• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Sebelum Menikah Pahami Dulu Kesiapan Masing-masing Pasangan

Afifah Nurhidayatinnisa Afifah Nurhidayatinnisa
13/03/2019
in Kolom
0
poligami bukan tradisi Islam

poligami bukan tradisi Islam

29
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernikahan diibaratkan sebagai jalan menuju keindahan, kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan. Ketika pernikahan akhirnya tidak sesuai dengan impian, banyak orang mengakhiri pernikahan di meja persidangan. Pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral, sebuah ibadah. Pensakralan membuat semua orang berhati-hati saat memutuskan menikah. Karena hubungan pernikahan tidak selamanya mulus. Pahamilah kesiapan masing-masing pasangan.

Pensakralan juga dimaksudkan agar semua orang tidak mudah patah semangat dan tidak mudah bercerai. Meskipun demikian, kata ‘sakral’ ini tak cukup ampuh untuk benar-benar menghindari kata ‘cerai’.

Belakangan saya mendengar cerita yang cukup membuat saya tercengang. Ada sepasang suami istri yang memutuskan bercerai saat usia pernikahannya baru menginjak tiga bulan.

Mendengar cerita tersebut saya jadi bertanya-tanya apakah keputusan mereka untuk menikah itu salah? Sehingga di usia pernikahan yang baru seumur jagung tersebut harus berakhir di meja persidangan?

Bukankah saat mereka memutuskan untuk menikah minimal mereka sudah siap untuk menjadi pasangan suami-istri yang saling mengasihi, menyayangi dan melengkapi satu sama lain?

Baca Juga:

KB dalam Pandangan Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Dalam buku Bergerak Menuju Keadilan; Pembelaan Nabi terhadap Perempuan karya KH Faqihuddin Abdul Kodir, saya menemukan hadits yang berbunyi “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang memiliki kemampuan, menikahlah karena menikah itu bisa menundukkan mata dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang tidak mampu, berpuasalah karena puasa itu bisa menjadi kendali baginya.” (Riwayat Imam Bukhari).

Dalam buku tersebut dijelaskan, menikah dalam teks hadits yang disebutkan di atas berkaitan dengan kemampuan seseorang. Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan atau kesiapan, dia tidak dikenai anjuran menikah.

Menurut sebagian besar ulama fiqh, hukum menikah terkait dengan kondisi kesiapan mempelai; bisa sunnah, wajib, makruh, dan haram.

Ibn Daqiq al-‘Id menjelaskan menikah bisa wajib ketika seseorang merasa sangat tergantung untuk menikah, yang jika tidak dilakukan ia bisa terjerumus pada perzinahan.

Menikah juga bisa menjadi haram, ketika pernikahan menjadi ajang penistaan terhadap istri atau suami, baik dalam hal nafkah lahir maupun batin.

Menjadi sunnah, jika ia tidak tergantung terhadap menikah, tetapi bisa mendatangkan manfaat baginya. Jika menikah tidak mendatangkan manfaat, hukumnya justru menjadi makruh.

Imam al-Ghazali (w. 505 H) misalnya, menyatakan bahwa bagi seseorang yang merasa akan memperoleh manfaat dari menikah dan terhindar dari kemungkinan penistaan dalam pernikahan, sebaiknya ia menikah.

Lain hal, ketika ia justru tidak akan memperoleh manfaat, atau tidak bisa menghindari kemungkinan penistaan, maka tidak dianjurkan menikah.

Jika melihat dari beberapa penjelasan tersebut, alangkah baiknya antara perempuan dan laki-laki yang memutuskan untuk menikah, sekiranya bisa saling memahami kesiapan masing-masing. Baik kesiapan lahir maupun batin.

Jika kedua belah pihak belum mengetahui seberapa jauh kesiapannya, dikhawatirkan pernikahan tersebut tidak akan membawa kebahagiaan untuk keduanya.

Nanti setelah menikah dan berumah tangga, segala hal yang tadinya diurus sendiri-sendiri akan dilakukan bersama. Mereka akan saling melengkapi, menjaga dan mengasihi satu sama lain. Karena saat berbicara rumah tangga berarti bukan membicarakan salah satu pihak tapi keduanya.

Karena sejatinya setiap orang baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang penuh agar benar-benar bisa menemui harapan cinta kasih dan kedamaian dalam pernikahan.

Seperti tujuan pernikahan yang digambarkan dalam Al-Qur’an, yaitu untuk membentuk kehidupan yang penuh dengan cinta kasih dan kedamaian.[]

Tags: hukum pernikahanislamlaki-lakinabiperempuanperkawinanpernikahan
Afifah Nurhidayatinnisa

Afifah Nurhidayatinnisa

Afifah Nurhidayatinnisa, Alumni SMA Negeri 1 Kandanghaur Indramayu. Aktif berkegiatan di Sanggar Seni Asem Gede Muntur Losarang- Indramayu. Sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi Syariah di Institut Studi Islam Fahmina

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version