Mubadalah.id – Seri Nabiyyurrahmah#6 Ini lanjutan dari tema sebelumnya, bahwa adab beribadah, seperti yang diajarkan Nabi Saw, masih tetap perlu santun, ramah, dan memudahkan orang. Santun dalam beribadah ini terekam dalam beberapa cerita di masa Nabi.
Ada kisah menarik, yang dicatat Imam Bukhari dalam Sahihnya, bahwa seorang Sahabat Rasul Saw yang sudah lanjut usia, bernama Abu Barzah al-Aslami ra, datang ke sebuah masjid dengan menaiki kuda.
Sebelum shalat, dia mengikatkan kudanya di luar, tetapi ketika sedang shalat, kuda itu lepas, lalu dia batalkan shalatnya dan lari mengejar kuda tersebut. Setelah menemukan kudanya, dia kembali lagi ke masjid dan mengulang shalat tersebut.
Di antara orang-orang yang berkerumun, ada yang menyatakan: āLihat orang tua itu, dia meninggalkan shalatnya hanya karena mengejar seekor kudaā.
Abu Barzah ra menemui orang tersebut: āRumahku jauh dari sini, kalau aku tetap shalat dan tidak ada kuda, maka aku tidak akan pernah bisa sampai ke keluargaku sampai malam sekalipunā.
Abu Barzah ra juga menegaskan: āKamu mencibirku, padahal hal yang sama pernah aku lakukan pada masa Nabi Saw, dan tidak ada satupun orang yang mencibirku, aku justru melihat kemudahan yang selalu baginda Nabi Saw berikanā. (Sahih Bukhari, no. hadits: 6195).
Kisah Amr bin Ash ra juga sangat terkenal, ketika junub pada suatu pagi subuh yang sangat dingin. Dia memilih untuk tidak mandi, tetapi cukup dengan tayammum pakai debu, lalu shalat memimpin jamaāah. Ketika hal itu sampai kepada Nabi Saw, Amr bin Ash ra ditanya, lalu menjawab: āKan Allah melarang kita menjerumuskan diri pada kematianā. Mendengar hal itu, Nabi Saw tersenyum dan menyetujuinya. (Sunan Abu Dawud, no. hadits: 334).
Kisah lain yang juga dramatis adalah, ada seorang sahabat miskin yang melanggar aturan agama, diminta bayar denda, dia tidak punya uang, lalu dibayarkan dari uang Nabi Saw, tetapi uang itu justru diberikan pada dirinya sendiri karena merasa paling miskin. Dan Nabi Saw tertawa melihat realitas ini.
Ini dialognya:
āYa Rasul, aku hancurā, kata seseorang yang datang ke Rumah Rasululllah Saw dengan tegopoh-gopoh.
āKenapa?, tanya Nabi Saw.
āSaya berhungan intim dengan istriku, padahal saya sedang berpuasaā, jawab laki-laki tersebut.
āKamu punya budak yang bisa kamu merdekakan?, tanya Nabi Saw.
āTidakā, jawab laki-laki.
āKamu sanggup puasa dua bulan berturut-turut sebagai gantinya?
āTidakā.
āPunya makanan yang bisa kamu berikan kepada 60 orang miskin?
āTidakā.
Nabi Saw terdiam sejenak, lalu ketika menemukan sejumlah kurma yang cukup untuk disedekahkan pada 60 orang miskin, diundang laki-laki tersebut.
āIni kamu sedekahkan ya, sebagai denda dari pelanggaran kamuā, kata Nabi Saw.
āApakah harus aku sedekahkan kepada orang yang lebih miskin dariku?, Ya Rasul, sungguh di kota Madinah ini tidak ada orang yang paling miskin kecuali diriku sendiriā, jawab laki-laki tersebut.
Nabi Saw tertawa sampai terlihat gigi beliau, seraya berkata: āYa sudah, kamu beri makan untuk keluargamu sendiriā. (Sahih Bukhari, no. hadits: 1970).














































