Mubadalah.id – Mubadalah mampu menjawab bagaimana cara membangun relasi antar manusia untuk menjadi sehat. Baik relasi relasi pribadi, domestik, maupun publik. Dalam membangun relasi tersebut, perspektif Mubadalah tidak pernah menyalahkan teks, bahkan teks-teks yang dianggap misoginis sekalipun.
“Tidak ada ungkapan-ungkapan yang menyalahkan ayat al-Qur’an dan hadis, teks fiqh dan lainnya. Itu tidak ada,” kata Kepala Kantor Urusan Agama (KUA), H. Zudi Nurmanto saat bedah buku Qira’ah Mubaadalah di SMK Ma’arif Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu 20 Januari 2019.
Dalam Qira’ah Mubaadalah, lanjut Zudi, yang diubah adalah paradigma, cara berpikir, cara pandang dan cara baca, bukan mengubah atau menyalahkan teksnya.
“Ternyata kita bisa memahami teks dengan tanpa menyalahkan teks. Tetapi dengan pespektif yang membawa kenyamanan,” lanjutnya.
Zudi mengungkapkan, teks al-Qur’an yang diturunkan di Arab berada pada kondisi sosial budaya yang mendiskrimasi terhadap perempuan. Maka tidak sedikit ayat al-Qur’an yang menyudutkan perempuan.
Misalnya, perempuan digambarkan sebagai barang bukan sebagai orang. Artinya, dia bisa diwariskan dan bisa diperjualbelikan.
Itulah kenapa di dalam sebuah keluarga, kehadiran seorang perempuan di Arab pada masa pra-Islam disambut dengan sedih. Raut muka yang tadinya ceria berubah menjadi marah besar. Kehadiran perempuan berarti beban keluarga menjadi bertambah.
“Kondisi ini disebut dengan kondisi feodal artinya siapa yang punya modal maka dia yang berkuasa. Dalam kondisi ini perempuan diposisikan sebagai yang menghalangi bagi orang yang mempunyai modal. Akhirnya lahirnya seorang perempuan di masyakarat itu banyak memberikan beban,” ungkapnya.
Zudi menuturkan, pembacaan teks ayat akan melahirkan perilaku yang berbeda. Jika keliru maka yang akan terjadi perempuan akan selalu didiskriminasi seperti yang terjadi sebelum Islam datang.
Hal itulah yang menyebabkan budaya patriakhal mengakar kemana-mana. Sebuah budaya dimana laki-laki sebagai pusat peradaban sementara perempuan menjadi subordinat dan terpinggirkan.
“Qira’ah Mubadalah ini diharapkan akan melahirkan kenyamanan dan pesan Islam rahmatan lil ‘alamin,” pungkasnya. (RUL)