Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menyebutkan bahwa perjanjian perkawinan adalah sesuatu yang bisa melindungi dan memperjelas hak dan kewajiban kedua belah pihak, suami dan istri.
Kewajiban kedua belah pihak ini berlaku baik selama perkawinan berlangsung maupun ketika perkawinan putus karena kematian atau perceraian.
Sebab tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi selama perkawinan berlangsung.
Semua yang tampak indah di awal pernikahan bisa saja berubah. Pada saat inilah perjanjian perkawinan sangat membantu menyelesaikan masalah.
Perjanjian Perkawinan, Apakah Itu?
Nyai Badriyah mengungkapkan bahwa, pada dasarnya, perjanjian perkawinan sama dengan taklik talak.
Jika dilanggar, maka, Nyai Badriyah meyebutkan, salah satu pihak atau kedua belah pihak bisa meminta pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai alasan perceraian (talak atau gugat cerai) ke pengadilan.
Hal ini, kata Nyai Badriyah, diatur dalam kompilasi hukum Islam pasal 51. Bedanya, perjanjian perkawinan bisa berubah sesuai dengan kehendak kedua belah pihak, sedangkan perjanjian taklik talak tidak dapat mencabutnya kembali.
Perbedaan lainnya, menurut Ulama KUPI, isi perjanjian perkawinan bisa meliputi apa saja asal tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan, sedangkan taklik talak sudah baku seperti yang sudah tertera dalam buku nikah.
Sementara itu, Nyai Badriyah menegaskan, selama ini banyak anggapan bahwa perjanjian perkawinan adalah perjanjian tertulis tentang pemisahan harta.
Anggapan ini, kata dia, tidak sepenuhnya benar. Pemisahan harta hanya salah satu dari sekian banyak hal yang bisa menjadi dalam sebuah perjanjian. (Rul)