Mubadalah.id – Pada tahun 2020, film pendek berjudul Tilik di kanal YouTube menjadi trending topik di berbagai media sosial. Film Tilik menjadi Tilik series yang sudah tayang perdana pada 31 Maret 2023. Tilik dalam Bahasa Indonesia artinya menjenguk.
Konflik cerita berawal dari adegan rombongan ibu-ib yang menjenguk Bu Lurah di rumah sakit. Hingga berjalan waktu, periode Bu Lurah memasuki akhir jabatan. Dua nama yang berniat mencalonkan diri adalah Pak Tejo dan Hartono. Pada bagian ini, Tilik series perdana menampilkan sekaligus menggambarkan mulainya kotentasi politik dalam pemilihan kades.
Sosok Bu Tejo, tokoh utama Tilik The Series, diceritakan sebagai perempuan yang sangat yengkuyung warga (perhatian kepada warga). Sifatnya yang dekat dan merakyat membuat dia dipercaya sebagai ketua tim sukses pencalonan suaminya, Pak Tejo, sebagai kepala desa yang baru. Sebagai ketua tim sukses, Bu Tejo berusaha menggandeng tokoh perempuan dan tokoh pemuda.
Namun, Pak Tejo, seolah tergambarkan sebaliknya, berjarak dengan warga.Pak Tejo memiliki egoisme yang tinggi dan hanya ingin memenangkan pertarungan itu dari lawannya, Hartono. Dia hanya ingin menang dan menang tanpa gerakan nyata.
Bu Tejo Figur Perempuan yang Berani
Di tengah problematika Pak Tejo dan Hartono, Bu Tejo ditampilkan sebagai figur perempuan yang berani dan demi mementingkan kepentingan masyarakat. Cerita Tilik menjadi begitu menarik ketika Pak Tejo yang menggebu-gebu ingin mencalonkan diri, masyarakat justru lebih tertarik dengan gaya kepemimpinan Bu Tejo.
Keputusan Bu Tejo untuk berani mencalonkan diri tentu bukanlah hal yang mudah Pak Tejo terima. Budaya patriarkal yang masih kental cukup menggambarkan adanya rasa tidak terima dari diri Pak Tejo.
Di lain sisi, pihak Hartono juga menggaungkan narasi misoginis, dengan merendahkan gaya dan gerakan dari kepemimpinan perempuan yang ia sindirkan kepada Bu kades. Demi melancarkan niat bulusnya mencalonkan diri. Bu Tejo yang berwatak tegas tetap teguh pada nilai integritas dan melawannya dengan inovasi program-program pembangunan untuk berkampaye.
Strategi kampanye politik uang juga mewarnai kontestasi politik di desa. Hartono memainkan praktik licik tersebut dengan memberikan berbagai bingkisan, kaos, dan uang kepada masyarakat. Berbeda dengan karakter Bu Tejo yang diperankan, dengan melarang keras keras segala kampanye dengan unsur politik uang.
Bu Tejo tergambarkan memilih terus mengampanyekan program-programnya di pasar, rumah-rumah warga, dan masyarakat yang beraktivitas di ladang. Figur Bu Tejo di dunia politik saat ini tentu tidak begitu banyak. Justru kebayakan politisi saat ini lebih banyak mengobral janji-janji palsu yang terbalut dalam bentuk program kerja.
Punya Jargon Kampanye “Digdaya lan Sembada”
Bersama dengan tim suksesnya, menyampaikan gagasan dan program yang akan ia wujudkan kepada masyarakat. Bu Tejo bahkan memberanikan diri melakukan penegasan bahwa terpilih atau tidaknya saat pemilihan, program yang telah ia canangkan akan tetap ia jalankan agar bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Dengan jargon kampayenya bersama ibu- ibu “Digdaya lan Sembada“, Bu Tejo berencana akan membangun BUMDes yang sebelumnya sudah ia rencanakan, mengembangkan produk UMKM. Yakni dengan mengagendakan acara pasar kreatif, mendirikan stasiun daur ulang sampah di pasar desa, memberdayakan perempuan, hingga menyediakan fasilitas internet untuk seluruh warga.
Pada akhirnya dalam cerita film Tilik The Series, Bu Tejo pun terpilih menjadi kepala desa yang baru. Dari cerita di atas, Bu Tejo tergambarkan sebagai sosok perempuan gigih dalam kontestasi pemilihan. Yakni dengan menjujung nilai kejujuran dan kebijaksanaan seorang pemimpin.
Bu Tejo merupakan sosok perempuan yang memilki tanggung jawab pemimpin yang gigih dan mampu menjalankan kebenaran. Di mana ia mengabdikan diri dalam membangun desa. Tidak hanya itu, Bu Tejo, juga merangkul perempuan untuk memiliki keberanian, dan ketangguhan untuk mendobrak segala masalah hingga keterbatasan diri.
Peran Perempuan Membangun Desa
Selain Bu Tejo, sebenarnya peran perempuan di serial ini juga banyak muncul pada karakter lain. Misalnya, Bu Lurah dan Bu RT yang telah memimpin warga hingga Tari yang berperan aktif dalam memasarkan produk UMKM dengan teknologi digital. Oleh karena itu, serial ini hendaknya menjadi pendorong penyemangat bagi para perempuan untuk membangun desanya dan turut terlibat.
Melalui film ini, keterlibatan perempuan menjadi kekuataan utama gerakan desa. Dengan demikian, dari gambaran Tilik The Series menunjukkan bahwa peranan perempuan dalam kontestasi politik mulai nyata. Kita banyak belajar bahwa kampanye yang selalu dibalut dengan politik uang, diskriminasi atas narasi kepemimpinan perempuan cenderung negatif lewat film ini, meski pandangan tersebut terpatahkan.
Budaya patriarki telah mengakar di masyarakat perlu kita runtuhkan dengan sosok calon pemimpin yang berani, tegas, berintegritas, dan mampu menyampaikan gagasan programnya dengan baik kepada masyarakat. []