Rabu, 29 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Backburner

    Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Sustainable Living

    Pemuda, Sustainable Living dan Keadilan Antar Generasi

    Sunat Perempuan

    Tidak Ada Perintah Sunat Perempuan dalam Al-Qur’an dan Hadis

    Pendidikan Inklusif

    Pendidikan Inklusif: Membuka Ruang Keadilan Bagi Penyandang Disabilitas

    Sunat Perempuan

    Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

    Pemilu inklusif

    Revisi UU Pemilu, Setapak Menuju Pemilu Inklusif

    P2GP

    P2GP, Warisan Kekerasan yang Mengancam Tubuh Perempuan

    Kesalingan dalam Pendidikan

    Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Backburner

    Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Sustainable Living

    Pemuda, Sustainable Living dan Keadilan Antar Generasi

    Sunat Perempuan

    Tidak Ada Perintah Sunat Perempuan dalam Al-Qur’an dan Hadis

    Pendidikan Inklusif

    Pendidikan Inklusif: Membuka Ruang Keadilan Bagi Penyandang Disabilitas

    Sunat Perempuan

    Sunat Perempuan dan Kekeliruan Memahami Ajaran Islam

    Pemilu inklusif

    Revisi UU Pemilu, Setapak Menuju Pemilu Inklusif

    P2GP

    P2GP, Warisan Kekerasan yang Mengancam Tubuh Perempuan

    Kesalingan dalam Pendidikan

    Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Mubadalah sebagai Jalan Kemenyatuan dengan Allah Swt

Tafsir ayat 21-29 Surat al-Baqarah

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
9 Agustus 2020
in Ayat Quran
0
Mubadalah sebagai Jalan Kemenyatuan dengan Allah Swt

Ilustrasi alam (sumber: yufidia.com)

548
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pembicaraan sebelumnya, sejak awal Surat al-Fatihah, mengenai panduan hidup (hidayah), yang berakar pada kehambaan kita pada Allah Swt dan berdampak pada relasi kemanusiaan kita antar sesama, adalah untuk membangkitkan kesadaran kita akan tujuan hidup. Hidup ini, jika tanpa tujuan yang jelas, ia tidak akan bermakna. Kenikmatan yang datang hanya akan dirasakan sekadar kesenangan lahiriyah belaka yang sesaat. Apalagi kesengsaraan, yang pasti selalu ada dalam hidup, tanpa tujuan hidup, akan mudah melumpuhkan jiwa dan menghancurkan perasaan.

Al-Qur’an berkal-kali, dalam berbagai ayat, selalu mengingatkan kita pada tujuan-tujuan hidup yang harus kita capai. Baik yang pendek, menengah, maupun yang panjang dan jauh ke depan. Yang utama adalah kemenyatuan jiwa kita dengan Allah Swt. Kita berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya (QS. Al-Baqarah, 2: 156). Berkali-kali hal ini diingatkan al-Qur’an. Kemenyatuaan ini adalah kisah asal muasal kita, sebagai manusia. Ini juga sekaligus tujuan hidup di sini, sekarang, dan di sana, kelak di hari akhir nanti. Jiwa kita ini, jika sering diajak mengingat-Nya (dzikrullaah), ia akan mudah tenang, nyaman dan bahagia (QS. Ar-Ra’d, 13: 28). Dan hanya dalam kejiwaan yang tenang inilah, kita akan mudah menyatu dan pulang kembali kepada Allah Swt (QS. Al-Fajr, 89: 28).

Salah satu tujuan hidup, yang merupakan bagian dari tujuan kemenyatuan ini, yang sering disebut al-Qur’an adalah meraih ketakwaan. Takwa, seperti yang telah dijelaskan, adalah kesadaran kita akan kehadiran Allah Swt, sehingga kita merasa terlindungi dari segala keburukan dan terberi dengan segala kebaikan. Tentu saja, setiap orang tidak bisa terlepas dari kondisi buruk dan baik, cemas dan bahagia, atau negatif dan positif, tetapi takwa akan menjadi filter agar dampak dari keduanya tidak menghancurkan jiwa kita, melainkan justru memperkuat ketahanan dan ketangguhan kepribadian kita (QS. Al-Hadid, 57: 23). Takwa, karena itu dalam kata lain, adalah ketahanan dan ketangguhan jiwa.

La’allakum tattaquun. Agar kalian semua bertakwa. Agar kalian semua sadar dengan kehadiran-Nya. Agar kalian semua terlindungi dari segala keburukan. Agar kalian semua tahan dan tangguh jiwanya. Kata “la’alla” mengingatkan kita pada tujuan. Diartikan dalam bahasa Indonesia “agar supaya”. Kata ini disebut al-Qur’an sebanyak 129 kali, mengenai tujuan berbagai hal terkait kehidupan ini. Yang persis dengan ungkapan “la’allakum tattaquun” ada di 6 ayat di berbagai surat al-Qur’an.

