Mubadalah.id – Sebagai alumni Pesantren, khususnya Pesantren perempuan (Lil-Banat). Tentunya istilah Madrasah Diniyah bukan lagi hal yang asing bagi saya. di Pesantren para santriwati memiliki dua aktivitas pembelajaran, yaitu sekolah formal, seperti SMP atau SMA. Dan di sore atau malam hari berlanjut dengan sekolah non-formal atau yang kita kenal dengan Madrasah Diniyah. Beliau, Hajjah Rahmah El Yunusiyah ialah sosok pencetus di baliknya.
Sekolah Islam atau Madrasah Diniyah ialah lembaga yang berisi kegiatan dalam mendalami ilmu keagamaan. Dengan berbagai materi pendalaman, meliputi; Ilmu Al-Quran, Hadist, Fikih, Akhlak, dan Akidah, menggunakan sistem klasikal. Yaitu sebuah mode pembelajaran klasik dengan jenjang pendidikan dan kelas yang terstruktur. Mulai dari kelas awaliyah (dasar), wustho (menengah), dan ulya (atas).
Mengapa saya mulai mengulas tentang Madrasah Diniyah atau Sekolah Islam Perempuan?
Sosok Hajjah Rahmah El Yunusiyah, Perempuan yang Bergelar Syaikh
Pada 10 November 2025, bertepatan pada Hari Pahlawan. Presiden Indonesia, Prabowo Subianto mengumumkan sepuluh nama sosok yang berjasa bagi bangsa Indonesia, yang berasal dari berbagai penjuru daerah Indonesia.
Dua di antara delapan laki-laki ialah sosok perempuan yang paling berjasa, yang seharusnya sudah sejak lama menjadi pahlawan Indonesia. Mereka ialah Marsinah si Buruh Aktivis, dan Hajjah Rahmah El Yunusiyah, pahlawan perempuan dari Sumatera Barat.
Lahir pada 26 Oktober 1900 di Nagari Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat. Sepak terjang Hajjah Rahmah El Yunusiyah memang tidak ada keraguan lagi. Ia tumbuh dalam keluarga Ulama, dan mengalir dalam jiwanya kecintaan kepada pendidikan. Meski ia sempat menikah dengan seorang Ulama dari Sumpur. Namun, pernikahan mereka hanya bertahan enam tahun saja, karena tidak mendapatkan keturunan.
Pasca berpisah dengan suaminya, Hajjah Rahmah El Yunusiyah pun tidak berlama-lama bersedih hati dan berenang dalam lautan air mata duka. Ia malah semakin mendedikasikan diri sepenuhnya kepada dunia pendidikan. Inilah awal mulanya, ia mendapatkan inspirasi dari saudaranya, Zainuddin Labay El Yunusy sebagai pendiri Madrasah Diniyah, tetapi hanya terbatas untuk laki-laki.
Sepak Terjang Memperjuangkan Hak-hak Perempuan
Rahmah El Yunusiyah merasa bahwa perempuan juga berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama dengan santri laki-laki. Maka terbentuklah Madrasah Diniyah Lil-Banat, Sekolah Islam Perempuan pertama, yang saat ini kita kenal dengan Diniyah Putri.
Pada tahun 1955, Beliau menerima gelar kehormatan ‘Syaikhah’ langsung dari Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir. Yang mana, gelar tersebut sangat langka pada Ulama perempuan. Namun, rekam jejak Hajjah Rahmah El Yunusiyah yang tidak hanya sebagai Ulama Perempuan yang menginisiasi pendidikan Islam khusus perempuan, tetapi beliau juga pernah menjadi pemimpin Gyu Gun Ko En Kai Haha no Kai. Ini adalah organisasi perempuan yang aktif membantu perjuangan perwira Gyugun pada masa kependudukan Jepang.
Beliau juga berperan aktif dalam Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS). Organisasi ini berjuang menegakkan harkat kaum wanita. Selain itu, ia juga menjadi anggota Dewan Partai Masyumi, salah satu partai politik Islam terbesar di Indonesia pada saat itu. Sehingga, sepak terjang beliau dalam memperjuangkan hak-hak perempuan mendapatkan sorotan hangat.
Pada tahun 2013, Suryadharma Ali, Menteri Agama mengatakan bahwa Hajjah Rahmah El Yunusiyah sangat layak menjadi pahlawan nasional. Peninggalan beliau begitu besar dampak dan kontribusinya. Memiliki manfaat yang tidak ternilai karena telah melakukan hal yang berguna untuk agama, bangsa, negara, dan perempuan.
Meski bertaut dua belas tahun lamanya, pada akhirnya harapan tersebut dapat terealisasikan di tahun 2025. Rahmah El Yunusiyah dan Marsinah menjadi sosok Pahlawan yang memiliki jiwa patriotisme yang tinggi, yang mendahulukan hak-hak dan kepentingan perempuan. []











































