Mubadalah.id – Al-Qur’an sendiri memberikan isyarat penting tentang menjaga jarak kehamilan. Salah satunya melalui anjuran pemberian ASI hingga bayi berusia dua tahun, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada. Aku kembalimu.” (QS. Luqman (31): 14).
KB tidak sekadar menggunakan alat kontrasepsi, tetapi merencanakan keluarga secara matang, baik mengenai jumlah anak yang diinginkan maupun menjaga jarak kehamilan antara anak yang satu dengan lainnya, sesuai dengan kondisi kita, baik kesehatan, sosial, ekonomi, dan sebagainya.
Hal tersebut dimaksudkan agar anak yang lahir benar-benar memiliki kualitas yang baik, sehingga persiapan pun harus dilakukan jauh sebelum kehamilan.
Sebaliknya, jika belum siap memiliki anak, jangan memaksakan diri, karena anak yang kelahirannya tidak orangtua kehendaki sering kali menjadi beban yang sangat berat, baik secara fisik maupun psikis.
Bahkan, tidak jarang mereka mendapat perlakuan yang tidak sehat dan tidak manusiawi, baik saat kehamilan maupun setelah kelahirannya.
Pengguguran Kandungan
Dalam kasus-kasus pengguguran kandungan, sering kali hal itu dilakukan karena kehamilan yang tidak dikehendaki.
Begitu juga anak yang terlantar acap kali lahir dari keluarga yang secara ekonomi miskin, dengan pengetahuan orangtua tentang perawatan kesehatan kehamilan, termasuk gizi, juga sangat terbatas. Hal tersebut sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup keturunannya.
Dalam hal ini, Allah mengingatkan dengan keras dalam firman-Nya:
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. an-Nisa’ (4): 9).
Ini artinya, kalau suami istri belum siap mempunyai anak dan membiayai perawatan dan pendidikan anaknya, hendaknya mereka menunda dulu kehamilannya. Sebab, biaya perawatan ibu hamil dan bayi tidaklah sedikit.
Apalagi jika suami istri sebagai orangtua dalam kondisi secara ekonomi tidak mampu, dikhawatirkan akan mewariskan kemiskinannya kepada anak-anaknya, yang mengakibatkan secara turun-temurun menjadi keluarga miskin. Kondisi ini sering disebut sebagai kemiskinan kultural. []