• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

The Queen’s Gambit: Anak Perempuan Merebut Panggung Patriarki

Meskipun The Queen’s Gambit adalah cerita fiksi, namun film ini berhasil memotivasi banyak penonton terlebih anak perempuan untuk memulai pengalaman baru dengan bermain catur.

Rena Asyari Rena Asyari
02/01/2021
in Film, Pernak-pernik
0
Perempuan

Perempuan

519
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Anak Perempuan tidak main catur”! pernyataan menohok tersebut diucapkan pak Shaibel (Guru catur) dalam film serial Netflix The Queen’s Gambit kepada Beth Harmon, anak perempuan berusia 8 tahun yang tertarik bermain catur untuk pertama kalinya. Pak Shaibel bukanlah satu-satunya. Laki-laki dewasa yang seringkali menganggap catur hanya permainan untuk mereka, dan perempuan tidak cukup cakap memainkan permainan strategi tersebut.

Di Indonesia, catur menjadi permainan milik laki-laki. Perempuan tak punya ruang untuk memainkannya. Di kampung-kampung mereka bermain di pos-pos ronda, di teras rumah, di balai pertemuan, kadang tak jarang di gedung yang kosong.

Papan dengan enam puluh empat kotak tersebut mampu menyihir para lelaki dewasa untuk mematung, mengernyitkan dahinya pertanda sedang berpikir keras hingga tanpa terasa rokok dan kopi di genggamannya habis. Mereka bisa bermain seharian secara bergiliran, kadang kala hanya langit gelap yang mampu menghentikannya.

Catur yang merupakan salah satu jenis permainan paling tua di dunia, menjadi permainan yang menarik karena mengandalkan kekuatan strategi. Sayangnya, menurut Federasi Catur Internasional (FIDE) hanya ada 16% pemain catur perempuan berlisensi. Catur bukanlah satu-satunya. Catur hanya satu dari banyak permainan yang memperlihatkan dominasi laki-laki. Lalu, mengapa sukar sekali bagi perempuan merebut panggung dalam permainan?

Sedari kecil anak perempuan kerap kali dibombardir dengan permainan yang nampak aman dan mudah seperti bermain boneka, salon, dan memasak. Sementara, anak laki-laki dipilihkan permainan yang agak berat seperti robot, kendaraan, games elektronik dan lain-lain. Tak hanya itu, dalam permainan yang memerlukan kerjasama dalam tim, anak laki-laki selalu diberikan kepercayaan untuk menjadi pemimpin permainan.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Vasektomi Sebagai Solusi Kemiskinan, Benarkah Demikian?

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Ketimpangan yang dikelola dengan baik sedari kecil dan terus-menerus ini, memunculkan masalah di kemudian hari. Dibekalinya anak perempuan dengan permainan yang relatif aman menyebabkan perempuan menjadi sukar untuk melakukan inovasi.

Bukan karena tak mampu, tetapi karena tidak adanya kesempatan untuk anak perempuan mengembangkan diri. Anak perempuan menjadi tidak terbiasa mengatasi persoalan kerusakan barang, banyak yang menyerah ketika harus mereparasinya. Tanpa sadar, masyarakat sudah mendidik anak perempuan menjadi sosok yang tidak percaya diri.

Pembedaan yang terus dikontruksi dengan sempurna oleh adat, agama dan masyarakat menjadi bahan bakar untuk industri terus memproduksi barang tanpa turut serta membangun narasi kesetaraan. Permainan yang seringkali didasarkan pada jenis kelamin telah menjadi filter awal yang buruk dan cukup kejam untuk anak-anak perempuan meraih mimpinya. Bukan hanya tumbuh menjadi follower, bahkan banyak anak perempuan tumbuh menjadi individu yang berlawanan dengan apa yang ia impikan.

Catur, permainan yang dikategorikan sebagai permainan yang menantang dan rumit ini tak memberi  cukup ruang untuk anak-anak perempuan di Indonesia terlibat di dalamnya. Memang, catur tak semarak permainan lainnya, seperti bulu tangkis misalnya, namun catur memberi gambaran bagaimana masyarakat dengan mudah mengklaim secara serampangan permainan yang umum dan tidak umum dilakukan oleh anak perempuan.

Dalam masyarakat dan dunia yang tidak sadar bahwa sistem yang mereka ciptakan dari dulu hingga hari ini sangat bias gender, kehadiran Film The Queen’s Gambit menjadi angin segar. Beth Harmon tampil untuk menampar masyarakat atas diskriminasi yang dialami banyak anak perempuan. Beth hanya satu dari sedikit sekali anak perempuan yang beruntung dapat menjadi apa yang ia inginkan.

Pencapaiannya bukan tanpa kendala. Beth paham benar, ia tumbuh saat perang dingin Amerika dan Rusia berlangsung. Beth berada di masyarakat patriarki yang tak percaya bahwa perempuan dapat meruntuhkan dominasi laki-laki di panggung catur. Cibiran dan gestur yang meremehkan membayangi sepanjang perjalanannya untuk menjadi juara catur dunia.

Beth adalah  sosok yang dingin, yang tak mudah didekati. Kesuksesannya didukung oleh sikap abainya pada lingkungannya. Ia menjadi fokus pada apa yang ia inginkan. Abai menjadi kunci Beth untuk menaklukkan masyarakat yang bising.

Meskipun The Queen’s Gambit adalah cerita fiksi, namun film ini berhasil memotivasi banyak penonton terlebih anak perempuan untuk memulai pengalaman baru dengan bermain catur. Selain eBay yang mengklaim penjualannya meningkat 273% hanya setelah 10 hari perilisan film tersebut, pengakuan Leon Watson jurnalis dan Public Relation chess24.com (situs games online catur) pun cukup mengejutkan.

Watson mengakui melonjaknya kunjungan online perempuan yang bertanya tentang catur, menjadikannya pekan dengan jumlah kunjungan terbanyak selama lima tahun terakhir.

The Queen’s Gambit seharusnya dapat menjadi tayangan yang dinikmati masyarakat Indonesia di channel Televisi Nasional.  Film tersebut memberikan pemahaman bagi anak-anak perempuan bahwa permainan strategi juga berhak menjadi milik mereka, karena setiap individu dapat berkembang menjadi apapun, seperti pion, gajah, benteng, menteri, raja, dan kuda yang dapat melangkah kemanapun tanpa melupakan aturan dan tanggung jawabnya sebagai individu yang merdeka. []

 

 

 

 

 

Tags: Filmkeadilan genderKesetaraanperempuanThe Queen's Gambit
Rena Asyari

Rena Asyari

Dosen. Pengelola www.seratpena.com. Podcast dan youtube Seratpena.

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Poligami dalam

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version