• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Berhak Memiliki Standar Memilih Pasangan

Pun, di dalam Islam, perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya, atau suami, sebagaimana laki-laki. Sebab, selain kedudukan perempuan tak lebih rendah dari laki-laki, baik dalam kecapakan, akal, maupun kewajiban-kewajiban yang bersifat syar’i, perempuan juga memiliki hak secara mutlak yang diberikan oleh Syara’.

Septia Annur Rizkia Septia Annur Rizkia
21/07/2021
in Personal
0
Perempuan

Perempuan

548
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perihal memilih pasangan hidup, tentu bukan hal yang mudah. Siapa pun, laki-laki  maupun perempuan, tak jarang mengalami dilema.  Kalau pun dalam hal memilih maupun menentukan pasangan hidup harus menjadi pemilih dan selektif, itu pun pilihan dan hak masing-masing orang, yang sifatnya prinsipil.

Beberapa waktu lalu, jagat maya sedang ramai memperbincangkan perihal perempuan yang menetapkan standar dalam memilih pasangan hidup, atau suami. Tentu ramai sekali. Dan ini bukan sekali dua kali, tetapi sangat sering. Enggak di dunia maya saja, di lingkungan hidup kita pun kerap terjadi. Di dunia yang masih patriarkis ini, yang apa-apa kerap dinilai hanya dari kaca mata laki-laki, perempuan masih saja hanya diposisikan sebagai makhluk yang pasif. Kenapa bisa? Tentu bisa.

Coba kita refleksikan bersama. Ketika laki-laki menentukan standar istri idaman, semisal  harus salihah, penurut, penyayang, lembut, dan lain-lain, pada umumnya tak dipermasalahkan. Malahan dianggap wajar, baik-baik saja, dan memang begitu adanya. Namun, ketika seorang perempuan memiliki standar pasangan hidup sebagaimana laki-laki, masih dianggap tabu, dan menjadi perdebatan panjang. Padahal, sama sekali nggak merugikan dan juga nggak mengusik hidup orang lain.

Enggak jauh-jauh sih, ya. Saya pribadi, yang menyandang status lajang di usia yang hampir seperempat abad ini, kerap diberondong pertanyaan maupun pernyataan yang kerap menekan batin saya. Katanya, jadi perempuan itu enggak boleh pemilih. Cukup menerima ketika ada laki-laki datang yang ingin meminang. Sebab, anggapan kalau anak perempuan adalah barang dagangan, nggak jarang masih dianut hingga saat ini.

Lanjutnya, sebagai barang dagangan, sudah semestinya dikasihkan ketika ada yang meminta. Artinya, perempuan belum sepenuhnya diposisikan sebagai subjek kehidupan, melainkan hanya dianggap objek, yang nggak punya hati maupun pikiran untuk menentukan pilihan hidupnya. Dalam hal ini, pasangan hidup.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Seolah-olah, capaian hidup seorang perempuan hanyalah ketika ada laki-laki yang datang untuk meminangnya. Padahal, kondisi  psikis maupun mental masing-masing orang tentu berbeda. Pun, umur bukanlah ukuran kesiapan seseorang dalam membangun biduk rumah tangga. Selain itu, perempuan pun manusia, subjek dari kehidupan yang berhak menentukan jalan hidupnya. Yang tentunya bisa merasakan kecewa, sakit hati, senang, sedih, bingung, takut, bahagia, serta perasaan lainnya.

Ditambah bagi sebagian orang menentukan seseorang sebagai pasangan hidupnya nanti, bukanlah hal mudah. Akan tetapi hal yang sangat prinsipil dan membutuhkan pertimbangan matang. Sejauh ini, setiap orang, khususnya perempuan, sering kali dipaksa untuk mengikuti standar masyarakat yang kerap menekan, tanpa melihat kondisi di tiap-tiap individu yang akan menjalani hidupnya.

Selain memutuskan menikah itu pilihan. Ada pula yang masih belum menikah karena memang belum kunjung menemukan sosok yang tepat, cocok, maupun sesuai yang diharapkan. Naasnya, nggak sedikit seseorang yang pada akhirnya memutuskan menikah karena tuntutan sosial, terpaksa, dan diburu-baru. Saking bingung dan putus asa, sampai muncul kalimat, “Sama siapa saja, asal bisa segera menikah.”

Kala menemukan realita seperti itu, hati pun serasa ikut teriris-iris. Bagi saya, pernikahan adalah perjanjian sakral yang mengikat kedua belah pihak, yang sifatnya jangka panjang.

Selama ini, sosial membentuk kalau dalam hubungan laki-laki dan perempuan, terkhusus dalam pernikahan,. Tugas perempuan hanyalah menunggu, sedangkan laki-laki mencari. Kalau dibuat sama-sama aktif, laki-laki maupun perempuan berhak mencari belahan jiwa atau pasangan hidupnya, bukankah lebih menarik dan menyenangkan? Begitu pun, siapa pun nantinya juga berhak untuk menerima maupun menolak.

Memang, kita enggak pernah bisa memilih orang tua seperti apa yang melahirkan kita, begitu pun, orang tua juga nggak bisa memilih anak seperti apa yang akan dilahirkannya. Namun, dalam hal pasangan hidup, kita semua bisa mengikhtiarkannya, dengan tetap memanjatkan do’a pada Tuhan.

Menemukan pasangan hidup yang sefrekuensi, bisa diajak kerja sama, jalan bersama, berdiskusi, dan juga bernegosiasi, tentu menyenangkan. Sebab itulah, banyak orang yang mendambakan kehidupan rumah tangga yang harmonis, yang dibangun dengan komunikasi yang baik dan penuh kejujuran. Selain itu, membangun keluarga sakinnah, mawaddah, rahmah, dan mubadalah adalah tanggung jawab kedua belah pihak, suami dan istri.

Pun, di dalam Islam, perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan hidupnya, atau suami, sebagaimana laki-laki. Sebab, selain kedudukan perempuan tak lebih rendah dari laki-laki, baik dalam kecakapan, akal, maupun kewajiban-kewajiban yang bersifat syar’i, perempuan juga memiliki hak secara mutlak yang diberikan oleh Syara’. Artinya, sebagai hamba, keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Wallahu a’lam []

 

 

 

Tags: istrikeluargapasanganperempuanperkawinanpernikahansuami
Septia Annur Rizkia

Septia Annur Rizkia

Biasa dipanggil Rizka. Salah satu anggota Puan Menulis, dan pekerja teks komersial.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID