Mubadalah.id – Pesan singkat yang redaksi mubadalah.id terima dua hari yang lalu menyampaikan bahwa proses konsultasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) sudah berjalan selama 13 hari. Hingga hari itu tercatat sudah ada 160 peserta (89.3% perempuan, 10.7% laki-laki) dari 65 kabupaten/kota di 20 provinsi. Data tersebut menghangatkan jiwa dimana semangat KUPI pasca 2017 silam masih terus menggelora. Ruang-ruang diskusi mulai menggeliat hidup di 5 hari terakhir. Setidaknya ada 120 komentar dan tanggapan mewarnai proses review dan diskusi.
Alhamdulilah. Kata terucap dari para panitia dan penyelenggara, meski masih terbatas hanya pada 30 partisipasan yang terlibat. Pasalnya, proses diskusi berbasis online ini memang boleh dibilang baru bagi sebagian besar partisipan. Namun semangat membangun ikatan silaturahim di antara jejaring keulamaan KUPI di berbagai level sosial yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia menjadi penguat jelang kongres KUPI berikutnya.
Untuk itu, pihak panitia akan terus mengajak kepada partisipasan, ibu/bapak, yang belum LOGIN dan berpartisipasi dalam mereview, memberi catatan, serta rekomendasi atas perjalanan hasil Kongres KUPI 2017 lalu. Panitia berharap ikhtiar kecil ini dapat bermanfaat bagi KUPI, khususnya, dan tentu untuk masyarakat Indonesia pada umumnya. Yakni untuk meneguhkan nilai keIslaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Dengan dibarengi dsmangat tanpa jeda, serta silaturahim tanpa batas.
Konsultasi Digital KUPI, Intinya Apa?
Ada warna-warni pandangan yang muncul dari sejumlah partisipan terkait istilah “KONSULTASI”. Beberapa pandangan selaras dengan hakikat yang dimaksud dari proses ini. Tapi tak sedikit punya pandangan terlalu melenceng jauh dari apa yang dikehendaki panitia. Seperti pandangan bahwa proses konsultasi ini adalah diskusi online beberapa narasumber, dimana partisipan sekadar mengikuti dan melihat belaka; layaknya diskusi tingkat tinggi bertabur ragam wacana dan argumentasi, yang sarat kualitas dan otoritas intelektualitas para ulama perempuan, dan lain sebagainya.
Terlepas dari beragam pandangan yang tentu bakal panjang berderet jika kita unboxing di sini, jadi intinya apa sih proses konsultasi ini? Proses ini merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi dari apa yang pernah dihasilkan dalam kongres KUPI 2017 silam, khususnya 3 fatwa Keagamaan KUPI. Apa yang sudah berjalan baik, apa yang kurang, dan apa yang kira-kira perlu ditingkatkan untuk lebih baik ke depannya.
Jadi siapapun partisipan, dapat terlibat, meng-evaluasi, memberi catatan, menilai, menyampaikan rekomendasi, hingga kritik, berbasis pada pengalaman intelektual- pengalaman lapangan di daerahnya, lembaga, komunitasnya, dan lain sebagainya. Jadi keterlibatan dan partisipasi semuanya tentu sangat berguna bagi KUPI yang bakal menyongsong Kongres II mendatang di tahun 2022. []