Yaitu, ada tentang kehambaan kita pada-Nya yang bertujuan ketakwaan (QS. Al-Baqarah, 2: 21), belajar dari pelajaran kaum terdahulu (QS. Al-Baqarah, 2: 63 dan al-A’raf, 7: 171), hukuman setimpal (QS. Al-Baqarah, 2: 179), puasa kita dan orang-orang terdahulu (QS. Al-Baqarah, 2: 183), dan ada tentang memelihara harta anak yatim (QS. Al-An’am, 6: 153).

Al-Baqarah (2: 21) adalah ayat pertama secara tertib penempatan Mushaf dengan frase “la’allakum tattaquun”. Ia mengingatkan pada tujuan hidup kita, untuk terus merasakan kehadiran Allah Swt dalam kehidupan ini, agar terlindungi dari segala keburukan, dan terlahir jiwa-jiwa yang tangguh menghadapi segala percobaan hidup, tahan banting, dan tenang.

Ayat ini mengingatkan manusia akan kehambaan mereka semua di hadapan Allah Swt, melalui kenyataan bahwa kita dan semua orang-orang terdahulu kita adalah ciptaan-Nya (2: 21), yang sama-sama menikmati bumi yang indah ini, yang juga merupakan ciptaan-Nya (2: 22).

Bisa saja, seseorang masih ragu dengan kisah hidup asal muasal manusia ini, dengan panduan dan tujuanya, lalu juga menyangsikan rujukannya, yaitu al-Qur’an, maka Allah Swt menantangnya untuk mendatangkan rujukan yang sepadan, dengan kisah lain, yang juga sepadan (2: 23). Tentu saja tidak bisa, dan kalaupun ada, maka rujukan dan kisah hidup yang didatangkannya justru akan menjerumuskannya pada kehidupan sengsara, dan berakibat masuk di dalam neraka (2: 24).

Orang-orang yang beriman pada kisah hidup ini, tentu saja dibarengi dengan perilaku dan tindakan nyata berupa perbuatan-perbuatan baik (‘amal shalih), maka tiada balasan yang setimpal bagi mereka kecuali surga (2: 25). Ayat ini menyebutnya “jannaat”, kebun-kebun yang rindang, kanan dan kirinya ada sungai-sungai mengalir, penuh pohon-pohon buah, dan para penghuninya hidup bersama dengan pasangan yang tulus dan setia (azwaajan muthahharah).

Orang-orang yang beriman pada kisah hidup ini, menerima panduan (hidayah) dan mengejar tujuanya (taqwa), bisa belajar, bahkan dari lalat sekalipun. Sementara orang-orang yang ingkar, tidak akan bisa belajar dari apapun, sehingga mereka akan terus melawan dan berbuat onar (2: 26).

Karena tidak beriman, tidak memiliki panduan dan tujuan hidup, mereka akan mudah mengkhianati komitmen, menghancurkan kesepakatan yang kuat sekalipun, memutus tali persaudaraan, dan melakukan kerusakan-kerusakan di muka bumi. Mereka juga, sesungguhnya, merugikan diri mereka sendiri (2: 27).

Mereka yang ingkar dan berbuat onar ini, tidak sadar bahwa sesungguhnya dulu tidak ada. Mereka diciptakan Allah Swt, lalu hidup. Sehebat dan sekuat apapun, usia mereka akan habis, lalu meninggal dunia. Mereka juga akan dihidupkan kembali, dihadapkan kepada-Nya, untuk mempertanggung-jawabkan apa yang mereka perbuat di muka bumi ini. (2: 28).

Iman atau ingkar, kita semua akan kembali kepada-Nya. Karena kita, hakikatnya, berasal dari-Nya. Dia lah yang menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di muka bumi ini, untuk kita semua, terlepas kita beriman ataupun ingkar (2: 29).

Yang beriman akan sadar dengan kisah hidup ini, lalu memiliki panduan (hidayah) dan tujuan hidup yang jelas (taqwa). Yang ingkar, mungkin akan mencari-cari sendiri, dan jika yang ditemukannya adalah selain kisah, panduan, dan tujuan hidup ini, maka mereka pasti akan berbuat onar, membikin kerusakan, dan sesungguhnya mereka merugikan diri mereka sendiri.

Kisah asal muasal hidup manusia ini penting selalu dihadirkan agar kita memiliki panduan (hidayah) dan tujuan (taqwa) dalam menjalani kehidupan ini. Takwa adalah kemenyatuan kita dengan Allah Swt. Kemenyatuan ini, seperti digambarkan dalam Surat al-Fatihah, hanya mungkin dimulai dengan kesadaran kehambaan kita, semua umat manusia, di hadapan-Nya. Karena hanya dengan cara inilah, kita mengakui-Nya sebagai Tuhan, dan kita merasa penting untuk kembali pada-Nya. Orang yang tidak sadar kehambaan dirinya di hadapan-Nya tidak akan merasa perlu kembali pada-Nya, dia akan menjauh, dan tersesat dari jalan-Nya. Dia tidak sadar. Dia ingkar. Dia lalu tidak mau menyatu.

