• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menumbuhkan Literasi Pesantren Menjadi Tradisi

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan literasi jika ia mampu membaca dan menulis. Namun dalam pemahaman yang sesuai konteks saat ini, literasi tidak hanya dimaknai dari dua kemampuan tersebut

Herlina Herlina
19/04/2022
in Pernak-pernik
0
Literasi

Literasi

134
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kita sudah cukup tahu informasi terkini tentang peringkat Indonesia dalam bidang literasi dibanding negara lain. Hasil survey dari Program for International Student Assessment (PISA) oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2019 beberapa tahun lalu menyebutkan Indonesia di posisi ke 62 dari 70 negara.

Pernyataan itu sudah cukup jelas, literasi bangsa Indonesia membutuhkan perhatian khusus, lebih-lebih dari pemerintah pusat. Perlunya dukungan materi dan non materi bagi perkembangan literasi. Literasi jika dilihat dari definisi makna asalnya (sebelum mengalami perluasan), yaitu kemampuan membaca dan menulis.

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan literasi jika ia mampu membaca dan menulis. Namun dalam pemahaman yang sesuai konteks saat ini, literasi tidak hanya dimaknai dari dua kemampuan tersebut.

Menelisik kemampuan literasi menulis santri di Pesantren, seperti pesantren modern dan salaf, Di Indonesia hampir setiap wilayah terdapat bangunan lembaga pesantren, bahkan hampir di setiap kecamatan atau desa. Hal itu menunjukkan keislaman yang kental dan mendarah daging dalam kehidupan masyarakat (Bangsa Indonesia).

Kini pesantren merupakan salah satu tempat yang dipercaya oleh para orang tua untuk menitipkan putra-putrinya supaya mendapat lingkungan positif dan pengetahuan agama yang baik. Karena di sana santri diajari ilmu agama sebagai bekal menjalani hidup di masa depan.

Baca Juga:

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial

Falsafah Hidup Penyandang Disabilitas dalam “Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati”

Tantangan Difabel Tuli Dalam Mengakses Literasi Agama

Tradisi Menulis Santri

Dalam perspektif Ali Romadhani ia memandang bahwa literasi menulis santri merupakan penguat dakwah membumikan Islam (Ali Romadhani, 2016, p. 140). Dengan banyaknya santri yang berkarya dan dipublikasikan secara tidak langsung membentuk lingkungan yang kondusif. Pesantren sebagaimana tujuan didirikannya yakni menciptakan kultur positif serta mendidik santri sesuai syariat Islam.

Kultur pesantren memiliki ciri khas berbeda dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya. Dalam kajian Martin Van Bruinessen tentang ‘Tradisi Pesantren’ menyebutkan bahwa di pesantren terdapat tradisi baca kitab kuning (Martin Van Bruinessen, 1999, p. 18).

Pesantren dahulu dengan kurikulum khusus mereka yang berkembang secara otonom mengajarkan keilmuan agama, seperti baca tulis Kitab Kuning (Kitab klasik karya Ulama terdahulu). Namun, sebagaimana konteks yang berkembang saat ini, bahwa tradisi pesantren tidak hanya ‘Baca kitab’, para santri juga mulai aktif menulis suatu karya secara mandiri.

Namun dibalik itu, munculnya kultur menulis kalangan santri ternyata tidak lepas dari pengaruh keteladanan Kiai (Pengasuh Pesantren). Karena pengaruh ketokohan Kiai tersebut, menjadi teladan bagi para santri untuk mengikuti jejak panutannya yang pada akhirnya santri mulai menulis juga, menyampaikan ide pemikirannya dan hikmah keilmuan yang mereka pelajari selama di pesantren dengan genre tulisan yang beragam.

Dari kajian Tesis Herlina dalam Studi Literasi Pesantren Annuqayah Sumenep Madura menyatakan bahwa tradisi menulis santri terus berkembang dan tetap lestari dari generasi ke generasi. Buktinya, banyaknya percetakan buku, majalah-majalah di setiap lembaga pondok, mading, serta kelompok diskusi santri bertajuk literasi. Selain itu mayoritas santri banyak yang memiliki karya tulis yang sudah dimuat di berbagai penerbit dan di berbagai media (Herlina, 2019).

Lingkungan pesantren menjadi lebih semarak dengan munculnya para penulis santri. Adanya tradisi menulis santri di pesantren seakan merupakan transformasi baru bagi pesantren secara khusus, sebagai rahim yang melahirkan para cendikiawan muda.

Wacana keagamaan yang berkembang saat ini, membutuhkan campur tangan generasi cendekiawan yang ahli di bidangnya, sebagai filter informasi. Perkembangan ilmu pengetahuan seiring berkembangnya arus globalisasi yang menuntut peran aktif santri untuk menyampaikan suaranya tentang kebenaran sesuai dengan rujukan kitab karya para Ulama.

Santri sebagaimana fungsinya merupakan penerus para Ulama dalam menyampaikan hikmah keagamaan kepada publik. Oleh karena itu perannya benar-benar dibutuhkan mewarnai keadaan Indonesia saat ini.

Tantangan Pesantren Saat ini

Hadirnya pesantren diharapkan mampu menjadi jawaban dari setiap persoalan, terutama di lingkungan sekitar bahwa Pesantren memiliki visi yang konsisten dalam mencetak santri yang berpengetahuan agama dan memiliki keterampilan serta kompeten dalam menghadapi arus globalisasi.

Adanya tradisi menulis di pesantren, merupakan kabar baik bahwa pesantren tidak hanya fokus pada transfer ilmu pengetahuan keagamaan saja, melainkan harus mampu menjadi wadah yang tepat untuk tumbuh kembang santri dalam berproses menyiapkan diri di lingkungan masyarakat, kelak.

Arus globalisasi saat ini, dengan persaingan yang cukup ketat antarsesama, menuntut kita untuk memiliki skill yang beragam. Adanya tradisi menulis santri bagi pesantren harusnya merupakan kesempatan yang tepat dalam bertransformasi dan berinovasi. Berkembang menyesuaikan konteks dengan harapan menjadi jawaban publik untuk meyakinkan mereka, bahwa Pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang tepat dalam mencetak generasi emas yang kompeten.

Beberapa Pesantren di Indonesia saat ini setidaknya mampu menjadi icon percontohan sebagai lembaga pendidikan Islam dalam berinovasi menjawab tantangan globalisasi. Tidak ada pemisahan atau diferensiasi keilmuan, mana yang harus diutamakan.

Sebab semua ilmu pada hakikatnya penting untuk kita, sebagai bekal hidup di dunia dengan menjadi manusia yang bermoral dan berpengetahuan. Sebab saat ini, kita tengah krisis manusia pintar yang bermoral. Wallahu a’lam. []

 

Tags: literasimenulisPenulis SantriPondok PesantrenTradisi Literasi
Herlina

Herlina

Perempuan asal Sumenep, Madura kelahiran 31 Juli 1993. Alumni UIN Sunan Kalijaga, sekarang aktif di kegiatan sosial Yogya, perempuan pencinta alam, penikmat kopi dan buku. Selain itu tengah belajar berbisnis dan membangun usaha mandiri. Untuk saling tegur sapa, bisa dikunjungi melalui akun media Twitter: @Ellyn_31, IG: @ellynmusthafa, Email= ellynmustafa@gmail.com

Terkait Posts

Anda Korban KDRT

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

7 Juni 2025
KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID