Mubadalah.id – Tepat pada tanggal 4 hingga 10 Juli 2023 lalu, akhirnya saya mendapatkan kesempatan dan pengalaman yang luar biasa. Saya mendapatkan kesempatan untuk belajar hidup bersama masyarakat di Desa Paniis, Kabupaten Kuningan.
Selama satu minggu di sana, saya dan teman-teman Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon melalukan mini riset. Termasuk melakukan transek dan pemetaan di Desa Paniis.
Dengan cara itu, kami akhirnya bisa mengetahui tentang batas wilayah Desa Paniis, mata pencaharian masyarakat, tradisi dan juga tempat wisata yang ada di sana.
Dari hasil data yang kami dapatkan menunjukkan bahwa mayoritas mata pencaharian warga Desa Paniis adalah sebagai petani. Salah satunya petani padi.
Petani Desa
Saya sangat senang melihat pemandangan di sana, setiap pagi ibu-ibu dan bapak-bapak pergi ke sawah untuk menanam dan merawat padi. Pemandangan ini membuat saya yakin bahwa Indonesia khususnya di Desa Paniis tidak akan mengalami krisis bahan pangan, terutama padi.
Tetapi setelah saya banyak berkomunikasi dengan sebagian petani dekat rumah yang saya tinggali, saya mendengar bahwa ada banyak tantangan yang mereka hadapi selama bertani. Mulai dari harga pupuk yang mahal, sulitnya mencari buruh tani yang bisa menanam padi dan semakin sedikit anak muda yang mau bekerja sebagai petani.
“Anak muda sekarang lebih banyak yang milih pergi ke kota daripada menjadi petani. Katanya jadi petani itu tidak keren, kotor dan hasilnya tidak menentu”. Hal ini disampaikan oleh Pak Arif salah satu petani di Desa Paniis pada saat saya berkunjung ke rumahnya.
Padahal menurut beliau lahan pertanian yang dimiliki oleh warga Desa Paniis itu cukup luas, sehingga sayang jika tidak ada penerusnya. Sebab jika anak muda tidak ada yang mau menjadi petani, bisa jadi lahan-lahan tersebut ke depannya menjadi lahan kosong atau justru dibeli oleh investor untuk dijadikan bangunan.
Kalau sudah begitu, maka bahan pangan kita bisa jadi terus berkurang. Padahal jumlah manusia semakin hari semakin banyak. Otomatis kebutuhan pangan kita juga jadi bertambah.
Indonesia Terancam Krisis Petani
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan bahwa jika kondisi semacam di Desa Paniis tersebut terus dibiarkan dan tidak ditindaklanjuti. Maka pada tahun 2063 nanti Indonesia akan terancam mengalami krisis petani.
Prediksi itu didasarkan pada data jangka panjang petani di Indonesia. Dalam website VOAIndonesia.com terdapat Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa jumlah petani Indonesia pada 2019 adalah 33,4 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 91 persen atau 30,4 juta petani, telah berusia di atas 40 tahun dan mayoritas ada di kisaran 50-60 tahun.
Sementara jumlah petani muda yang berusia di kisaran 20-39 tahun hanya delapan persen, atau sekitar 2,7 juta orang. Dan jumlah ini setiap tahunnya terus mengalami penurunan.
Program Petani Milenial
Melihat permasalahan yang cukup serius di dunia pertanian ini, pemerintah Indonesia sebetulnya telah melakukan berbagai Upaya. Salah satunya adalah program petani milenial yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Melalui program ini, Ridwal Kamil berharap generasi muda Jawa Barat terdorong untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan ekonomi pada sektor pertanian.
Bahkan Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian juga menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian telah memfasilitasi bantuan modal usaha dan akses pasar, baik dalam negeri ataupun ekspor untuk anak-anak muda yang tertarik pada kegiatan ekonomi sektor pertanian.
Selain itu, ada pula fasilitas pembiayaan dan perizinan, penyediaan prasarana dan sarana pertanian. Serta peningkatan kapasitas dan pendampingan.
Namun program tersebut ternyata belum menyeluruh. Sebab seperti yang sebagian warga Desa Paniis sampaikan bahwa program petani milenial sama sekali belum menyentuh anak-anak muda di desa. Sehingga dunia pertanian di sana masih sebagai pekerjaan yang tidak menjanjikan. Pada akhirnya ia akan tertinggal dan tidak punya generasi penerus.
Dengan begitu warga Desa Paniis berharap semoga ke depan program petani milenial tidak hanya menyasar kalangan kelas menengah ke atas saja, tetapi juga bisa turun secara langsung ke desa-desa. Sehingga anak-anak muda di desa bisa teredukasi tentang pentingnya keterlibatan mereka di dunia pertanian. []