Mubadalah.id – Setelah tarawih ke masjid Sayyidah Ruqayyah, saya sempat berkenalan dengan supir bajai yang mengantarkan saya ke masjid tersebut. Perkenalan yang cukup hangat, karena sopir bajai ini memiliki pengetahuan yang baik tentang makam para Ahlul Bait di Kairo.
Setelah mengetahui bahwa saya sering melakukan tarawih keliling selama Ramadan, ia meminta saya untuk menyimpan nomor handphonenya. Dengan wajah yang tegas dia mengatakan bahwa ingin menjadi pengantar orang-orang yang hendak pergi ziarah ke makam Ahlul Bait.
Pemandangan seperti ini adalah ekspresi kecintaan orang Mesir pada keluarga Nabi Muhammad Saw yang sangat umum terjadi. Mungkin, DNA orang Mesir memang tercipta dengan bentuk cinta yang luar biasa tinggi pada keluarga nabinya. Paman Ammar -Sopir Bajai- adalah salah satu contoh dari sekian banyak orang Mesir yang hormat dan cinta pada orang salih terkhusus keluarga Nabi Muhammad SAW.
Pukul 19.10, saya menghubungi nomor yang telah ia berikan. Kita berjanji untuk bertemu tepat di lorong kecil dekat rumah saya. Dalam waktu sekitar 5 menit setelah percakapan di telfon, akhirnya kita bertemu dan menuju ke masjid tarawih hari ini yaitu Masjid Sayyidah Sukainah.
Pengalaman Spiritual
Cuaca Kairo hari ini 30 Maret 2024 sedikit hangat, karena musim dingin telah usai dan hujan sempat mengguyur Kairo. Artinya musim panas sebentar lagi akan tiba. Pukul 19.30 saya mendengar azan saat masih di perjalanan, dengan sedikit buru-buru akhirnya saya sampai di Masjid Sayyidah Sukainah. Setelah itu bergegas untuk bergabung dengan jamaah salat Isya tepat pada pukul 19.37.
Suasana salat di masjid yang terdepat makam Ahlul Bait menjadi pengalaman spiritual yang mendalam bagi saya, karena saya merefleksikan perjuangan dan penderitaan mereka saat hidup. Selain itu keteguhan mereka sebagai Ahlul Bait untuk membela kebenaran.
Sayyidah Sukainah yang memiliki nama asli Sayyidah Aminah, adalah putri dari Sayyid Hussein. Ia Lahir pada tahun 47 hijriyyah di Madinah, sebab pemberian nama lain Sukainah oleh ibunya adalah harapan padanya agar menjadi penenang bagi orang-orang yang ada di sekitar, utamanya keluarga sendiri. Ia meninggal di usia yang ke 70 tahun tepatnya pada tahun 117 hijriyyah. Ada banyak riwayat tempat ia meninggal dan salah satunya adalah di Kairo, di masjid yang sedang saya kunjungi saat ini.
Sayyidah Sukainah adalah satu putri Sayyid Husein yang sangat ia cintai. Dia merupakan perempuan yang sangat menonjol pada eranya. Selain parasnya yang menarik, ia juga menguasai ilmu bahasa, dan juga ilmu syariat lainnya. Ia juga bersama dengan saudaranya Fathimah dan Ali, dan Bibinya yaitu Sayyidah Zaynab menyaksikan peristiwa syahidnya Sayyid Husein di Karbala.
Syarat Pernikahan
Kisah Sayyidah Sukainah banyak terabadikan oleh banyak penulis, dan yang menjadi sorotan saya adalah apa yang tertulis dalam kitab Tarajim Sayyidat Bayt al-Nubuwwah karya Binti Syathi’ pemikir dan aktifis Perempuan Mesir. Ada hal menarik dari Sayyidah Sukainah yang bagi penulis perlu menjadi teladan, ia memiliki semangat yang progresif dan nampak berbeda dengan kebiasaan/adat pada era itu yang terkenal patriarkis.
Tertuliskan bahwa Sayyidah Sukainah saat hendak dilamar oleh Zayd bin Umar bin Utsman, ia memberi sebuah syarat pernikahan yang tidak pernah ada di era itu. Isi syarat pernikahan itu adalah, pertama Jangan sampai menggauli perempuan selain dirinya (Poligami). Kedua, tidak boleh ada batasan antara dirinya dan hartanya (Indipendensi Ekonomi). Ketiga tidak boleh melarang dia keluar rumah jika ia menginginkannya.
Sayyidah Sukainah menunjukkan pada kita tentang bagaimana sebuah pernikahan itu dijalani oleh laki-laki dan perempuan dalam Islam. Sebagai cicit dari Rasulullah SAW ia menunjukkan bagaimana keluarga yang ia bangun harus berdasar pada keadilan dan kesetaraan baik bagi laki-laki dan perempuan.
Contoh yang ia berikan seolah membungkam pernyataan miring pada syariat agama Islam yang dianggap patriarkis dan menomorduakan perempuan dalam keluarga. Alangkah indahnya pemahaman Islam di era awal. Di mana kehidupan keluarga yang bersandarkan pada sebuah negosiasi alih-alih dominasi.
Pada pukul 20.05 empat rakaat tarawih selesai terlaksana, di antara jeda tersebut ada semacam kultum yang diisi oleh petugas dari Wizarah al-Awqaf atau Kemenag-nya Mesir. Ia memberikan sebuah kultum tentang sifat Rasulullah SAW, yaitu Amanah. Ingatan saya langsung terbawa pada seluruh keluarga Nabi Muhammad Saw, betapa mulianya keluarganya yang telah berhasil merisalahkan agama ini hingga sekarang dan memberika uswah yang sangat indah.
Salat di Masjid Sayyidah Sukainah selesai pada pukul 20.30, sembari berzikir saya memandangi interior masjid ini yang bentuknya tidak begitu besar. Dinding bagian atas dikelilingi kaligrafi dengan tulisan ayat Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 284-286. Sungguh suasana spiritual yang sangat mendalam.
Setelah zikir, saya sempatkan untuk ziarah ke makam Sayyidah Sukainah. Di depan pusaranya, saya menginggat-ngingat keberanian dan kecerdasan orang yang terkubur di tempat ini. Dia telah memberikan sebuah uswah hasanah yang komplit sebagaimana buyutnya yaitu Rasulullah SAW.
Dalam tatanan sosial yang menuntut perempuan untuk tunduk pada laki-laki, ia berani dan memberi contoh kongkrit bagaimana seharusnya keluarga itu terbangun dan kita bina. Salam Alayki Ya Sayyidah Sukainah! []