Mubadalah.id – Isu kekerasan seksual terhadap anak di negara Indonesia, akhir-akhir ini semakin meningkat. Tahun 2021 hingga saat ini tercatat dari data kemen PPA dari bulan Januari hingga September 2021 sebanyak 9.428 kasus. Adapun rincian kasusnya terdiri dari 2.274 kasus kekerasan fisik, 2.332 kasus kekerasan psikis, 5.628 kasus kekerasan seksual, 165 kasus eksploitasi anak, 256 kasus TPPO, 652 kasus penelantaran anak, serta kasus kekerasan lain berjumlah 1.270.
Peningkatan kasus kekerasan terhadap anak, memunculkan kekhawatiran berlebih para orang tua. Pasalnya, kekerasan tidak hanya terjadi di lingkungan publik, lingkungan pendidikan bahkan dari sanak keluarga juga termasuk di dalamnya. Kekerasan terhadap anak dapat berimplikasi pada munculnya rasa trauma, stress, dan depresi.
Pedidikan seksual dipahami sebagai usaha mendidik anak yang tujuannya adalah mengenalkan organ-organ reproduksi, fungsi-fungsinya, serta langkah-langkah melindungi diri dari kejahatan-kejahatan. Kemudian menurut pandangan para tokoh, seperti Muhammad Nasih Ulwan, pendidikan seksual merupakan upaya penyadaran anak pada hal-hal yang berkaitan dengan naluri seksual, cara mengontrol dan melindungi diri, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Tidak jauh berbeda dari pandangan Ali Akbar tentang pendidikan seksual. Dengan didasarkan pada syariah Islam, ia menyebutkan pendidikan seksual merupakan upaya mengatur seksualitas yang dimulai dari aurat, pakaian, penglihatan, nafsu dan syahwat diri. Maksudnya, pendidikan seksual merupakan upaya mengontrol diri dari syahwat.
Pendidikan seksual tidak selalu dikonotasikan pada masalah berhubungan intim. Bentuk-bentuk kekerasannya beragam, seperti mencium paksa, memasukkan benda pada bagian tubuh, memperlihatkan alat vital, cat calling, menyebut bagian-bagian tubuh yan terkait dengan seksual, dan serangan visual seperti menyebarkan foto korban.
Kekerasan seksual pada anak harus segera dihentikan atau paling tidak menekan laju peningkatan kasus yang saat ini semakin mengerikan. Caranya, bisa dengan menanamkan pendidikan seksual sedini mungkin terhadap anak, atau bahkan bagi seluruh lapisan masyarakat, dewasa, remaja, bahkan tua.
Pendidikan seks memang perlu ditanamkan kepada anak, agar ia memiliki pengetahuan sejak dini. Hal ini merupakan tugas lingkungan atau lembaga pendidikan sebagai lembaga tempat penanaman karakter. Selain itu, dukungan keluarga sebagai pendidikan pertama anak tetap memiliki fungsi yang urgen. Artinya harus ada kerjasama antara keluarga dan lembaga pendidikan. Dengan begitu pendidikan seksual anak dapat tertanam dengan tepat.
Mengapa Pendidikan Seksual Wajib Dikenalkan pada Anak?
Penanaman pengetahuan dan wawasan seksual pada anak, bertujuan supaya anak memiliki kontrol diri dan melindungi dari dari tindak kejahatan yang bisa menimpanya suatu waktu. Langkah preventif ini wajib dilakukan dengan berdasar pada data kekerasan seksual yang semakin meningkat hingga detik ini.
Bagaimana caranya? Muhammad Nasih Ulwan memberi solusi, cara mendidik seks pada anak dengan mengenalkan etika-etika, semisal etika meminta izin terlebih dahulu, etika melihat lawan jenis maupun sesama jenis, dan etika melihat anak laki-laki dan perempuan lain.
Sedang dalam pandangan Ali Akbar, dalam syariah Islam peran orang tua maupun guru mengenalkan anak dengan beberapa cara. Semisal pada bayi yang baru lahir dengan mengazankan dan mengiqamahkan, mendoakannya, mengaqiqahkan bayi, mengkhitankan anak laki-laki, menutup aurat, mengajarkan ibadah, larangan melihat aurat, dan larangan melihat lawan jenis.
Dari kedua tokoh ini, pendidikan seksual senyatanya bertujuan memberikan penyadaran bagi anak pentingnya melindungi diri dan menjaga diri. Agama memiliki peran sumbangsih materi penanaman moral anak dan etika-etikanya. Tidak hanya Islam, setiap agama memiliki cara khusus dalam menanamkan moral anak supaya selamat dari kekerasan.
Indonesia harus terbebas dari kasus kekerasan terhadap anak. Bahkan hal ini, meminta peran pemerintah hadir dengan memberikan payung hukum untuk menekan peningkatan kasus kejahatan kekerasan seksual.
Dapat pula dibayangkan, bila generasi muda Indonesia tumbuh dari trauma berkepanjangan, dan implikasi kekerasan yang menimpanya. Dalam kajian psikologi, anak tidak akan mengalami masalah dalam perkembangan psikisnya bilamana ia selesai dalam fasenya. Berbeda umur, berbeda pula fase yang dilalui anak.
Bukankah tujuan pendidikan terintegrasi dengan keberhasilan pencapaian diri? Bagaimana pun caranya, anak berhak hidup aman dan melalui fase-fasenya dengan baik. Kekerasan seksual, berimplikasi buruk pada perkembangan psikis dan fisik anak.
Suatu kisah yang pernah diungkapkan Santrock tentang anak remaja umur 15 tahun hamil di luar nikah. Masa depan yang telah direncanakan oleh anak tersebut hancur karena hamil. Ia tidak memiliki tempat berbagi keluh kesah bahkan terhadap orang tua. Kondisi ini sering mematahkan diri seseorang hingga mudah memutuskan untuk mengakhiri nyawanya.
Maka bisa dibayangkan bila hal demikian terjadi pada generasi muda Indonesia?
Pendidikan seksual penting dikenalkan pada anak sedini mungkin, sebagai langkah preventif dan perlindungan diri, pentingnya menjaga organ reproduksi, dan bersikap berani membela diri jika mengalami kekerasan seksual.