Mubadalah.id – Berdiskusi mengenai definisi dan karakteristik seorang Alpha Female seringkali beriringan dengan berbagai mitos yang muncul. Analisis dalam bagian pertama buku “The Alpha Girl’s Guide Apa itu Alpha Female” karya Henry Manampiring menggali beberapa mitos yang perlu kita singkap.
Mitos Pertama: Alpha Female adalah Perempuan yang Dihormati
Ada anggapan bahwa seorang Perempuan Alfa identik dengan sosok yang memiliki kualitas baik dan terpandang. Namun, kenyataannya menjadi Perempuan Alfa bukanlah jaminan untuk selalu dihormati. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan seorang Alpha tidak selalu mengindikasikan penerimaan positif dari lingkungan sekitarnya.
Mitos Kedua: Alpha Female Tidak Pasif
Salah satu mitos yang sering muncul adalah bahwa Perempuan Alfa tidak pernah bersikap pasif. Namun, dalam realitasnya, setiap individu tentu memiliki hak untuk memilih sikapnya, termasuk bersikap pasif jika itu adalah pilihan yang kita ambil.
Mitos Ketiga: Alpha Female Memiliki Daya Tarik Fisik yang Di Atas Rata-rata
Terdapat keyakinan bahwa Perempuan Alfa yang memiliki daya tarik fisik ini rata-rata akan lebih banyak yang suka. Namun, hal ini sebenarnya justru lebih berkaitan dengan stereotipe gender yang masih terpengaruh oleh ideologi patriarkal.
Realita: Perempuan juga Bisa Aktif dan Memiliki Pengaruh
Manampiring berupaya untuk menaturalisasi beberapa konsep mengenai Alpha Female. Ini termasuk pemahaman bahwa perempuan memiliki hak untuk menjadi aktif seperti halnya laki-laki, serta memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan pemikiran mereka dan menggunakan pola pikirnya sebagai alat pengaruh.
Namun, penting untuk diingat bahwa naturalisasi ini dapat memberikan pemberdayaan kepada perempuan namun juga berpotensi membatasi mereka. Tekanan untuk selalu aktif dan menarik secara fisik tentunya masih merupakan bagian dari ideologi patriarkal yang harus kita sadari.
Menggali Makna Sebenarnya dari Alpha Female
Diskusi mengenai Perempuan Alfa memang memunculkan berbagai mitos yang perlu kita singkap. Meskipun upaya untuk membebaskan perempuan dari stereotipe adalah langkah yang positif, namun perlu kita ingat bahwa setiap individu, termasuk Perempuan Alfa, juga memiliki hak untuk memilih dan menjalani kehidupannya sesuai dengan pilihannya.
Mitos ketiga tentang daya tarik fisik yang di atas rata-rata bagi seorang Perempuan Alfa juga perlu kita singkap. Pandangan ini tidak hanya mempersempit gagasan kecantikan menjadi standar yang harus terpenuhi oleh perempuan.
Tetapi juga menekankan bahwa nilai seorang perempuan terletak pada penampilannya. Ini hanya memperkuat stereotipe yang mengikat perempuan dalam kerangka penilaian fisik yang sempit, mengabaikan kekayaan nilai-nilai dan kontribusi yang mereka miliki di luar penampilan mereka.
Dalam menyelami makna sebenarnya dari istilah Perempuan Alfa, penting untuk memahami bahwa setiap individu memiliki peran dan kekuatan yang unik dalam masyarakat. Saling mendukung untuk membebaskan perempuan dari ekspektasi yang terlalu sempit atau terlalu berlebihan.
Dalam menjelajahi dinamika Perempuan Alfa, kita juga harus memperhatikan bahwa konsep ini tidaklah statis dan dapat bervariasi di antara individu. Sementara beberapa perempuan mungkin merasa nyaman dengan label ini dan menggunakan kekuatannya untuk membawa perubahan positif, yang lain mungkin merasa terbatas oleh stereotip yang melekat padanya.
Oleh karena itu, penting untuk menghargai keragaman pengalaman dan perspektif perempuan dalam menjalani kehidupan mereka, dan mengakui bahwa definisi seorang Perempuan Alfa tidak boleh terbatas menjadi kriteria yang kaku dan tidak fleksibel.
Dengan demikian, melalui dialog terbuka, pemahaman yang lebih mendalam, dan dukungan bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua individu, tanpa memandang jenis kelamin, untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. []