Mubadalah.id – Jika merujuk dalam catatan hadis tentang pernikahan, maka Nabi Muhammad Saw memberikan pemihakan dan dukungan terhadap perempuan. Bahkan Nabi Saw menyerahkan hak pernikahan sepenuhnya kepada perempuan.
Dalam hadis, Aisyah ra menuturkan, bahwa ada seorang perempuan remaja yang datang menemuinya seraya berkata:
“Ayahku mengawinkanku dengan anak saudaranya agar status sosialnya terangkat olehku, padahal aku tidak suka. “Duduklah, sebentar lagi Rasulullah datang, nanti aku tanyakan,” jawab Aisyah.
Ketika Rasulullah Saw datang, langsung diungkapkan persoalan perempuan tersebut di hadapan beliau. Beliau memanggil orang tua si perempuan (sembari memberi peringatan), dan mengembalikan persoalan itu kepada si perempuan untuk memberikan keputusan. Di hadapan mereka, perempuan remaja tadi menyatakan (dengan tegas):
“Aku izinkan apa yang telah dilakukan ayahku, tetapi aku ingin memberikan peringatan. Sekaligus pernyataan untuk semua perempuan bahwa mereka para orang tua sama sekali tidak memiliki hak atas persoalan ini”. (HR. an-Nasa’i, no. hadis: 8974).
Kisah Khansa binti Khidam ra
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Malik, Abu Dawud, dan an-Nasa’i dinyatakan bahwa ketika seorang perempuan yang bernama Khansa binti Khidam ra. merasa dipaksa kawin oleh orang tuanya. Nabi mengembalikan keputusan itu kepadanya, mau diteruskan atau dibatalkan, tidak dikembalikan kepada orang tuanya.
Dalam riwayat Abu Salamah, Nabi Saw menyatakan kepada Khansa ra.:” Kamu yang berhak untuk menikah dengan seseorang yang kamu kehendaki”. Khansa pun pada akhirnya kawin dengan laki-laki pilihannya, Abu Lubabah bin Abd al-Mundzir ra.
Dari perkawinan ini Allah Swt karuniai anak bernama Saib bin Abu Lubabah. (Lihat: az-Zayla’i, Nashb ar-Rayah Takhrij Ahadits al-Hidiyah, , juz III, hal. 237).
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa beberapa ayat al-Qur’an dan teks-teks hadis muncul dari sebuah dialog, kegelisahan, dan tuntutan pemihakan terhadap perempuan.
Kegelisahan, tuntutan, dan gerakan para perempuan ini muncul karena dalam aras sosial yang riil, mereka seringkali terlupakan dan terpinggirkan. Tidak sedikit dari mereka juga yang menjadi korban kekerasan.
Pada konteks masyarakat awal Islam, wahyu turun dan pernyataan Nabi Saw keluar memberi pemihakan terhadap kegelisahan yang para perempuan rasakan. []