Minggu, 7 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Muhammad

    Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    Maulid Nabi Muhammad Saw

    Ketika Maulid Nabi Muhammad Saw Dituduh Bid‘ah

    Temu Inklusi

    Temu Inklusi: Memastikan Aksesibilitas bagi Teman Disabilitas

    Maulid Nabi saw di Indonesia

    Perayaan Maulid Nabi di Indonesia

    Maulid Nabi

    Perayaan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia

    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Muhammad

    Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    Maulid Nabi Muhammad Saw

    Ketika Maulid Nabi Muhammad Saw Dituduh Bid‘ah

    Temu Inklusi

    Temu Inklusi: Memastikan Aksesibilitas bagi Teman Disabilitas

    Maulid Nabi saw di Indonesia

    Perayaan Maulid Nabi di Indonesia

    Maulid Nabi

    Perayaan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia

    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sibuk

Hilyatul Aulia Hilyatul Aulia
20 September 2020
in Pernak-pernik, Sastra
0
Istri Shalehah dan Suami Shaleh (Bagian Ketiga)
331
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sudah hampir satu tahun aku menikah dengan Tya, juniorku di kampus yang akhirnya menjadi pendamping dan pelabuhan terakhirku. Setelah menikah, kami memilih untuk tidak tinggal bersama orang tua. Kami ingin hidup mandiri, memulai kehidupan baru dari awal. Membangun segalanya bersama.

Aku dan Tya sama-sama bekerja. Tya yang sebelum menikah hanya sibuk mendampingi anak-anak sanggar seni melukis dan bermain musik, kini juga sibuk mengajar di sebuah yayasan pendidikan dekat rumah kami. Tya juga aktif menulis. Sejak kuliah dia aktif menulis di kolom mingguan sebuah surat kabar dan website yang telah membesarkan namanya. Jadilah, hari-harinya sangat padat. Tya baru pulang dari sanggar saat waktu menjelang petang. Namun jika belum selesai dengan proyek menulisnya, ia tak akan lantas istirahat begitu saja.

Aku sudah tidak asing dengan kesibukannya. Sebelum menikah pun dia sudah biasa sibuk. Sebetulnya kesibukanku dan kesibukan Tya hampir menyita waktu yang sama. Bahkan mungkin Tya lebih banyak, karena di akhir pekan dia tetap pergi ke sanggar. Baginya, melatih anak-anak melukis dan bermain musik adalah waktu refreshingnya.

Seperti hari ini. Minggu pagi, saat jam baru menunjukkan pukul delapan, Tya sudah rapi dengan menenteng ransel dan kunci motornya, siap meninggalkanku yang masih santai mengenakan kaos tidur sambil menikamati secangkir kopi.

“Kak, aku nitip cuci piring sama nyapu teras yah. Cucian udah aku jemur. Barangkali nanti gerimis tolong angkatin.”

“Iya sayang. Kamu pulang jam berapa?” Tanyaku sambil tetap tak beranjak dari koran harian yang sedang kubaca.

“Kayaknya sebelum dzuhur juga udah di rumah, soalnya hari ini cuma mau lihat hasil lukisan anak-anak, terus nonton gladi bersih pertunjukan akustik buat acara di alun-alun besok.

Tya tiba-tiba berlutut di hadapanku.

“Kak, make up-ku terlalu menor gak?” Tanyanya.

Aku meletakkan koran yang sedang kubaca demi melihat wajahnya. “Nggak, udah cantik kok.” Ucapku sambil iseng menarik ujung jilbabnya.”

“Ah kakak sih, berantakan lagi kan!”

Aku terkekeh melihat ekspresi kesalnya. Dia kembali berjalan ke arah cermin besar yang berada di salah satu sudut ruang tengah untuk merapikan jilbabnya. Aku mengikutinya, kemudian berdiri di belakangnya.

Setelah selesai, Tya berbalik badan. Jarak kami hanya satu jengkal. Dia kemudian meraih punggung tanganku lalu menciumnya. Setelah itu dia menyerahkan keningnya untuk kukecup. Begitulah rutinitas pagi kami sebelum kami sama-sama tenggelam dalam kesibukan yang membuat kami tak punya banyak waktu untuk bersama. Namun entah mengapa pagi itu aku sangat ingin memeluknya. Kuraih kedua pundaknya, lalu menenggelamkan kepalanya ke dalam dadaku.

“Kak, mandi geh. Bau tau!” Ucapnya sambil tertawa saat masih di dalam dekapanku. Ah, Tya, merusak momen saja.

“Nanti lah sekalian abis kerja bakti.”

Kami tertawa bersama, setela itu Tya beranjak ke halaman rumah lalu menyalakan sepeda motor. Aku melepas kepergiannya hingga ia menghilang di balik tikungan jalan. Setelah itu aku kembali ke dapur untuk merapikan meja makan.

Sekitar lima belas menit setelah itu, saat aku sedang mencuci piring tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman rumah. Setelah kulihat, ternyata itu mobil mamah. Aku sedikit terkejut karena mamah tak mengabariku kalau dia akan ke rumah sepagi ini.

“Memang mamah harus bilang dulu yah kalau mau main ke rumah anaknya!” Mamah hanya menjawab begitu saat aku bertanya mengapa ia tiba-tiba berkunjung.

Setelah masuk, Mamah menyelidiki setiap sudut ruangan. Entah apa yang dia cari.

“Mana Tya?”

“Sudah pergi ke sanggar, Mah!”

“Sepagi ini?”

“Iya. Kalau hari minggu Tya ke sanggar pagi-pagi.”

“Kamu udah sarapan?”

“Sudah.”

Mamah kemudian berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji yang di dalamnya hanya ada sesangku nasi yang isinya tinggal setengah dan dua potong telor dadar. Kemudian mamah melirik ke arah tempat cuci piring, di sana tersisa dua cangkir bekas kopi yang belum sempat kucuci.

“Kamu kurusan loh, Gas.” Mamah mulai menyelidikku.

“Masa sih Mah, perasaan dari dulu segini saja!” Aku menanggapinya dengan santai.

Mamah lalu menyentuh permukaan meja makan yang sedikit lengket karena belum dilap.

“Tya bisa beresin rumah gak?”

“Bisa!”

“Yang beresin rumah biasanya siapa, kamu apa Tya?”

“Ya bareng-bareng Mah. Bagas sama Tya kan sama-sama sibuk. Jadi kita gak bisa ngandelin salah satu dari kita buat bersih-bersih rumah. Kalau pagi sebelum berangkat kerja kita bareng-bareng bersih-bersih dulu.”

“Pagi ini juga?”

“Iyah. Tapi tadi Tya buru-buru pergi, jadi gak sempat beresin meja makan.”

“Pantesan kamu kurusan, wong tiap pagi fitnes mulu sambil bersih-bersih rumah. Sarapannya juga cuma sama telor dadar!”

Aku mulai menangkap nada tidak enak dari ucapan Mamah.

“Coba kalau istrimu punya waktu banyak di rumah, kamu gak usah repot-repot seperti ini, fokus kerja saja, cari nafkah.”

Aku sudah bisa menebak arah pembicaraan Mamah.

Sejak awal, mamah memang meragukan pilihanku untuk menikah dengan Tya. Namun beberapa kali aku meyakinkan bahwa Tya adalah pilihan yang tepat untukku. Aku merasa sudah sangat mengenalnya, mengetahui bagaimana kesehariannya, mengenal sikap dan wataknya, latar belakang keluarganya, hingga pandangan-pandangan hidupnya yang sejalan dengan visi misi hidupku.

Tya memang berbeda dengan perempuan lain. Dia adalah sosok perempuan modern, sederhana, mandiri dan aktif. Dia tak begitu cantik, namun menurutku dia menarik. Dia memiliki kelebihan dan bakat yang membuatku sangat mengaguminya. Prestasinya pun sangat baik. Meski aktif di luar kampus, dia tak pernah menomerduakan pendidikannya. Dia perempuan yang mandiri. Sejak awal, dia membiayai kuliahnya dengan mengandalkan honor menulisnya di surat kabar dan website. Dia juga sangat pandai bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Berkat bakat dan kelebihannya tersebut, dia sering diundang untuk mengisi pelatihan-pelatihan dan seminar yang berkaitan dengan bidang yang digelutinya.

Menurut Mamah, karena aku sibuk bekerja, sebaiknya aku menikah dengan perempuan yang tidak memiliki aktivitas apapun di luar supaya bisa fokus mengurus rumah tangga. Namun menurutku, mengurus rumah tangga bukan hanya menjadi fokus istriku, namun juga menjadi tanggung jawabku. Karena itulah aku tak pernah enggan untuk membantu Tya membersihkan rumah mulai dari mencuci hingga memasak. Tya juga tak pernah enggan untuk memintaku mengerjakan pekerjaan rumah jika ia tak sempat mengerjakannya.

“Memang penghasilan kamu gak cukup yah, sampai-sampai Tya juga harus kerja. Setahu mamah sejak sebelum menikah juga kamu sudah mapan. Penghasilan kamu selalu cukup bahkan sampai bisa beli rumah sendiri.”

“Mah, Tya kerja bukan buat nyari uang, bukan karena kita kekurangan, bukan. Sejak dulu memang Tya suka kerja, suka beraktivitas di luar, suka menyalurkan hobinya di sanggar seni. Bukan buat nyari uang, tapi memang dia bermanfaat di sana.”

“Berarti dia cuma mikirin kesenangannya aja, sedangkan kewajibannya ngurusin rumah diabaikan. Sampai bekas sarapan pun harus kamu yang beresin!”

Suasana mulai terasa panas.

“Sekarang masih mending kamu belum punya anak. Lha nanti kalau kamu udah punya anak gimana? Mau kamu juga yang ngasuh sedangkan dia malah ngurusin anak orang di sanggar seninya itu?”

Dadaku sesak mendengar ucapan mamah. Sekuat mungkin aku menahan diri agar emosiku tidak terpancing oleh ucapan mamah.

“Ngobrolnya sambil duduk di depan yuk Mah. Nanti Bagas bikinin teh buat Mamah.”

Aku memapah Mamah sampai duduk di sofa ruang tamu. Untungnya ruang tamu sempat dibersihkan oleh Tya sebelum pergi ke sanggar. Kalau masih ada sedikit saja debu di atas meja, bisa-bisa mamah ngomel-ngomel lagi.

Aku menghidangkan secangkir teh dan beberapa stoples kue ke hadapan mamah.

“Cobain deh Mah, enak loh. Tya bikin sendiri.” Aku menyodorkan stoples berisi kue nastar, tapi Mamah seperti enggan untuk menyentuhnya.

“Mamah udah sarapan? Apa mau Bagas bikinin nasi goreng?”

“Gak usah, Mamah udah kenyang.” Mamah mengambil salah satu buku yang sengaja aku dan Tya simpan di rak bawah meja agar bisa dibaca oleh setiap tamu yang datang ke rumah.

“Aku tinggal ke belakang bentar yah Mah, belum mandi nih! Mamah santai aja dulu.”

Setelah selesai membereskan dapur dan mandi, aku kembali menemani Mamah mengobrol di ruang tamu. Saat aku datang, mamah terlihat sedang asyik membaca sebah novel yang ditulis oleh Tya, sedangkan stoples kue nastar di hadapannya tinggal separuh.

Aku dan Mamah melanjutkan perbincangan hingga tak terasa waktu sudah mulai beranjak siang. Mamah pun bersiap-siap untuk pulang.

“Sebentar lagi Tya juga pulang, Mah. Apa Mamah gak nunggu?”

“Nggak lah, Mamah kesini cuma mau nengok kamu saja kok.”

Aku mengantar Mamah sampai mamah masuk ke dalam mobil. Lalu tak beranjak hingga mobil itu menghilang di tikungan jalan. Beberapa saat sebelum itu, suara mesin motor tiba-tiba berhenti di belakangku, ternyata itu Tya.

“Itu mobil Mamah Kak?”

“Iyah. Kamu datang kapan? Kok tiba-tiba udah di sini aja?”

“Barusan. Kakak kok gak bilang kalau Mamah ke rumah. Aku kan bisa pulang dulu nemuin Mamah. Aku kangen Mamah loh, udah lama gak ketemu.” Tya mulai ngomel di depanku.

“Mamah juga dadakan kok ke sininya sayang, pulangnya juga buru-buru. Jadi gak sempat nunggu kamu pulang.” Ucapku menenangkannya sambil sedikit merapikan jilbabnya yang mulai berantakan. “Makan lagi yuk, aku lapar nih gara-gara beresin rumah dari pagi!” kurangkul pundaknya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. []

Tags: cerpenistriKesalinganmenikahsuami
Hilyatul Aulia

Hilyatul Aulia

Mahasantri Ma'had Aly Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon

Terkait Posts

Beyond The Bar
Film

Membaca Drama Korea Beyond The Bar Episode 3 Melalui QS. Luqman

2 September 2025
Affan Kurniawan
Personal

Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

2 September 2025
Kesenjangan Gaji
Publik

Kesenjangan Gaji antara DPR dan Rakyat, Amanah atau Kemewahan?

25 Agustus 2025
Laskar Pelangi
Publik

Kesalingan dalam Laskar Pelangi; Pendidikan Bukan Beban, Tapi Investasi Peradaban

25 Agustus 2025
Kesehatan yang
Hikmah

Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Ibu Hamil

24 Agustus 2025
Masa Kehamilan Istri
Hikmah

Dukungan Suami dan Keluarga dalam Masa Kehamilan Istri

24 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Manggopoh Perempuan yang Menyusui dan Melawan Pajak di Medan Perang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Love Untangled: Haruskah Menjadi Cantik untuk Dicintai?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad
  • Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?
  • Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah
  • Siti Manggopoh Perempuan yang Menyusui dan Melawan Pajak di Medan Perang
  • Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID