Mubadalah.id – Dalam Islam prinsip pernikahan perlu kita ditegaskan agar suami dan istri dapat merawat dan memelihara dengan baik (imsak bi maruf). (QS. al-Baqarah (2): 229).
Nabi Saw. bersabda: “Yang terbaik di antara kalian (wahai laki-laki) adalah mereka yang berbuat baik kepada istri kalian.” (Sunan al-Tirmidzi, no. 1195)
Dalam hal melayani, tidakkah Nabi Saw. juga dalam berbagai riwayat selalu melayani sang istri.
Aisyah r.a. pernah ditanya mengenai hal ini oleh Aswad bin Yazid, beliau menjawab: “Nabi Saw. di rumah selalu melayani keluarganya, ketika berkumandang azan lalu bergegas shalat” (Shahih al-Bukhari, no. 6039)
Begitu pun menjaga diri. Ini perintah yang teramat gamblang dalam berbagai ayat, bahwa semua mukmin, laki-laki dan perempuan, harus selalu menjaga diri, kapan dan di mana pun, agar tidak terjadi perbuatan nista. (QS. al-Nur (24): 30-31).
Jika istri dituntut untuk menjaga diri dari perbuatan nista, maka suami juga dituntut untuk melakukan hal yang sama.
Pernikahan adalah ikatan yang kukuh (QS. al-Nisa (4): 21). Nabi Saw menekankan ikatan pernikahan ini kepada publik luas. Terutama para laki-laki kepada istri mereka, pada saat Haji Wadak sebagai bagian dari komitmen ketakwaan (Shahih Muslim, 3009).
Teks Hadis dan Maknanya yang Mubadalah
Teks Hadis istri salihah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya sebagaimana berikut:
“Istri salihah adalah yang jika (suaminya) memandangnya akan menyenangkan, jika memintanya akan mengikuti. Jika pergi (keluar rumah, jauh) darinya akan menjaga (diri demi suami)-nya”. (Sunan Abu Dawud, Kitab al-Zakah, no. 1666).
Terjemahan literal seperti di atas benar dan bisa mereka sampaikan kepada khalayak. Menjadi masalah ketika narasinya hanya berhenti pada istri salihah belaka.
Sehingga laki-laki tidak harus melalukan hal yang sama untuk menyenangkan dan melayani istrinya. Serta menjaga diri dari segala perbuatan yang bisa merusak citra keluarga.
Karena itu, dengan perspektif mubadalah, dan atas dasar pertimbangan teks-teks dasar yang telah kita singgung di atas. Maka yang lebih tepat untuk kita sampaikan ke publik adalah pernyataan berikut ini:
“Pasangan yang saleh dan salihah adalah yang jika dilihat akan menyenangkan, jika diminta akan melayani, dan jika berjauhan akan menjaga diri.”
Pernyataan ini bukan terjemahan literal dari teks Hadis di atas, melainkan terjemahan dengan perspektif mubadalah, berdasarkan makna yang terkandung dalam teks tersebut dan kita dukung oleh teks-teks lain.
Dengan demikian, kedua belah pihak harus saling menjadi pribadi yang menyenangkan dan melayani pasangannya.
Inilah praktik dari apa yang tercatat dalam QS. al-Rum (30): 21 sebagai relasi yang sakinah (bahagia membahagiakan), mawaddah (saling mencintai) dan rahmah (saling mengasihi). []