Mubadalah.id – Umat muslim di Indonesia memiliki tradisi yang indah, tak hanya berkunjung kepada mereka yang masih hidup, di awal dan akhir Ramadan, kita kerap mendatangi kubur atau berziarah ke makam saudara, kerabat, keluarga, maupun nenek moyang yang telah berpulang lebih dahulu kehadirat Allah Swt.
Meski beberapa orang merasa yang percaya bahwa ziarah kubur tidak ada perintahnya. Namun ternyata Rasulullah pun rindu diziarahi. Berikut adalah kisahnya.
Adalah Bilal bin Rabah Al-Habasyi, seorang mantan budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar, Bilal adalah seorang pengikut setia Rasulullah Saw. yang amat merdu suaranya ketika melantunkan azan. Selepas wafatnya sang teladan, Bilal memutuskan untuk tak lagi tinggal di Madinah.
Bukan karena ia tidak lagi mengimani Rasulullah Saw. Bukan pula karena ia tak lagi menyenangi kota itu. Namun karena tiap kali ia menginjakkan kakinya di tanah kota Madinah, amat banyak kelebat kenangan yang membuat ia demikian rindunya terhadap Nabi Muhammad. Air matanya mengucur, luka akan kepergian sang teladan begitu membekas di hatinya yang lembut.
Bilal pun menguatkan tekadnya untuk berpindah ke daerah Syam, meninggalkan Madinah, kota yang amat Rasulullah cintai. Ia memutuskan untuk tidak mengumandangkan azan sama sekali, sebab ia tak sanggup jika harus mengumandangkan azan. Sedangkan yang pertama kali memerintahkannya untuk mengumandangkan azan telah tiada.
Mimpi Bilal Bertemu Rasulullah
Di suatu malam yang hening di kota Syam, Bilal menangis tersedu-sedu dan terbangun dari tidurnya. Malam itu, Rasulullah Saw. hadir di mimpinya dan bertanya, “Apakah engkau tak rindu kepadaku, Wahai Bilal? Mengapa engkau tak menziarahiku?”
Pertanyaan Rasulullah Saw. dalam mimpi Bilal malam itu membuatnya bergegas berangkat ke kota Madinah, ia segera melakukan perjalanan untuk menziarahi kekasihnya, Rasulullah Saw.
Sesampai di makam Rasulullah Saw., Bilal menangis tersedu-sedu. Betapa ia amat rindu, bagaimana mungkin ia tak merindukan seseorang yang amat baik budi pekertinya, yang mengangkat Bilal dari lembah kehinaan dan menjadikannya sahabat. Seseorang yang memintanya menjadi orang pertama yang mengumandangkan azan. Orang yang tak pernah memandang Bilal dari warna kulitnya yang legam.
Mendengar Bilal telah tiba kembali di Madinah, para sahabat bergembira. Umar, yang menjadi khalifah saat itu, bersama kedua cucu kesayangan Rasulullah Saw., Hasan dan Husein, meminta Bilal mengumandangkan azan. Sungguh, mereka juga amat sedih dengan kepindahan Bilal. Mereka merindukan suara merdunya yang tak lagi terdengar selepas wafatnya Rasulullah.
Bilal Kembali Azan di Depan Makam Nabi
Karena permintaan yang kuat dari Umar, kedua cucu Rasulullah, juga seluruh penduduk kota yang mengetahui Bilal telah kembali. Akhirnya Bilal pun berdiri untuk mengumandangkan azan di depan makam Rasulullah Saw. Namun apa yang terjadi?
Belum selesai azan dikumandangkan hingga akhir, air mata Bilal telah jatuh sederas-derasnya. Ia tak lagi mampu melanjutkan azan, beribu kenangan ketika Rasulullah Saw. masih hidup memenuhi dadanya.
Masyarakat Madinah yang mendengar suara azan Bilal yang menyayat itu pun menangis. Satu kota berduka dengan tangisan yang amat pilu dalam catatan sejarah. Alkisah, itu adalah tangisan paling menyedihkan penduduk Madinah, selain tangisan ketika kabar Rasulullah telah wafat memenuhi kota.
Maka, jika Rasulullah Saw. saja rindu diziarahi oleh sahabatnya, tentu kerabat, keluarga, saudara kita yang telah wafat pun rindu kita ziarahi. Mari berziarah dan melepas rindu dengan orang-orang yang kita sayangi, meski sudah tidak bersama di dunia ini. []