Ini sisi vertikal dari kesadaran kemenyatuan kita pada Allah Swt (taqwa). Sisi lain, yang horizontal, karena hanya Allah Swt yang Tuhan, maka semua manusia diperlakukan sebagai sesama hamba-hamba-Nya, yang setara, bermartabat, dan mulia. Relasi antar hamba, yang terlahir dari kesadaran kemenyatuan dengan-Nya, adalah relasi kesalingan dan kerjasama (mubadalah).

Ada banyak orang yang mungkin mengklaim menyatu dengan Allah Swt, atau menjadi juru bicara-Nya. Tetapi jika tidak dibarengi dengan relasi kesalingan dan persaudaran antar sesama, maka klaimnya adalah bohong dan palsu.

Misalnya, al-Qur’an menegaskan bahwa Allah dan Rasul-Nya mengajak pada kehidupan (QS. QS. Al-Anfal, 8: 24), maka jika ada pendakwah yang mengajak pada kematian, pasti dia pembohong. Al-Qur’an menegaskan misinya adalah kasih sayang (QS. Al-Anbiya, 21: 107), maka penceramah Islam yang menebar kebencian dan permusuhan adalah pasti pembohong.

Al-Qur’an menegaskan bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan adalah kemitraan dan kesalingan (QS. At-Taubah, 9: 71), baik dalam hal ritual, familial, maupun sosial, maka ustadz atau ustadzah yang sehari-hari merendahkan perempuan di hadapan laki-laki, menganggapnya harus selalu taat dan patuh kepadanya, bukan sama-sama patuh kepada Allah Swt, memintanya tunduk dan melayani laki-laki, bukan saling melayani satu sama lain untuk tunduk pada Allah Swt, maka dipastikan mereka adalah pembohong.

Jikapun bukan pembohong, mereka adalah salah jalan dan salah tujuan. Bisa jadi, mereka orang-orang baik, beriman dengan kisah hidup manusia yang diceritkan al-Qur’an, yakin dengan panduan (hidayah) dan tujuan hidup (taqwa), menerima dan berkomitmen dengan kehambaan pada-Nya, mereka ingin menuju alamat yang sama, menyatu dengan-Nya, tetapi alamat dan tujuannya salah. Kemenyatuan dengan Allah Swt hanya bisa diawali dengan penghambaan kepada-Nya (‘ubudiyah) dan diartikulasikan dengan relasi kesalingan antar sesama (mubadalah).

Demikianlah panduan (hidayah) dan jalan yang lurus itu (ash-shiroot al-mustaqiim). Demikianlah jalan yang akan membawa kita sampai pada alamat tujuan kita, kembali kepada Allah Swt, menyatu dengan-Nya. Semoga kita semua terus diberi petunjuk dan panduan, untuk merambah jalan ini, agar sampai, kembali, dan menyatu dengan Allah Swt sebagai jiwa-jiwa yang tenang dan tentram (an-nafs al-muthma’innah). Amiin.

Yaa ayyatuhan nafsul muthma’innah, Iriji’ii ilaa rabbiki roodhiyatan mardhiyyah, fadkhulii fii ‘ibaadii wadkhulii jannatii.

Tags: jalan AllahtafsirTafsir al-Baqarahtafsir al-qurantafsir mubadalahTasawuf al-Qur'anTasawuf Mubadalah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Kenikmatan Surga
Hikmah

Bidadari dan Bidadara: Tafsir Mubadalah atas Kenikmatan Surga bagi Laki-laki dan Perempuan

9 Oktober 2025
Surga yang Maskulin
Hikmah

Menggugat Tafsir Surga yang Sangat Maskulin

8 Oktober 2025
al-ummu madrasah ula
Keluarga

Membaca Ulang Al-Ummu Madrasah Ula dalam Tafsir Mubadalah

1 Oktober 2025
Aurat
Hikmah

Batas Aurat Perempuan dalam Islam: Ragam Tafsir dan Konteks Sosialnya

22 September 2025
Seksualitas Perempuan dalam
Hikmah

Aurat dan Fitnah: Pergulatan Tafsir Seksualitas Perempuan dalam Islam

22 September 2025
Nilai Asih-asuh
Keluarga

Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik

15 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemuda, Sustainable Living dan Keadilan Antar Generasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penyebab dan Cara Mengatasi Intoleransi Di Indonesia yang Perlu Diketahui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Akhlak Dan Menyemai Kesalingan Dalam Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam
  • Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat
  • Pemuda, Sustainable Living dan Keadilan Antar Generasi
  • Tidak Ada Perintah Sunat Perempuan dalam Al-Qur’an dan Hadis
  • Pendidikan Inklusif: Membuka Ruang Keadilan Bagi Penyandang Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID