• Login
  • Register
Sabtu, 14 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

Perjalanan Thudong tidak hanya sekedar perjalanan fisik saja. Lebih dalam dari itu, perjalanan spiritual ini sebagai sebuah potret toleransi dan kemanusiaan

Dalpa Waliatul Maula Dalpa Waliatul Maula
30/04/2025
in Featured, Publik
0
Perjalanan Thudong

Perjalanan Thudong

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sekali dalam setahun, Indonesia selalu diberkahi para biksu yang melakukan perjalanan Thudong. Perjalanan Thudong sendiri adalah ketika para biksu berjalan kaki menuju Candi Borobudur untuk merayakan Hari Waisak 2025.

Para Biksu ini juga berasal dari berbagai negara seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia. Di tengah berbagai keberagaman agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia, satu hal yang perlu kita garisbawahi adalah bahwa pada momen ini Indonesia menjadi negara tujuan ritual penting bagi umat Buddha.

Perjalanan spiritual para biksu ini sangat menarik perhatian masyarakat luas, karena perjalanan mereka melewati berbagai daerah di Indonesia. Tidak terkecuali dengan Cirebon, masyarakat kota Udang juga sangat antusias menyambut para biksu.

Melansir website Radar Cirebon, sesaat setelah sampai di Cirebon para biksu ini melakukan ritual penyambutan, di mana umat Buddha mencuci kaki para biksu yang dipimpin oleh umat Buddha di Cirebon, sebagai bukti penghormatan bahwa biksu sebaga guru dan orang tua bagi mereka.

Kegiatan lintas iman juga dilakukan saat para biksu berada di Cirebon, di antaranya mengunjungi Gereja Katolik Santo Yusuf dan Keraton Kasepuhan. Ditemani Romo Adi Bambang dari Paroki Santo Yusuf, para biksu mengunjungi Gereja Katolik Santo Yusuf untuk berdoa atas kepergian Paus Fransiskus.

Baca Juga:

Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Perdamaian

Perjalanan suci para biksu setiap tahunnya selalu menorehkan pesan perdamaian dan toleransi antar umat beragama di Cirebon. Masyarakat Cirebon tumbuh bersama dengan keberagaman agama, suku dan budaya yang sangat kental. Maka dari itu, masyarakat Cirebon sendiri memiliki kesadaran akan pentingnya kolaborasi agar terwujudnya toleransi antar umat beragam, suku maupun budaya.

Hal ini dapat kita lihat dari berbagai komunitas lintas iman, yang bekerjasama merawat nilai-nilai toleransi dengan mengadakan berbagai kegiatan. Yang bertujuan agar terciptanya kedamaian dan kerukunan antar umat beragama. Seperti komunitas GUSDURian, Fahmina Institute, Pemuda Katolik, Inspiration House dan masih banyak lagi.

Perjalanan Thudong tidak hanya sekedar perjalanan fisik saja. Lebih dalam dari itu, perjalanan spiritual ini sebagai sebuah potret toleransi dan kemanusiaan. Para biksu yang menjalani Thudong untuk melepaskan 3 dosa utama: kemarahan, kebodohan dan keinginan dengan melakukannya penuh kesederhanaan dan persediaan makanan yang sangat terbatas. Ditambah antusias masyarakat menyambut dengan kebahagiaan, serta bersedekah kepada para biksu.

Pada Minggu 27 April 2025, masyarakat Cirebon telah membuktikan bahwa perjalanan para biksu di negeri dengan mayoritas mayarakat beragama Islam, dapat berjalan dengan lancar, damai dan selamat. Potret masyarakat yang inklusif, toleran dan saling menghargai adalah wajah Indonesia yang seharusnya ditunjukkan dalam setiap perbedaan.

Sementara itu, di sisi lain kita tidak dapat memungkiri bahwa praktik intoleransi di Indonesia masih banyak terjadi, bahkan meningkat sepanjang tahun 2024.

Data Kasus Intoleransi

Melansir data dari SETARA Institute menemukan 329 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang tahun 2024. Salah satu kasus intoleransi yang ramai adalah penolakan kegiatan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah di Kuningan, pada Desember 2024.

Mirisnya adalah, pada kasus ini ditemukan adanya campur tangan pemerintah yang membantu prilaku diskriminatif masyarakat yang intoleran.

Untuk bertoleransi kita tidak perlu menjadi tokoh agama, kita bisa bertoleransi di setiap lini kehidupan kita. Kita bisa menempuh jalan lain dalam bertoleransi. Lalu toleransi itu harusnya seperti apa?

Menurut KH. Marzuki Wahid, Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, dalam pesan yang ia sampaikan kepada para mahasantri Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) bahwa toleransi harus dengan kesadaran bahwa kita berbeda. Karena memang perbadaan ini adalah sebuah kenyataan dan sunatullah. Beliau juga menyampaikan ada 3 level dari toleransi.

Pertama, menghargai perbedaan dalam arti saya melakukan apa yang saya yakini dan silahkan kamu melakukan apa yang kamu yakini. Tidak saling mengganggu apalagi menghalangi keyakinan orang lain.

Kedua, ketika kita sudah tau bahwa perbedaan adalah sebuah keniscayaan dan sunatullah, maka dari itu saling bekerjasama untuk kebaikan. Karena dengan perbedaan inilah kita bisa saling melengkapi, bukan berpecah belah.

Level ketiga, adalah level tertinggi ketika seseorang akan memperjuangkan atau mengadvokasi hak-hak mereka. Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan serta hak untuk menjalankan ritual ibadah.

Kunjungan para biksu yang sedang Thudong adalah salah satu contoh nyata. Yaitu dengan membuka jalan yang aman dan selamat untuk mereka yang sedang melakukan perjalanan spiritual.

Merawat Toleransi

Indonesia tidak kekurangan keberagaman agama, keyakinan, suku maupun budaya. Yang kita butuhkan adalah momen-momen duduk bersama tanpa saling menghakimi dan membenci keyakinan orang lain. Merawat toleransi tidak perlu menunggu para pejabat tinggi untuk memipin, kita bisa memulainya dari diri kita sendiri.

Perjalanan para biksu tidak hanya melewati tanah Cirebon, tapi juga benar-benar hidup untuk ikut serta dalam merawat toleransi agar tetap subur di tengah-tengah masyarakat.

Perjalanan kita merawat toleransi di Indonesia masih sangat panjang untuk mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama, dengan segala perbedaan yang harus kita rayakan. []

Tags: BiksuCirebonPerjalananpesansuciThudongtoleransi
Dalpa Waliatul Maula

Dalpa Waliatul Maula

Mahasantriwa SUPI ISIF. Aku senang mendengarkan musik mencoba hal-hal baru, suka menulis tentang isu perempuan dan masyarakat yang terpinggirkan, bisa ditemui di Ig @dalpamaula_

Terkait Posts

Palestina-Israel

Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

14 Juni 2025
Job Fair

Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

14 Juni 2025
Nikel Raja Ampat

Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Nyata bagi Masyarakat Adat

12 Juni 2025
Tanah Papua

Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

12 Juni 2025
Kak Owen

Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

12 Juni 2025
Sejarah Perempuan

Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

12 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

    Ketika Rumah Tak Lagi Aman, Rumah KitaB Gelar Webinar Serukan Stop Kekerasan Seksual Anak di Lingkup Keluarga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?
  • Bagaimana Mewujudkan Perkawinan yang Kokoh dan Penuh Kasih Sayang?
  • Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara
  • Ayat Al-Qur’an tentang Relasi Suami dan Istri
  • Job Fair, Pengangguran Struktural, dan Nilai Humanisme

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID