Mubadalah.id – Menjelang bulan Maret, kita akan menggelar International Women’s Day (IWD) 2024. Perayaan hari besar untuk perempuan seluruh dunia dalam merefleksikan gerakan, ketimpangan sosial, diskriminasi, perlawanan, dan pemberdayaan, serta ketidakadilan lainnya. Dalam website resmi IWD, tema IWD tahun ini adalah Inspire Inclusion. Semuanya diharapkan menjadi dan memberikan inspirasi dalam membangun iklim inklusif, siapkah kita?
Membaca tema ini seakan-akan menyiratkan bahwa setiap kita adalah inspirasi bagi semuanya. Setiap kita mampu menginspirasi pada hal-hal kecil dan berbeda yang diterima dengan baik dalam tatanan masyarakat multikultural. Setiap gagasan individu dan kelompok diterima secara terbuka sebab kita semua memiliki kebutuhan dan cara pandang yang beragam.
Termasuk, melakukan beragam cara yang kita bisa untuk saling memberi inspirasi bagi sesama perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya.
Dalam website resmi IWD juga terdapat beberapa kalimat kunci seperti, ketika perempuan tidak hadir kita perlu bertanya kenapa, jika perempuan mengalami diskriminasi kita perlu mengecam perbuatan tersebut, ketika perempuan mengalami ketidakadilan kita perlu mengambil tindakan, dan kita perlu melakukan ini setiap saat. Tentu, ada banyak jalan menuju roma dan ada banyak sekali cara untuk membangun keadilan.
Secara umum, kita memang perlu mengamini bahwa situasi sosial hari ini belum sepenuhnya dapat menerima perbedaan, belum dapat menerima keterbukaan, dan belum mampu beradaptasi pada perbedaan itu sendiri. Baik itu perbedaan jenis kelamin, kemampuan, intelegensi, kreatifitas, perbedaan fisik, psikis, dan lainnya.
Kenapa harus Inklusif?
Selama ini, kita selalu hidup dengan upaya-upaya generalisasi dan penyeragaman serta kesamaan. Kita beranggapan bahwa kita sama dan memiliki kebutuhan yang sama dan memaknai kelompok yang berbeda dengan kita sebagai yang lain (the others).
Dengan begitu, proses eksklusi pada yang lain terjadi dan membentuk kelompok-kelompok seperti mayoritas dan minoritas, kelompok antar jenis kelamin, kelompok berdasarkan kelas sosial, dan kelompok-kelompok lainnya tanpa adanya relasi yang adil antara beragam perbedaan.
Setiap kelompok selalu memandang the others dengan kacamata mereka dan memberlakukan the others sesuai dengan kacamata mereka. Tanpa ada upaya untuk mengenal dari berbagai sudut pandang, termasuk dari sudut pandang orang lain. Proses eksklusi berlangsung ketika kita berjalan sesuai dengan kehendak dan cara pandang kita masing-masing.
Proses eksklusi juga berlangsung ketika tidak ada upaya untuk menerima keberagaman, baik fisik, psikis, jenis kelamin, ras, kelas, kemampuan, dan lainnya. Sehingga, seringkali terjadi soft oppression pada kelompok lain khususnya kaum rentan seperti perempuan, anak, dan kelompok disabilitas. Sebab dalam relasi-relasi seperti tadi, akan selalu ada yang dilemahkan dan yang diuntungkan karena ketidakmampuan menerima perbedaan.
Inklusif diperlukan untuk menjembatani keberagaman. Hal ini juga dapat kita lihat dari perspektif interseksionalitas, bahwa setiap orang ataupun kelompok akan berpotensi mengalamai penindasan dari berbagai sudut pandang dan identitas, misal karena jenis kelamim, ras, orientasi seksual, disabilitas, kewarganegaraan, dan agama, serta lainnya.
Ketika inklusifitas tidak menjadi paradigma dalam membangun keadilan sosial, maka eksklusi dapat terjadi. Hal ini tentu akan turut mengeksklusi kelompok lain pada bidang pemberdayaan ekonomi, kemampuan kepemimpinan, usaha, dan teknologi atau sains. Juga terjadi eksklusi pada ranah-ranah fasilitas seperti infrastruktur, layanan kesehatan, ketahanan pangan, kepemilikan lahan, pendidikan, dan lainnya kepada kelompok-kelompok rentan.
Siapkah kita Inspire Inclusion?
Menuju IWD 2024, sebelumnya kita bisa merefleksikan diri sejauh mana kemampuan kita dalam menerima perbedaan selama ini. Penerimaan yang baik akan berdampak pada suatu tindakan yang baik dalam membangun relasi yang adil dan setara dengan yang lain.
Penerimaan yang baik akan memicu kita bertindak pada ketidakadilan-ketidakadilan dan opresi yang berlangsung dalam relasi sosial. Bisa kita lihat dari sejauh mana kita memperlakukan orang lain dalam hidup kita selama ini?
Apakah kita salah satu pelaku opresi atau soft oppression kepada yang lain tanpa kita sadari? Apakah relasi kita selama ini telah diam-diam melemahkan orang lain? Kita bisa tambah pertanyaan lainnya dan jawab pelan-pelan sebagai sebuah refleksi.
Tema IWD 2024 seperti penuh dengan optimisme bahwa setiap orang, kelompok atau organisasi khususnya perempuan agar mampu menginspirasi dalam inklusi dengan baik. Tidak membutuhkan hal-hal besar, kita bisa melakukannya sesuai kemampuan kita dalam bertindak.
Kita juga bisa melakukannya bersama kelompok terdekat. Ketika setiap orang memulai untuk hal ini, kita akan membentuk collective action yang baik. Misal kita dapat memulai dengan meningkatkan sensitifitas kita pada kelompok-kelompok rentan, membongkar nilai-nilai yang tidak berperspektif keadilan dan melemahkan salah satu kelompok saja. Mulai membangun penerimaan-penerimaan terhadap perbedaan yang berlandaskan pada setiap individu memiliki kesamaan hak.
Kalau sudah begitu, siapkah kita menginspirasi dalam inklusi? Saya rasa jawaban yang yang pas adalah “siap”. Tinggal kita mulai saja. Dan pada IWD 2024 nanti, kita rayakan bersama-sama bagaimana kita menjadi inspirasi bagi sesama dan orang lain juga menginspirasi kita dalam membangun social inclusion. Yang terpenting, kita memiliki komitmen baik untuk membangun kesetaraan perempuan dan keadilan sosial bersama-sama. Selamat merayakan #InspireInclusion. []