• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Tiga Peran Perempuan dalam Proses Ijtihad

Minimnya jumlah perempuan dalam ruang ini memberikan tanda tanya besar, di manakah peran perempuan dalam ranah ijtihad? Mengapa hal-hal yang berkaitan dengan hukum keperempuanan harus diputuskan oleh kaum laki-laki?

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
25/08/2022
in Personal
0
Peran Perempuan

Peran Perempuan

303
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Jika kita melihat fakta, sebagian besar anggota majlis yang ada di Majelis Ulama Indonesia, Majelis Tarjih Muhammadiyah, ataupun Bahsul Masail Nahdlatul Ulama (sebagaimana perannya menjadi rujukan mayoritas masyarakat muslim Indonesia), dominan laki-laki. Peran perempuan seakan tak nampak dan masih terabaikan.

Bahkan, fatwa ulama-ulama klasikpun dominan ulama laki-laki. Sanad keilmuan yang melewati musnid perempuan umumnya tidak terakui, tidak tercatat, bahkan tidak disebutkan. Atau juga dianggap tidak sah. Padahal sebagaimana yang khalayak umum ketahui, Sayyidah Nafisah adalah salah satu guru dari maha guru Imam Syafi’i yang notabenenya adalah perempuan.

Ada juga Sayyidah Aisyah, Ummul Mukminin yang merupakan perawi 2.210 hadis dengan peringkat keempat sebagai perawi hadis terbanyak yang berjenis kelamin perempuan. Lantas, masih enggankah perempuan-perempuan hebat takut atau malu untuk menjadi seperti mereka?

Jumlah Perempuan Masih Minim

Minimnya jumlah perempuan dalam ruang ini memberikan tanda tanya besar, di manakah peran perempuan dalam ranah ijtihad? Mengapa hal-hal yang berkaitan dengan hukum keperempuanan harus diputuskan oleh kaum laki-laki, seperti halnya menstruasi, hamil, nifas, dan melahirkan, mengapa tidak mereka sendiri yang mengeluarkan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan hal tersebut?

Bagaimanapun untuk mendapatkan tafsir yang hakiki, mengenai pengalaman perempuan haruslah menjadi standar pertimbangan yang utama, karena yang merasakan langsung adalah perempuan itu sendiri.

Baca Juga:

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Bagaimanapun dijelaskan oleh perempuan, laki-laki tidak akan mengetahui rasanya adza (menderita), kurhan (kondisi tidak nyaman, seperti mual dan lainnya), dan wahnan ala wahnin (dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah)-nya reproduksi khas perempuan. Sehingga pengalaman perempuan di sini harus kita pertimbangkan agar fatwa yang kita hasilkan tidak justru menambah beban penderitaan kepada kaum perempuan, demikian ucap Nyai Nur Rofiah bil Uzm.

Terlebih hal-hal yang berkaitan dengan reproduksi khas perempuan selalu mengalami perubahan dan dinamikanya di setiap zaman (adanya KB, suntik hormon, bayi tabung, dan lain sebagainya), sehingga keterlibatan aktif perempuan sangatlah kita butuhkan.

Tiga Peran Perempuan dalam Berijtihad

Mengenai isu ini, Kiai Faqihuddin Abdul Kodir menjawab dan merumuskan, setidaknya ada tiga peran perempuan yang harus kita isi dan perhatikan dalam pertimbangan hukum agama maupun konstitusi yang meliputi:

Pertama, Aktor. Sebagaimana laki-laki, perempuan juga merupakan aktor, subjek, atau pemimpin di muka bumi ini (QS. Al-An’am: 165), sehingga dalam ranah ijtihad pun perempuan memiliki tanggungjawab sebagai aktor tersebut.

Perempuan jangan selalu mau menjadi objek hukum, tapi jadilah subjek perumus hukum tersebut. Perempuan aktif yang menjadi mufti, pemimpin, pengambil kebijakan di Pemerintah, keluarga, maupun masyarakat tentu banyak. Namun jumlahnya masih sangat minim jika dibandingkan dengan para aktor laki-laki. Jadi, jangan takut untuk bergerak menuju dan menjadi aktor-aktor perempuan, minimal untuk diri sendiri.

Kedua, Realita. Selain menjadi aktor, dalam ruang ijtihad peran perempuan memiliki posisi lain, yakni sebagai realita. Realita di sini adalah kondisi-kondisi yang terasakan kaum perempuan alami. Baik yang berkaitan dengan hukum maupun segala sesuatu yang akhirnya dapat menjadi hukum. Realita yang perempuan alami tentunya beragam. Sehingga masing-masing perempuan harus aktif dan peka mencatat realita-realita tersebut untuk kemudian menjadi kekuatan dalam ijtihad.

Tanpa adanya realita, maka tidak ada hal yang perlu kita ijtihadi, hukum akan stag, kaku, jumud, tidak berkembang. Dengan adanya respon terhadap realita, ijtihad akan selalu memiliki ruangnya di setiap masa. Hukum akan berkembang mengikuti kebutuhan mukalaf. Islam rahmatan lil alamin benar-benar akan terwujud dan terasakan oleh seluruh manusia. Baik laki-laki maupun perempuan.

Ketiga, Sumber. Saat aktor-aktor perempuan dapat berperan aktif merespon realita-realita yang ia alami oleh perempuan, saat itu juga perempuan dapat menduduki posisinya sebagai sumber hukum dalam ijtihad. Bagaimanapun, realita yang telah melewati proses ijtihad para aktor tentunya akan menjadi suatu hukum baru. Hukum baru inilah yang kemudian menjadi sumber dasar pengambilan kebijakan dan keputusan yang berhubungan dengan kemasalahatan hidup bersama.

Mari Berijtihad!

Sebagaimana yang sering Kiai Faqih tekankan, perempuan yang menghafal Alquran banyak, yang memahami ilmu agama banyak, yang ahli dalam berbagai bidang juga banyak. Maka dari kitu, mari kini saatnya kita untuk berani berijtihad.

Jangan sampai ruang yang harusnya terisi oleh perempuan, lantas terisi dan didominasi oleh kaum laki-laki, yang mengakibatkan suara perempuan tenggelam. Lalu kebutuhannya tidak terealisasi sebagaimana pengalaman yang ia rasakan.

Perempuan dapat mengambil peran ijtihadnya masing-masing sesuai dengan kondisinya. Baik itu ijtihad dalam ranah fikih; qadla, dengan menjadi hakim atau qanun. Yakni melalui undang-undang yang pemerintah rumuskan; maupun fatwa, yang bersifat individu maupun kelompok. Tidak lain agar, baik laki-laki maupun perempuan dapat bersama-sama berkolaborasi memberikan manfaat dan maslahat bagi kehidupan di dunia ini. []

Tags: FatwaIjtihadMUIperempuanulama perempuan
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi
  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version