Mubadalah.id – Belakangan Ini, ramai berita tentang usulan Gubernur Jabar–Dedi Mulyadi– yang mengusulkan agar Vasektomi menjadi salah satu syarat penerima Bansos. Di mana keluarga yang menerima Bantuan Sosial Provinsi Jawa Barat Melakukan KB terlebih dahulu. Usulan ini tidak ia cetuskan begitu saja, ada hal yang menjadi latar belakang usulan tersebut.
Dalam sebuah video yang termuat pada channel media sosial, beliau bercerita bahwa dia menemukan beberapa keluarga miskin dengan jumlah anak lebih dari dua orang anak per kepala keluarga. Di mana anak-anak tersebut tidak menerima haknya sebagai anak akibat keterbatasan ekonomi keluarganya.
Ada yang terpaksa harus putus sekolah karena membantu orangtua nya berjualan, ada yang terlantar tidak terurus karena ibu bapaknya pergi tidak bertanggung jawab. Dan kisah pilu lainnya.
Tentunya usulan ini menuai pro kontra di masyarakat. Ada yang beranggapan bahwa usulan tersebut berpotensi melanggar hak privasi warga negara. Namun ada juga yang menyetujui usulan tersebut, karena dianggap sebagai salah satu ikhtiar solusi kemiskinan.
Namun benarkah demikian?
Sebelum itu, ada Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia yang mulai pada tahun 1950-an. Tujuannya sebagai upaya mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi pada saat itu. Di mana ada sekitar 12-16% atau 12-16 kematian per 1000 ibu yang melahirkan. Dan angka kematian bayi (infant mortality rate) yang juga sama tingginya saat itu, antara 115-300 per 1000 kelahiran hidup.
Ibu Sulianti Saroso menjadi tonggak awal tercetusnya ide KB. Meskipun ditentang oleh sekitar ia tetap memperjuangkan gagasannya untuk memperjuangkan hak kesehatan yang harus Ibu dan Anak dapatkan.
Kemudian program KB digalakkan secara Nasional pada zaman Presiden Soeharto. Almarhumah ibuku pernah bercerita, bahwa pada saat itu, perempuan bersembunyi karena takut harus memakai KB. Pada saat itu sosialisasi manfaat KB di masyakat masih sangat minim.
Terlebih banyak pemuka agama yang menentang program tersebut karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Seperti yang kita ketahui, bahkan hingga saat ini masih banyak keluarga yang berpegang pada prinsip banyak anak banyak rezeki.
Mungkin untuk saat ini Vasektomi bisa menjadi salah satu iktiar untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga yang ada di Jawa Barat. Sehingga tidak salah apabila kita jadikan sebagai syarat bagi keluarga penerima Bantuan sosial. Mungkin bisa kita tambah dengan catatan, keluarga tersebut telah memiliki seorang anak misalnya.
Langkah ini diambil sebagai jalan tercepat dan rasional untuk kondisi saat ini. Daripada menambah jumlah anak dalam kondisi kekurangan bukankah lebih baik menjamin kualitas hidup anak yang telah hadir secara maksimal. Baik dari segi kesehatan, pendidikan dan hak anak lainnya.
Lalu kenapa harus suami yang ber KB?
Karena tidak semua perempuan cocok dengan alat kontrasepsi. Ada yang justru kleyengan saat minum pil KB, ada yang mengeluhkan berat badan karena efek hormon dari Suntik Kontrasepsi. Ada yang IUD nya masuk ke rahim karena sehari-hari melakukan aktifitas berat. Dan efek samping lainnya.
Tak cukup dengan sakitnya menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Perempuan juga harus merasakan ketidaknyamanan saat menggunakan kontrasepsi. Sungguh begitu banyak beban yang harus ditanggung perempuan.
Karena itu sudah sepatutnya laki-laki ikut andil dalam hal ini, karena mentruasi, hamil, dan melahirkan laki-laki tidak bisa berbuat banyak. Tapi dalam hal ini, ada ruang untuk meringankan sebagian beban perempuan. Toh efek samping kontrasepsi pada laki-laki tidak semengerikan pada perempuan. Bukankah ini cukup adil?
Pada buku Population, A Problem for Democracy karya Gunnar Myrdal dan Buku Nation and Family: the Swedish Experiment in Democratic Family and Population Policy karya Alva Myrdal yang keduanya terbit di awal abad ke-20. Secara garis besar, kedua pemikiran tersebut tidak jauh dari pemikiran mengenai permasalahan penduduk yang salah satu caranya dapat terselesaikan dengan program pembatasan kelahiran (Myldar 1940).
Tidak hanya sebagai upaya dalam menangani masalah kependudukan, menurut keduanya, program pembatasan kelahiran merupakan bagian dari cerminan peningkatan kesehatan reproduksi ibu yang tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan sebuah bangsa (Myldar 1945).
Pentingnya Hak Anak
Selanjutnya, yang kita harus lakukan adalah membangun kesadaran masyarakat. Tentang pentingnya hak anak. Jangan menjadi orang tua yang egois, karena selain amanah dari Tuhan, seorang anak tidak bisa memilih dari orangtua mana ia ingin dilahirkan karena itu penting untuk bisa menjad orangt ua yang bertanggung jawab.
Dan untuk bisa menumbuhkan kesadaran tersebut perlu sosialisasi yang menyeluruh dan menyentuh hingga lapisan terbawah masyarakat. Di mana semua anak berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
Vasektomi memiliki potensi besar untuk menjadi bagian dari solusi kemiskinan jangka panjang dalam mengatasi ketertinggalan di Jawa Barat. Dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, vasektomi dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan sosial-ekonomi di provinsi ini.
Namun, keberhasilan implementasi vasektomi sebagai solusi memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Dengan kerjasama yang baik, vasektomi dapat menjadi langkah nyata menuju Jawa Barat yang lebih sejahtera. []