Sabtu, 8 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pesta Pernikahan

    Tadarus Subuh: Merayakan Pesta Pernikahan Tanpa Membebani

    Presiden Meksiko Dilecehkan

    Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

    ASI yang

    Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    Budaya Bullying

    Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    Menyusui

    Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

    Kesetaraan Disabilitas

    Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    Menyusui

    Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

    istihadhah yang

    Istihadhah: Saat Fiqh Perlu Lebih Empatik pada Perempuan

    Rumah Ibadah

    Rumah Ibadah Belum Memberikan Ruang Aman untuk Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pesta Pernikahan

    Tadarus Subuh: Merayakan Pesta Pernikahan Tanpa Membebani

    Presiden Meksiko Dilecehkan

    Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

    ASI yang

    Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    Budaya Bullying

    Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    Menyusui

    Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

    Kesetaraan Disabilitas

    Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    Menyusui

    Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

    istihadhah yang

    Istihadhah: Saat Fiqh Perlu Lebih Empatik pada Perempuan

    Rumah Ibadah

    Rumah Ibadah Belum Memberikan Ruang Aman untuk Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Pernikahan Janda Tanpa Kehadiran Wali, Bolehkah?

Kehadiran ayah atau wali dalam pernikahan adalah ibarat melepaskan dan memasrahkan tanggung jawab yang selama ini diembannya kepada seseorang yang menikahi anaknya, supaya ia menjadi lebih bertanggungjawab dan benar-benar siap melindungi perempuan tersebut

Fathonah K. Daud Fathonah K. Daud
27 Juni 2022
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Janda

Janda

19.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di era modern ini, tak jarang persoalan wali kadang menjadi hambatan bagi seorang perempuan yang hendak menikah dengan calon pendamping pilihannya, hanya karena faktor tidak disetujui oleh orang tuanya. Keadaan ini kadang menjadi persoalan serius, dan jalan penyelesaian yang sering ditempuh adalah ayah (apabila masih ada) kemudian dianggap telah menjadi wali adhol, tentu saja setelah melalui putusan pengadilan. Inilah yang menjadi perbincangan saya kemarin sore di WhatsApp dengan seseorang yang menanyakannya.

Siang kemarin waktu perjalanan pulang dari kampus, mendapat pertanyaan via WhatsApp dari seseorang yang tinggal di Kudus. Inti pertanyaannya adalah bolehkan janda menikah tanpa wali? Menurut cerita Si Penanya, kasusnya ada seorang janda mempunyai 5 anak hendak dipoligami oleh seorang lelaki. Persoalannya, si walinya adalah wali adhol, dan lelakinya tidak mau menikah di KUA, tapi maunya menikah sama kyai saja.

Kemarin saya jawab via voice note lumayan panjang, mula-mula dari sisi fiqihnya lalu hukum positif Indonesia. Tapi di sini kujelaskan dulu sisi hukum positifnya, bahwa menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia, antaranya dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 dan Peraturan Menteri Agama No 19 tahun 2018, bahwa syarat rukun nikah ada 4, antaranya harus ada wali nikah. Sehingga bagi WNI Muslim, menurut hukum positif Indonesia, menikah tanpa wali baik gadis atau janda hukumnya tidak sah.

Sebagaimana kita ketahui, produk hukum keluarga di Indonesia adalah lebih banyak berdasar kepada mazhab Syafi’i. Dan pendapat demikian adalah pendapat mainstream, bukan minoritas. Saya jelaskan juga bagaimana pendapat fuqaha terkait permasalahan wali, yang terdiri dari lima mazhab besar, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan Syiah Imamiyah.

Hukum wali nikah sebenarnya debatable dan dapat digolongkan dalam dua kelompok: Pertama, Menurut pendapat mayoritas Fuqaha, bahwa wujudnya wali dalam sebuah pernikahan adalah wajib. Baik bagi yang belum balighah (belum cukup umur), sudah balighah – ‘aqilah (dewasa-berakal sehat), atau yang janda.

Menurut ulama jumhur, kehadiran wali bahkan dipandang paling penting dan menentukan keabsahan sebuah pernikahan, karena wali termasuk dalam syarat rukun pernikahan. Maka pernikahan tanpa wali hukumnya batal. Ini adalah pendapat mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali.

