Mubadalah.id Perempuan bukan hanya memiliki kapasitas sebagai ulama dan cendekiawan, sebagian ulama bahkan menyebut sejumlah perempuan sebagai Nabi sehingga tidak perlu aneh terhadap dikusi tentang nabi perempuan. Meski tak disebutkan namanya secara eksplisit.
Ada beberapa nama perempuan yang disebut sumber-sumber Islam yang diindikasikan dan layak disebut Nabi Perempuan. Mereka adalah Siti Hawa, Siti Maryam, Siti Asiah (isteri Firaun) dan Ummi Musa (ibunda nabi Musa), Siti Hajar dan Siti Sarah.
Imam al-Suyuthi ulama terkemuka menulis dalam kita al-Asybah wa an-Nazh
هل يجوز أن تكون المرأة نبية ؟ اختلف في ذلك . وممن قيل بنبوتها : مريم . قال السبكي في الحلبيات : ويشهد لنبوتها ذكرها في سورة مريم ، مع الأنبياء . وهو قرينة . قال : وقد اختلف في نبوة نسوة غير مريم ، كأم موسى ، وآسية ، وحواء ، وسارة ولم يصح عندنا في ذلك شيء انتهى
“Bolehkah perempuan menjadi Nabi?. Para ulama berbeda pendapat. Diantara perempuan Nabi adalah Siti Maryam. Imam Al-Subki menyebut nama ini disebut dalam surah Maryam. Selain Maryam ada nama Ummi Musa (ibunya Nabi Musa), Siti Asiah (istri Firaun), Hawa (istri Nabi Adam) dan Siti Sarah (istri nabi Ibrahim). Menurut mazhab kami pendapat itu tidak sahih.”
Ahli tafsir besar, al-Qurthubi, mengatakan: “menurut pendapat yang sahih, Siti Maryam adalah Nabi perempuan, karena Tuhan menurukan wahyu kepadanya sebagaimana kepada nabi-nabi yang lain”.
Imam Al Qurthubi (w. 671 H) mengambil pandangan ini berdasarkan firman Allah
وَاِذْ قَالَتِ المَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ اِنَّ اللهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَآءِ العَالمَيِن َ
“Dan manakala Malaikat mengatakan: “Hai Maryam sesungguhnya Allah memilihmu, mensucikanmu dan mengunggulkanmu di antara perempuan-perempuan lain di dunia).” (Q.S. Ali Imran, [3]:42).
Mayoritas besar ulama memang tidak mengakui mereka sebagai Nabi atau setaraf Nabi. Mereka mengakui perempuan-perempuan tersebut di atas merupakan tokoh-tokoh besar dan teladan bagi masyarakatnya.
Imam Abu Hasan al-Asy’ari, tokoh utama Islam Sunni, mengatakan bahwa tidak ada seorang perempuanpun yang menjadi Nabi, melainkan asshiddiqah (perempuan-2 yang jujur, terpercaya).
Terlepas dari apa sebutannya, Nabi atau bukan, para perempuan di atas adalah ulama dengan seluruh maknanya yang terhormat itu. Wallahu A’lam.[]