Mubadalah.id – “Anak Perempuan tidak main catur”! pernyataan menohok tersebut diucapkan pak Shaibel (Guru catur) dalam film serial Netflix The Queen’s Gambit kepada Beth Harmon, anak perempuan berusia 8 tahun yang tertarik bermain catur untuk pertama kalinya. Pak Shaibel bukanlah satu-satunya. Laki-laki dewasa yang seringkali menganggap catur hanya permainan untuk mereka, dan perempuan tidak cukup cakap memainkan permainan strategi tersebut.
Di Indonesia, catur menjadi permainan milik laki-laki. Perempuan tak punya ruang untuk memainkannya. Di kampung-kampung mereka bermain di pos-pos ronda, di teras rumah, di balai pertemuan, kadang tak jarang di gedung yang kosong.
Papan dengan enam puluh empat kotak tersebut mampu menyihir para lelaki dewasa untuk mematung, mengernyitkan dahinya pertanda sedang berpikir keras hingga tanpa terasa rokok dan kopi di genggamannya habis. Mereka bisa bermain seharian secara bergiliran, kadang kala hanya langit gelap yang mampu menghentikannya.
Catur yang merupakan salah satu jenis permainan paling tua di dunia, menjadi permainan yang menarik karena mengandalkan kekuatan strategi. Sayangnya, menurut Federasi Catur Internasional (FIDE) hanya ada 16% pemain catur perempuan berlisensi. Catur bukanlah satu-satunya. Catur hanya satu dari banyak permainan yang memperlihatkan dominasi laki-laki. Lalu, mengapa sukar sekali bagi perempuan merebut panggung dalam permainan?
Sedari kecil anak perempuan kerap kali dibombardir dengan permainan yang nampak aman dan mudah seperti bermain boneka, salon, dan memasak. Sementara, anak laki-laki dipilihkan permainan yang agak berat seperti robot, kendaraan, games elektronik dan lain-lain. Tak hanya itu, dalam permainan yang memerlukan kerjasama dalam tim, anak laki-laki selalu diberikan kepercayaan untuk menjadi pemimpin permainan.
Ketimpangan yang dikelola dengan baik sedari kecil dan terus-menerus ini, memunculkan masalah di kemudian hari. Dibekalinya anak perempuan dengan permainan yang relatif aman menyebabkan perempuan menjadi sukar untuk melakukan inovasi.
Bukan karena tak mampu, tetapi karena tidak adanya kesempatan untuk anak perempuan mengembangkan diri. Anak perempuan menjadi tidak terbiasa mengatasi persoalan kerusakan barang, banyak yang menyerah ketika harus mereparasinya. Tanpa sadar, masyarakat sudah mendidik anak perempuan menjadi sosok yang tidak percaya diri.
Pembedaan yang terus dikontruksi dengan sempurna oleh adat, agama dan masyarakat menjadi bahan bakar untuk industri terus memproduksi barang tanpa turut serta membangun narasi kesetaraan. Permainan yang seringkali didasarkan pada jenis kelamin telah menjadi filter awal yang buruk dan cukup kejam untuk anak-anak perempuan meraih mimpinya. Bukan hanya tumbuh menjadi follower, bahkan banyak anak perempuan tumbuh menjadi individu yang berlawanan dengan apa yang ia impikan.
Catur, permainan yang dikategorikan sebagai permainan yang menantang dan rumit ini tak memberi cukup ruang untuk anak-anak perempuan di Indonesia terlibat di dalamnya. Memang, catur tak semarak permainan lainnya, seperti bulu tangkis misalnya, namun catur memberi gambaran bagaimana masyarakat dengan mudah mengklaim secara serampangan permainan yang umum dan tidak umum dilakukan oleh anak perempuan.
Dalam masyarakat dan dunia yang tidak sadar bahwa sistem yang mereka ciptakan dari dulu hingga hari ini sangat bias gender, kehadiran Film The Queen’s Gambit menjadi angin segar. Beth Harmon tampil untuk menampar masyarakat atas diskriminasi yang dialami banyak anak perempuan. Beth hanya satu dari sedikit sekali anak perempuan yang beruntung dapat menjadi apa yang ia inginkan.
Pencapaiannya bukan tanpa kendala. Beth paham benar, ia tumbuh saat perang dingin Amerika dan Rusia berlangsung. Beth berada di masyarakat patriarki yang tak percaya bahwa perempuan dapat meruntuhkan dominasi laki-laki di panggung catur. Cibiran dan gestur yang meremehkan membayangi sepanjang perjalanannya untuk menjadi juara catur dunia.
Beth adalah sosok yang dingin, yang tak mudah didekati. Kesuksesannya didukung oleh sikap abainya pada lingkungannya. Ia menjadi fokus pada apa yang ia inginkan. Abai menjadi kunci Beth untuk menaklukkan masyarakat yang bising.
Meskipun The Queen’s Gambit adalah cerita fiksi, namun film ini berhasil memotivasi banyak penonton terlebih anak perempuan untuk memulai pengalaman baru dengan bermain catur. Selain eBay yang mengklaim penjualannya meningkat 273% hanya setelah 10 hari perilisan film tersebut, pengakuan Leon Watson jurnalis dan Public Relation chess24.com (situs games online catur) pun cukup mengejutkan.
Watson mengakui melonjaknya kunjungan online perempuan yang bertanya tentang catur, menjadikannya pekan dengan jumlah kunjungan terbanyak selama lima tahun terakhir.
The Queen’s Gambit seharusnya dapat menjadi tayangan yang dinikmati masyarakat Indonesia di channel Televisi Nasional. Film tersebut memberikan pemahaman bagi anak-anak perempuan bahwa permainan strategi juga berhak menjadi milik mereka, karena setiap individu dapat berkembang menjadi apapun, seperti pion, gajah, benteng, menteri, raja, dan kuda yang dapat melangkah kemanapun tanpa melupakan aturan dan tanggung jawabnya sebagai individu yang merdeka. []