Kelompok ini berdasar kepada nas al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 221, 228, 232 adan Surat al-Nûr ayat 22. Selain itu mereka juga berdasarkan hadist,  لا نكاح إلا بولي (Pernikahan tidak dipandang sah kecuali ada wali) dan mazhab Hanabilah berdasar pada hadist إن النكاح من غير ولي باطل (Sesungguhnya nikah tanpa wali adalah batal).

Kedua, Pendapat Hanafi, bahwa wali tidak menjadi syarat sah sebuah pernikahan, baik bagi perempuan yang sudah bâlighah dan berakal, termasuk janda. Wali juga tidak dapat memaksa putrinya yang gadis dan telah dewasa dan berakal untuk menikah tanpa persetujuannya. Dengan catatan pasangannya sepadan (sekufu).

Bagaimana jika tidak sekufu? Wali sering dipandang mempunyai hak ijbar terhadap putrinya untuk menggagalkan pernikahannya. Dalam persoalan ini, menurut buya Husein, wali mujbir bukanlah wali yang memaksa, meskipun maknanya ‘memaksa’. Arti mujbir bukanlah mukrih, memaksa.

Jika boleh saya sederhanakan, wali mujbir adalah orang yang dipandang lebih faham kondisi putrinya dan mencarikan keadaan yang terbaik buat putrinya, bukan dalam rangkah memaksa. Wali mujbir ialah orang tua perempuan, yang dalam mazhab Syafii adalah ayah, atau kakek jika ayah tidak ada.

Dengan demikian hak ijbar adalah hak ayah/kakek untuk menikahkan anak perempuanya baik yang masih belum cukup umur atau dewasa dengan tanpa harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari anak perempuan tersebut, dan ini tidak berlaku bagi perempuan janda.

Meskipun demikian, hak ijbar ayah tidak dengan serta merta dapat dilaksanakan dengan sekehendaknya saja. Dalam pandangan ulama  Syafiiyah, dikatakan bahwa untuk dapat menikahkan anak-anak di bawah umur disyaratkan adanya kemaslahatan untuk kebaikan di masa depan anaknya. Inilah yang harus dikedepankan.

Dalam pandangan mazhab Hanafi, hak ijbar hanya berlalu pada perempuan yang belum cukup umur atau tidak ‘âqilah dan tidak terjadi pada perempuan bâlighah-‘âqilah. Selain itu, dalam pandangan Imam Hanafi, bahwa perempuan adalah manusia yang juga memiliki ahliyyah (kecakapan) yang sempurna, sama seperti laki-laki. Kriterianya adalah bâlighah, rasyidah, berakal, sehingga ia berhak melakukan akad apapun secara mandiri.

Pendapat demikian tidak berdasarkan logika semata, tetapi telah didasarkan pada dalil-dalil yang otoritatif, yakni al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230 dan 232. Menurut ulama Hanafiyah: penghalangan dalam ayat tersebut ditujukan kepada para wali, dan bisa jadi ditujukan kepada suami dan istri atau kepada orang lain yang muslim.

Sedang pada hadits ‘Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya, dan gadis dimintai persetujuannya dan persetujuannya adalah diamnya’ Kata Buya Husein, dalam hadits lain redaksi hadits di atas menggunakan kata الأيم, artinya perempuan jomblo, tidak memiliki pasangan, baik masih gadis atau janda, boleh menikah tanpa wali.

Perlu menjadi perhatian bahwa jumhur fuqaha tidak menerima perwalian perempuan sama sekali, meskipun seorang anak sejak kecil hanya hidup dan lebih mengenal ibunya, sebab ayahnya sudah meninggal, misalnya, tetapi ibunya tetap tidak mendapatkan hak untuk menjadi walinya. Pertanyaannya, mengapa perempuan boleh dan tidak boleh menikahkan dirinya atau orang lain?

Persoalan ini diulas oleh Buya Husein, hal itu karena perempuan dulu dipandang belum cukup mempunyai kecakapan bertindak (أهلية الأداء) dan para laki-laki sudah memilikinya. Sementara itu dalam pandangan ulama Hanafiyah termasuk juga dalam pandangan Syiah Imamiyah, perempuan telah dipandang sama dengan lelaki, yaitu sama-sama sebagai manusia yang juga memiliki ahliyyah (kecakapan) yang sempurna.

