Mubadalah.id – Saat pertama kali diciptakan, anak perempuan memiliki anatomi reproduksi yang berbeda dari anak laki-laki.
Anak perempuan akan mengalami reproduksi seperti menstruasi, berpotensi hamil, lalu melahirkan, nifas, dan menyusui bayi yang ia lahirkan. (Baca juga: Halaqah KUPI II di Medan Pertemukan Para Ulama Perempuan Region Sumatra)
Hal-hal ini, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, harus menyadarinya dan mengantisipasinya sebagai ikhtiar dengan mengakui terlebih dahulu bahwa perempuan memiliki peran biologis dan sosial yang berbeda dari laki-laki.
Oleh karenanya, hal kedua adalah dengan memberi perlindungan pada anak perempuan agar mereka kelak aman dan nyaman mengemban peran kemanusiaannya yang berbeda dari laki-laki. (Baca juga: Maulid Nabi Muhammad Saw Simbol Renaissance bagi Perempuan)
Sementara itu, Kang Faqih mengingatkan bahwa anak perempuan, karena jenis kelaminnya, menghadapi kerentanan sosial yang tidak akan anak laki-laki hadapi.
Anak perempuan kerap kali mengalami stigmatisasi, subordinasi, marginalisasi, dan berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, mental, maupun sosial. (Baca juga: Mari Anak Muda Bicara Tentang Hari Kerja Layak Internasional Bagi PRT)
Sebuah peraturan akan benar-benar melindungi anak perempuan, jika sudah mengantisipasi hal-hal demikian dan menuangkannya dalam teks-teksnya.
Jika belum, aturan itu harus terbuka kepada perspektif dari norma-norma lain, seperti perspektif hukum Islam yang lebih adil bagi anak-anak perempuan. (Rul)