Mubadalah.id – Pada 22 Desember mendatang, seperti tahun-tahun sebelumnya kita akan memperingati Hari Ibu, atau Hari Pergerakan Perempuan Indonesia. Di sisi lain, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, semakin tahun makin bertambah dengan beragam modus dan alibi. Lantas bagaimana Islam melakukan pembelaan terhadap nasib perempuan?
Kadang yang tak habis pikir, masyarakat pun sepertinya ikutan latah menormalisasi dan mengglorifikasi kasus kekerasan. Yakni dengan mengkultuskan lokasi pemakaman korban, sebagaimana yang terjadi di makam seorang gadis muda Nia Kurnia Sari.
Gadis penjaja gorengan di Padang Pariaman ini, terlaporkan hilang oleh keluarganya pada 6 September 2024. Tidak seorang pun menyangka jika perempuan berusia 18 tahun yang rajin berjualan supaya dapat membantu ekonomi keluarganya ini, ternyata diperkosa dan dibunuh pemuda yang kerap membeli gorengannya.
Mayatnya baru ditemukan dua hari kemudian setelah dilakukan pencarian besar-besaran yang melibatkan polisi dan BPBD setempat.
Upaya Nabi Menghapus Tradisi Kekerasan terhadap Perempuan
Melansir dari Majalah Swara Rahima Edisi No. 61 Agustus tahun 2024 dalam kolom dirasah hadis, KH Imam Nakha’i menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw sejak awal menyadari adanya tradisi merendahkan, melakukan kekerasan bahkan berujung pembunuhan terhadap perempuan.
Dalam salah satu hadis, Nabi bersabda:
إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ، ومنعا وهات ، وكره لكم قيل وقال : وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian berbuat durhaka kepada para ibu kalian, dan mengharamkan mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut yang bukan haknya. Allah juga membenci jika kalian menyebarkan kabar burung, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Bukhori)
Hadis di atas menekankan larangan durhaka kepada “ummahat/ibu”. Sebab Nabi Muhammad Saw ingin menegaskan bahwa ibu adalah pihak yang kerap dinomerduakan, karena ia adalah seorang perempuan.
Hal itulah yang dalam gerakan hak asasi manusia hari ini kita sebut dengan affirmation atau tindakan afirmatif. Yaitu tindakan khusus yang kita ambil karena situasi khas yang perempuan alami.
Secara spesifik, KH Imam Nakha’i menambahkan, bahwa hadis tersebut mengharamkan mengubur bayi perempuan hidup-hidup karena pada zaman jahiliyah, ada tradisi membunuh bayi perempuan.
Nabi bukan hanya melarang perlakuan yang kejam terhadap perempuan. Namun juga memerintahkan perlakuan khusus terhadap anak-anak perempuan, karena mereka mempunyai kerentanan yang khusus.
Perlakukan khusus bagi Anak-anak Perempuan
Abi Sa’id al-Khudri meriwayatkan bahwasannya Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barang siapa yang memiliki tiga anak perempuan, atau tiga saudara perempuan, atau dua anak perempuan, kemudian ia memperlakukan mereka secara baik, dan menjaga mereka dengan baik atas nama Allah, maka pasti ia masuk surga.” (HR. Tirmidzi).
Memperlakukan anak laki-laki maupun perempuan dengan baik adalah kewajiban kita sebagai orang tua. Tetapi menurut KH Imam Nakah’i hadis ini hanya menekankan kepada anak perempuan yang perlu menjadi perhatian khusus.
Orang tua yang memperlakukan anak perempuan dengan baik akan dibalas surga sebagai bentuk perlawanan pada pandangan serta tradisi yang menganggap bayi perempuan adalah aib, pembawa sial, beban dan hina sehingga layak untuk dibunuh.
Jangan Ada lagi Nia Kurnia Sari yang Lain
Selain melarang pembunuhan terhadap perempuan secara tegas, Nabi juga mewasiatkan umatnya untuk berperilaku baik terhadap perempuan dan mengulang-ngulang wasiatnya tersebut dalam berbagai hadis.
Hal tersebut adalah sebagai upaya Nabi untuk membangun relasi yang jauh dari kekerasan antara laki-laki dan perempuan. Dalam hadis ini, Nabi berwasiat kepada seluruh umat manusia agar memperlakukan perempuan secara baik.
Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada perempuan. Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik pada perempuan, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada perempuan..”
Dalam hadis tersebut, Nabi bahkan mengulang sampai tiga kali wasiatnya agar berbuat baik terhadap perempuan. Bukankah, kata KH Imam Nakha’i ini perintah yang sangat tegas?
Maka jika kita mengaku diri sebagai umat Nabi, ingin mendapat syafaatnya di hari akhir nanti, wajib bagi kita untuk memperlakukan perempuan di sekitar kita dengan baik. Ibu-ibu kita, Anak-anak perempuan kita, saudara perempuan kita, dan teman-teman perempuan kita.
Melalui refleksi di hari Ibu, dan pembelaan Islam serta dukungan Nabi yang sangat jelas di atas, saya berharap semoga tidak akan ada lagi Nia Kurnia Sari yang lain. Meregang nyawa sia-sia, berkalang tanah, tinggal hanya nama, lalu setelah itu orang-orang pun mulai lupa. []