Di sini argumentasi ulama Hanafiyah dan Syiah Imamiyah telah berperspektif gender, dan menunjukkan era tersebut perempuan di sekitar Basrah-Kufah sudah mulai ada yang maju, pintar, dan berkontribusi di masyarakat.

Meskipun ada pilihan pandangan yang membolehkan janda menikah tanpa wali, tetapi jika walinya adhal, yang dalam pandangan mayoritas ulama, maka walinya jatuh ke wali hakim, artinya tetap ada wali, karena berdasarkan pd Hadits,  فالسلطان ولي لمن لا ولي له  (Pemimpin adalah wali bagi orang yang tidak punya wali). Sultan di sini bisa dimaknai orang yang dipilih pemerintah untuk bertugas mengurusi hal-hal pernikahan, seperti hakim atau pegawai KUA.

Dengan demikian, pelaksanaan menikah hanya dengan kyai setempat dan tidak ke KUA sama halnya dengan nikah sirri. Dan nikah sirri di Indonesia dipandang tidak sah, karena tidak dicatatkan.

Dan sebaiknya tidak melakukan pernikahan sirri. Kenapa? Karena rawan terjadi kesewenang-wenangan. Bisa jadi si suami kemudian berlaku kasar kepadanya atau malah tidak dinafkahi. Dalam posisi demikian, perempuan rentan mendapat kezaliman dan tidak kuat posisinya karena tidak bisa diajukan ke jalur hukum. Itulah sebabnya di Indonesia pernikahan di bawah tangan sejenis nikah sirri ini dianggap tidak sah.

Menurut saya, hikmah kehadiran wali dan keridaannya ini penting dalam sebuah pernikahan anaknya, ada ibrah dan nilai filosofisnya. Di mana ayah adalah orang tua yang melindungi, menjaga, menafkahi, dan mendidik anak perempuannya dari sejak dalam kandungan. Tidak etis apabila seorang anak perempuan ketika dewasa menikah tanpa sepengetahuan dan izin dari orang tuanya.

Kehadiran ayah atau wali dalam pernikahan adalah ibarat melepaskan dan memasrahkan tanggung jawab yang selama ini diembannya kepada seseorang yang menikahi anaknya, supaya ia menjadi lebih bertanggungjawab dan benar-benar siap melindungi perempuan tersebut.

Demikian juga setiap orang yang disebut ayah, harus mempunyai tanggungjawab sepenuhnya terhadap nafkah, riayah, hadanah, dan tarbiyah setiap anak-anaknya. Tanggungjawab ayah terhadap anak perempuan dalam Islam, sejak ia menjadi janin dalam rahim hingga anak perempuan ini menikah. Wallâhu a’lamu bi al-shawâb. []

Tags: Fiqih PerkawinanJaringan KUPIKajian FiqihKH Husein MuhammadKongres Ulama Perempuan Indonesiapernikahanulama perempuanWali Nikah
Fathonah K. Daud

Fathonah K. Daud

Lecturer di IAI Al Hikmah Tuban

Terkait Posts

Wali Nikah
Keluarga

Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

5 November 2025
Kawin-Cerai
Keluarga

Tafsir Qur’ani atas Fenomena Kawin-Cerai Selebriti

4 November 2025
Feminisme Sufistik
Publik

Feminisme Sufistik: Menemukan Ruang Tengah antara Emansipasi dan Spiritualitas

2 November 2025
Tujuan Pernikahan
Keluarga

Meneguhkan Tujuan Pernikahan

31 Oktober 2025
Perspektif Trilogi KUPI
Publik

Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

30 Oktober 2025
Hj Hanifah Muyasaroh
Figur

Ibu Nyai Hj Hanifah Muyasaroh, Teladan yang Membanggakan

26 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Presiden Meksiko Dilecehkan

    Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tadarus Subuh: Merayakan Pesta Pernikahan Tanpa Membebani
  • Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah
  • Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI
  • Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar
  • Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID