Mubadalah.id – Di Indonesia, alasan utama praktik pemotongan atau perlukaan genitalia perempuan (P2GP) masih bertahan adalah pemahaman agama dan tradisi keluarga.
Sebagian masyarakat meyakini bahwa sunat perempuan adalah simbol legalitas untuk menjadi seorang Muslimah. Mereka melakukannya bukan karena memahami makna spiritualnya. Melainkan karena mengikuti tradisi yang diwariskan.
Namun, seperti dalam riset Mitra Inti menjelaskan, banyak masyarakat yang sebenarnya mengetahui bahwa praktik ini tidak memberikan manfaat apa pun bagi kesehatan. Mereka tetap melakukannya semata karena tekanan sosial dan budaya yaitu ketakutan akan tidak suci, tidak bersih, atau tidak sopan bila anak perempuannya tidak ia sunat.
Kondisi ini menunjukkan bahwa praktik P2GP lebih merupakan persoalan sosial-budaya dan keagamaan yang orang-orang persepsi secara keliru, bukan perintah agama.
Padahal, Islam sendiri menjunjung tinggi prinsip la dharar wa la dhirār (tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan). Dengan demikian, segala tindakan yang melukai tubuh tanpa dasar kesehatan, apalagi terhadap anak, sejatinya bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Tubuh Perempuan Bukan Wilayah Kekuasaan
Kekerasan terhadap tubuh perempuan sering kali dikontrol, diatur, dan dilukai dengan dalih menjaga kesucian. Padahal, tubuh bukanlah objek kontrol sosial. Melainkan hak asasi perempuan itu sendiri.
Dalam konteks P2GP, perempuan bahkan sejak kecil ia diperlakukan sebagai objek yang harus dibentuk sesuai norma sosial tertentu. Mereka tidak memiliki pilihan, tidak diberikan penjelasan, dan seringkali tidak diizinkan menolak.
Praktik ini memperlihatkan bagaimana sistem patriarki bekerja halus dalam lapisan budaya dan agama, mengendalikan tubuh perempuan atas nama moral.
Perspektif keagamaan yang berkeadilan, sebagaimana menurut pandangan para ulama perempuan di Indonesia melalui KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia), bahwa setiap praktik yang menimbulkan bahaya fisik dan psikis terhadap perempuan. Apalagi anak-anak, adalah bentuk kekerasan yang harus kita tolak.
Karena, prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin seharusnya melindungi, bukan menyakiti.











































