• Login
  • Register
Kamis, 22 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

3 Pelajaran Berumah Tangga dari Gus Dur

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
17/01/2018
in Kolom
0
Pelajaran Berumah Tangga dari Gus Dur

Pelajaran Berumah Tangga dari Gus Dur

236
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Banyak pelajaran berharga yang didapat dari acara Sewindu Haul Gus Dur di Fahmina, Jumat malam kemarin (12 Januari 2018). Salah satunya bahwa Gus Dur adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya. Jadilah hidupnya diabdikan hanya untuk orang lain. Apa saja pelajaran berumah tangga dari Gus Dur?

Alissa Wahid, putri sulung Gus Dur bercerita, bahwa bapaknya itu bukan hanya milik keluarganya, tapi milik semua orang. Hebatnya, meski seluruh hidupnya telah diwakafkan untuk orang banyak, Presiden RI Keempat itu tetap mempunyai sikap dan prilaku yang luar biasa terhadap istri dan anak-anaknya.

Kesaksian demi kesaksian pada malam itu sebenarnya menguatkan pesan bahwa kita –orang-orang biasa– tak akan pernah bisa menyamai Gus Dur dalam pengabdiannya kepada masyarakat. Betapa tidak, Gus Dur memberikan semua untuk orang lain dan tak berharap pamrih apapun. Rame ing gawe suci ing pamrih. Satu hal yang dalam benak hampir mustahil bisa dilakukan manusia biasa.

Lalu kok bisa ada manusia seperti Gus Dur? Nyatanya Gus Dur telah melakukannya dan dengan begitu dia telah melampaui batas kewadagan manusia. Sependek pengetahuan saya, apa yang Gus Dur lakukan sama dengan yang dilakukan para sufi, wali, atau bahkan nabi. Tak banyak orang yang mau dan mampu melalui jalan ini. Orang-orang dekatnya lebih suka menyebutnya sebagai wali. Maklum, dalam Islam, kenabian telah berakhir.

Saya sendiri merasakan betapa dalam keseharian masih banyak berharap dari apapun yang kita lakukan. Minimal biar ‘pendile ora ngglimpang‘, atau ‘biar dapur tetap ngebul’. Kita akan bilang itu manusiawi. Tapi Gus Dur membuktikan sebaliknya. Gus Dur, dengan begitu, bukanlah manusia biasa. Ya itu tadi, dia telah melampauinya.

Baca Juga:

Humor Kritis di Layar Televisi: Menjaga Ruang Demokrasi

Hifdh An-Nafs, Al-‘Aql dan An-Nasl dalam Interpretasi Gus Dur

Konsep Al-Ushul Al-Khamsah dalam Tafsir Gus Dur

Andaikan Gus Dur Masih Ada, Revisi UU TNI Tak Perlu Ada

Tentu saja, itu tak akan bisa dilakukan tanpa adanya keimanan yang kuat pada Allah swt., tauhid.

Mendengar cerita tentang Gus Dur dari keluarga dan orang-orang dekatnya juga membuat saya berpikir mungkin beliau adalah sebuah pengamalan dari ajaran agama-agama besar di dunia. Kesaksian demi kesaksian dari orang-orang lintas iman tentang Gus Dur menguatkan hal itu. Bahkan ada salah seorang buddhis di Cirebon yang bersaksi bahwa Gus Dur adalah bodhisatva.

Gus Dur menjadi begitu besar dan diingat banyak orang dari seluruh penjuru dunia, dari beragam golongan, negara, keyakinan, ras, warna kulit, pandangan politik, dan sebagainya. Semuanya punya kesan dan penilaian yang sangat baik kepadanya.

Kalau kata Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad, Gus Dur ibarat ‘jendela’ bagi muslim-Indonesia untuk melihat keluar, begitupun sebaliknya. Lain lagi kalau kata Muhammad Alkaf, salah seorang sahabat dari Syiah di Cirebon. Menurutnya, Gus Dur adalah pakaian.

Sedangkan bagi saya, Gus Dur adalah cermin. Sebuah media bagi kita untuk belajar agar hidup menjadi lebih baik.

Yang saya temukan kemarin, pelajaran dari sang Cermin itu bukan hanya tentang yang-publik melainkan juga tentang kehidupan dalam ranah keluarga. Tulisan ini mencoba untuk menghadirkan yang kedua. Sependek pengetahuan saya, paling tidak ada tiga hal yang bisa kita teladani dari Gus Dur, yakni memilih untuk setia pada satu istri, tak segan melakukan pekerjaan domestik dan membebaskan anak-anaknya menentukan pilihan hidup sendiri.

Pertama, Gus Dur adalah orang yang setia pada satu istri. Seperti kita ketahui, Gus Dur hanya menikah dengan Ibu Sinta Nuriyah. Dan dari pernikahannya itu, Gus Dur dikaruniai empat orang anak perempuan.

Menurut cerita yang beredar, Gus Dur sebenarnya mempunyai banyak alasan dan kesempatan untuk poligami. Gus Dur sempat disarankan untuk menikah lagi, bahkan beliau pun pernah ‘dijebak’ untuk menikah dengan seorang perempuan pilihan salah satu kiai besar. Tapi beliau menolak dengan cara ‘kabur’ secara diam-diam lewat pintu belakang rumah kiai tersebut.

Pada lain kesempatan, Gus Dur pernah berkata bahwa orang yang berpoligami adalah orang yang tidak memahami kitab suci. Dikatakan bahwa syarat poligami adalah adil. Sedangkan adil tidaknya seorang suami (dalam hal ini sebagai subjek) hanya bisa dinilai dari sudut pandang istri (sebagai objek). Selama ini yang keliru, adil selalu dilihat dari sudut pandang suami atau laki-laki, bukan menurut perempuan. Barangkali inilah salah satu alasan beliau memilih monogami.

Kedua, Gus Dur bukanlah orang yang segan untuk melakukan kerja-kerja domestik. Gus Dur mempraktikkan bahwa kerja domestik dan publik bisa dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Telah banyak cerita dari keluarga dan orang dekatnya, Gus Dur kerap mengganti popok anak-anaknya sewaktu masih bayi dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju dan memasak. Jadi, tidak ada istilah ‘dunia terbalik’ dalam kamus kehidupan Gus Dur.

Ketiga, Gus Dur membebaskan anak-anaknya untuk menentukan pilihan hidup sendiri. Alissa menceritakan bahwa ayahnya selalu mendukung segala pilihan anaknya-anaknya. Pada suatu waktu, setelah Alissa lulus jenjang pendidikan strata 1, Gus Dur mempersilakannya untuk melanjutkan pendidikan atau menikah. Gus Dur hanya memastikan bahwa pilihan itu adalah benar-benar pilihan anaknya. Apapun pilihan anaknya, Gus Dur akan mendukung.

Selain ketiga pelajaran di atas, saya kira masih banyak kisah-kisah teladan yang bisa dipetik dari orang besar seperti Gus Dur. Tapi tiga hal itu sudah lebih dari cukup untuk kita berkaca diri: “sudahkah kita mengelola rumah tangga dengan baik?” []

Tags: gus durkeluarga gusd dursewindu gus durteladan gus dur
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Catcalling

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

21 Mei 2025
Berpikir Positif

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

21 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version