Mubadalah.id – Sopan santun atau etika adalah akhlak yang bersifat lahir. Ukuran sopan santun bertumpu pada cara pandang suatu masyarakat. Artinya, suatu tingkah laku yang dipandang sopan oleh suatu masyarakat mungkin dipandang sebaliknya oleh masyarakat lain, disebabkan cara pandang yang berbeda.
Sopan santun kita butuhkan ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain, dengan penekanan terutama:
Pertama, kepada orang yang lebih tua, yaitu orangtua, guru, atau atasan. Kedua, kepada yang lebih muda, yaitu anak, murid, atau bawahan. Ketiga, kepada orang yang setingkat, sebaya usia maupun setingkat status sosial.
Sopan santun juga diperlukan ketika komunikasi kepada orang lain dengan kategori kawan dan lawan. Sopan santun kepada lawan mempunyai kekuatan diplomasi yang lebih kuat dibandingkan dengan perilaku kasar. Kesopanan dapat menambat hati lawan, sementara kekasaran hanya menabur dendam.
Seorang bijak, Ahnaf ibn Qais mengatakan bahwa kunci kesuksesan seseorang dalam pergaulan itu secara bertingkat ada enam:
Pertama, kepekaan akal. Kedua, sopan santun tinggi, Ketiga, sahabat sejati. Keempat, hati yang mengikat. Kelima, kemampuan untuk diam, dan keenam, cepat mati.
Maksud perkataannya ini adalah bahwa sangat beruntung jika orang memiliki akal yang peka, yaitu cerdas dalam mencari solusi dan mampu memahami situasi, sebagai perwujudan dari kecerdasan emosional.
Jika tidak mempunyai kepekaan akal, orang masih tertolong jika memiliki sopan santun yang tinggi. Kalaulah kurang sopan, tidak mengapa asal memiliki banyak sahabat yang bisa meyakinkan orang lain atas kekurangannya, atau masih memiliki kelembutan hati meski ia salahpahami.
Jika empat hal ini tidak ada pada seseorang, ia masih bisa selamat asal banyak diam. Dan jika diam pun tidak bisa, yang terbaik baginya adalah cepat mati. []