasi pembullyan di lingkungan pendidikan. Nilai-nilai kesetaraan, inklusi, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan, dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan ramah bagi seluruh siswa. []