“Katanya kesetaraan gender, feminisme, kalau gitu angkat galon air sendiri dong.”
Mubadalah.id – Pernah dengar orang ngomong gitu tidak? Atau ada juga redaksi yang lain. Seperti, menyuruh (menyindir) perempuan untuk benerin genteng sendiri, dorong motor/mobil sendiri, angkat lemari sendiri, dan sejenisnya. Seakan ketika perempuan menyuarakan kesetaraan gender, maka apa-apa yang butuh tenaga ekstra harus dia kerjakan sendiri, haram kalau minta bantuan laki-laki.
Kata-kata demikian kalau konteksnya untuk membangun kemandirian, mungkin masih ada baiknya. Sebab, ya perempuan memang perlu mandiri juga. Namun sayangnya, itu bukan untuk narasi kemandirian, melainkan sarkasme laki-laki, tak jarang juga perempuan, untuk menyindir para feminis yang menyuarakan kesetaraan gender.
Mereka kira feminisme hanya sekadar perjuangan mengangkat gelon saja. Dan, secara dangkal, mereka malah mengartikan kesetaraan gender sebagai pemindahan beban kerja laki-laki kepada perempuan.
Tujuan yang Ingin Feminisme Capai
Dalam masyarakat patriarki, sebagaimana berdasarkan Simone de Beauvoir dalam The Second Sex, perempuan terpandang Liyan (sesuatu yang lain). Masyarakat patriarki mendefinisikan dan membedakan perempuan dengan laki-laki. Jika laki-laki itu subjek, maka perempuan adalah Liyan, dia bukan subjek hanya objek.
Kalau laki-laki manusia, perempuan Liyan, tidak mereka posisikan sebagai manusia seutuhnya, hanya sekadar sosok yang memiliki womb (rahim) yang membantu dalam produksi keturunan.
Jadi struktur sosial patriarki memosisikan perempuan tidak lebih dari sekadar objek. Laki-laki yang menguasai seluruh lini kehidupan. Sementara perempuan, dia hanya objek, tidak ada cukup ruang partisipasi baginya. Dia berguna hanya ketika melahirkan dan untuk melayani laki-laki (suami). Dia kehilangan haknya untuk tumbuh. Kehilangan akses atas aktualisasi diri.
Feminisme muncul sebagai jawaban atas relasi sosial yang timpang itu. Sejak awal kemunculannya, perjuangan feminis adalah untuk memanusiakan perempuan. Dan, bukan untuk memindahkan beban kerja laki-laki kepada perempuan.
Feminisme berjuang untuk persamaan hak perempuan dan laki-laki. Perempuan bukan objek, dia subjek layaknya laki-laki. Dia berhak atas kontrol dirinya sendiri. Punya hak atas aktualisasi diri untuk bertumbuh layaknya laki-laki. Dia juga punya hak yang setara dengan laki-laki atas partisipasi dalam berbagai lini kehidupan, sebab kehidupan ini tidak hanya tentang laki-laki, perempuan juga merupakan bagian di dalamnya.
Meski dalam perkembangannya lahir berbagai aliran feminisme. Namun, pada dasarnya, para feminis hanya berbeda dalam pandangan epistemologi pengetahuan. Tujuannya tetap sama, adalah untuk memanusiakan perempuan. Rasanya, tidak ada feminisme yang tujuannya hanya untuk menguatkan perempuan agar dapat mengangkat gelon.
Perjuangan feminisme terlalu luhur untuk kita sandingkan dengan sarkasme “angkat gelon”.
Feminisme Bukan untuk Memusuhi Laki-laki
Meski kemunculan feminisme dapat kita bilang sebagai anti-tesis pendominasian laki-laki atas perempuan, namun perlu kita catat bahwa feminisme tidak bekerja dalam kerangka ego untuk menyaingi laki-laki.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Nadya Karima Melati dalam Membicarakan Feminisme, bahwa feminisme itu bersifat nonkompetitif. Artinya, tidak bekerja berdasarkan persaingan, melainkan kolaborasi dalam sebuah masyarakat yang adil gender.
Mengapa demikian? Sebab, perjuangan feminisme bukan untuk membangun pendominasian baru. Melainkan, untuk meruntuhkan pendominasian lama, sehingga menjadikan perempuan dan laki-laki mampu hidup berdampingan secara adil dan setara. Dalam istilah feminisme Islam, keberdampingan ini kita kenal sebagai relasi mubadalah.
Sebagaimana berdasarkan penjelasan Faqihuddin Abdul Kodir dalam Qira’ah Mubadalah, relasi mubadalah mengidealkan laki-laki dan perempuan bekerja sama, saling menopang, dan saling tolong-menolong untuk menghadirkan segala kebaikan. Dan, dalam relasi saling ini menegaskan bahwa, salah satu jenis kelamin tidak boleh melakukan kezhaliman dengan mendominasi dan menghegemoni yang lain.
Jadi kerangka kerja feminisme adalah relasi saling bukan paling. Sebab, feminisme mengidealkan kehidupan sosial di mana perempuan dan laki-laki mampu hidup berdampingan secara setara.
Dalam semangat kesetaraan gender seperti ini, maka ada keasadaran kalau perempuan masih membutuhkan bantuan laki-laki, sebagaimana juga laki-laki harus sadar kalau dirinya membutuhkan bantuan perempuan. Keduanya berelasi saling dalam kehidupan bersama tanpa ada penindasan terhadap pihak manapun.
Memahami Esensi Kesetaraan Gender
Para feminis sadar kalau secara biologis perempuan dan laki-laki tidak sama. Mereka juga paham kalau secara fisik umumnya laki-laki memang lebih kuat daripada perempuan.
Dan, sebagaimana berdasarkan penjelasan Nur Rofiah, dalam epistemologi keadilan gender juga ada kesadaran, bahwa selalu ada pihak kuat yang memiliki power (kekuatan) lebih dalam sistem sosial apa pun, entah itu sistem patriarki maupun non-patriarki. Sehingga perjuangan kesetaraan gender bukan untuk menyamakan setiap hal. Melainkan, itu untuk mengupayakan agar dampak kebaikan dari power dapat merata bagi semua pihak. Tidak ada ketimpangan dalam kebaikannya.
Oleh karenanya, mau laki-laki atau perempuan yang lebih kuat, itu tidak masalah. Yang utama adalah kekuatan itu memberi dampak kebaikan yang setara bagi kedua pihak. Hal ini dapat kita capai, dengan cara mengedepankan relasi saling yang setara gender dalam kehidupan bersama.
Maka kesadaran kesetaraan gender bagi laki-laki, adalah berelasi saling (mubadalah) dengan perempuan. Bukan menimpahkan beban kerja kepundak perempuan semuanya atas nama kesetaraan.
Oleh karena itu, jika ada perempuan yang kesulitan mengangkat gelon air, maka yang selaras dengan semangat kesetaraan gender adalah membantunya. Bukan malah nyinyir; “Katanya kesetaraan….” Dan kalau perempuan ingin mengangkatnya sendiri (ingin mandiri sendiri), karena dia mampu, maka perlu kita suport.
Sebab esensi kesetaraan gender, adalah bagaimana kedua pihak saling bantu dan suport, sehingga dapat wujud kehidupan sosial bersama yang tidak menindas pihak manapun. []