Mubadalah.id – Hampir lebih dari tiga bulan terakhir berita terkini di media sosial saya penuh menyoal pemilu. Mulai dari potongan video keren hingga lucu banyak paslon yang beredaran di setiap lini media sosial. Dan itu adalah bagian dari indahnya Indonesia.
Hingga pada akhirnya, suatu sore saya membuka beranda berita scrool sampai bawah dan terlihat bahwa saat ini Indonesia juga tengah memperjuangkan pertandingan sepak bola dalam ajang Piala Asia 2023 pada Januari 2024 ini.
Sepak bola menjadi olahraga yang banyak digemari oleh banyak kalangan. Tua muda, laki-laki maupun perempuan, banyak yang menyukai olahraga tersebut.
Dalam menciptakan keseimbangan tidaklah cukup hanya berfokus kepada satu hal. Seimbang dalam menjalani kehidupan tentusaja seimbang antara yang kita lakukan sebagaimana aktivitas dengan apa yang kita pikirkan. Dengan demikian keseimbangan akan muncul dari banyak sisi.
Pada momentum perebutan piala Asia 2023 kali ini, saya rasa media sosial kita banyak sekali yang tertimbun oleh narasi yang fokus pada satu aspek. Selain itu kebetulan momentumnya kok ya pas sedang ada pesta demokrasi Pemilu 2024.
Kembali kepada sepak bola, olah raga yang membutuhkan kerjasama antar tim, tidak akan pernah mencetak gol yang indah jika bola hanya digiring dengan seorang saja.
Sepak Bola Simbol pluralisme
Bagaimana tidak, saat banyak sekali pertandingan sepak bola yang terjadwal, baik itu adalah skala lokal, nasional bahkan internasional, yang awalnya atidak menyukai bisa dengan tiba tiba like banget dengan olaharaga satu ini. Mungkin tidak semua setuju, tapi mayoritas pasti banyak yang menyetujui hal ini.
Terdapat sisi yang unik dalam sepak bola. Terlihat dari susunan pemain di sebuah tim. Pemain di sebuah tim tentu berasal dari latar belakang suku, agama, dan ras yang berbeda.
Setiap tim sepak bola, baik klub maupun yang mewakili suatu negara (tim nasional) selalu mencerminkan keragaman asal-usul pemain-agama, etnis atau yang lain-tetapi berada dalam satu ikatan batin dan cita-cita kolektif yang solid dan keberagaman yang arif.
Tidak peduli dari suku yang mana, budayanya bagaimana dan agamanya apa, ketika sudah berkumpul dalam satu lapangan hijau semua akan sama, pun berlaku untuk pendukung dan juga para penontonnya, yang terlintas hanyalah satu, mereka yang bertanding mengharumkan nama negaranya.
Seluruh pemain yang berbeda latar belakang bisa bersatu tanpa adanya batasan dan sesuai dengan ikatan yang ada di dalam tim sepak bola tersebut. Hal ini juga mengajarkan kepada kita bahwa pluralisme ini bisa dibilang sebagai “ruh” dari sepak bola.
Bukan suatu hal yang berlebihan apabila pluralisme ini tidak bisa terjaga dengan baik maka tentu tim sepak bola tersebut tidak hidup dan mengalami kehancuran.
Ruh Perdamaian
Menyoal perdamaian adalah gagasan tentang kebahagiaan. Bagaimana kita mampu menjalani kebahagiaan dengan -berdampingan. Tidak hanya berdampingan dengan pasangan kita, namun juga berdampingan antar negara sedunia, untuk bersama menguatkan gagasan kebahagiaan melalui perdamaian.
Perdamaian memiliki ruh yang sangat penting bagi setiap negara, perdamaian bukan hanya sekedar tidak ada peperangan, lebih dalam daripada itu perdamaian adalah tentang merasakan kebahagiaan dan kebebasan.
Al-Quran menekankan kepada umat Islam untuk menjalankan peran sebagai ummatan wasathan (umat tengah) yang terus dapat mengutamakan moderasi dalam segala aspek kehidupan. Perdamaian tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Islam mengajarkan pentingnya dialog, toleransi, dan penyelesaian konflik melalui jalan yang damai. Islam melarang tindakan brutal, pembunuhan sembarangan, dan merusak lingkungan selama konflik. Prinsip-prinsip ini mencerminkan kepedulian Islam terhadap kemanusiaan dan menjauhkan umatnya dari tindakan kekerasan yang tidak beralasan. Islam menempatkan keadilan sebagai salah satu nilai utama.
Kanjeng Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk saling “rahmah” saling cinta kasih tanpa memandang status keragaman yang melekat pada diri manusia. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Anfal ayat 61 mengatakan:
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Jika kita menghayati ayat di atas, sungguh indah sekali Allah mengajarkan perdamaian sebagai jalan menuju hakikat ketakwaan kepadanya, bisa juga sebagai jalan menuju cinta kepadanya.
Ayat tersebut mengajarkan dan mengingatkan kepada kita untuk terus dapat merawat perdamaian. Sepak bola sebagai simbol perdamaian menggambarkan betapa tidak ada batasan dan perbedaan dalam kita menikmati olahraga sepakbola, baik pemain maupun suporternya.
Pemersatu Bangsa Melalui Sepak Bola
Sebagai salah satu olahraga tertua, sepak bola di masa lampau bahkan menjadi olahraga pemersatu ketika Perang Dunia Pertama. Singkatnya, pada Perang Dunia Pertama, Inggris dan Jerman sepakat melakukan genjatan senjata dan mengisinya dengan bertanding sepak bola. Seolah mereka melupakan sejenak perang yang sebelumnya saling tembak.
Sepak bola menjadi bahasa universal yang bisa menyatukan. Hal ini mengingat sepak bola tidak melihat dari Suku, Agama dan Ras (SARA), melainkan perbuatannya, penampilannya, kontribusinya serta spiritnya. Bukan dari agamanya, sukunya apalagi ketampanannya. Kita melihat bagaimana ruh perdamaian tersemat pada ukhuwwah basyariyyah (persaudaraan sesama manusia) terjalin di sepak bola.
Selain itu, Konon juga, sepak bola ampuh untuk meredam konflik horisontal yang terjadi di masyarakat. Untuk hal ini, ada baiknya pemerintah khususnya menteri terkait perlu mencoba dalam menangani konflik-konflik, selain dengan ceramah, seminar dan lobi-lobi, yaitu dengan menggelar turnamen sepak bola di daerah konflik. Dengan digelarnya sepak bola, semua akan menyatu dan kembali jadi manusia, terutama ketika yang dinanti tiba, gooolll. []