Mubadalah.id – Selayaknya bahtera yang membutuhkan nakhoda, demikian juga bahtera rumah tangga membutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab, mengatur dan melindungi anggota keluarganya.
Pada umumnya, pemimpin dalam keluarga adalah suami. Model kepemimpinan ini adalah kepemimpinan tunggal karena ada satu pemimpin yang bertanggung jawab terhadap keluarga. Hal ini sejalan dengan pandangan sejumlah ulama fikih dalam menafsirkan firman Allah dalam QS. an-Nisa 4: 34 yang berbunyi:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain,…”, sebagaimana diungkapkan oleh Husein Muhammad dalam Fiqh Perempuan, dan Nasaruddin Umar dalam Argumen Kesetaraan Jender.
Akan tetapi fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu, istri juga dapat menggantikan peran tersebut dalam rumah tangga.
Selain kepemimpinan tunggal sebagaimana gambaran di atas, pola kepemimpinan kolektif juga kita temukan dalam realitas masyarakat.
Kepemimpinan kolektif ini merupakan kepemimpinan yang suami dan istri miliki bersama. Keduanya merupakan tim pemimpin yang bersama-sama memimpin dan mengelola rumah tangga. Semua ini menunjukkan keberagaman bentuk kepemimpinan dalam keluarga.
Pada dasarnya, siapa pun yang menjadi pemimpin sebaiknya tidak perlu kita persoalkan sepanjang kepemimpinannya baik dan bertanggung jawab. Pemimpin keluarga yang baik adalah:
Pertama, memiliki kemampuan manajerial, bersikap adil dan bijaksana, berorientasi pada kepentingan anggota keluarga, mengayomi, dan memastikan seluruh kebutuhan keluarga terpenuhi,
Kedua, mampu bersikap adil pada seluruh anggota keluarga yang dipimpin, bukan yang menguasai, mendominasi, atau mengambil keputusan secara sepihak demi kepentingan dirinya saja,
Ketiga, mampu membangun suasana yang harmonis dan damai dalam keluarga, menciptakan budaya saling menghormati dan menghargai. Serta merawat kasih sayang di antara anggota keluarga.
Secara khusus, pemimpin keluarga haruslah memenuhi dua syarat utama, yaitu bertanggungjawab dalam pemenuhan nafkah dalam keluarga dan memiliki kemampuan manajerial dalam mengatur rumah tangga dengan adil dan bijaksana. Hal ini sejalan dengan pemahaman tafsir QS. an-Nisa 4:34. []