Mubadalah.id – Kongres Perempuan Nasional yang diselenggarakan di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Jawa Tengah, pada 24-26 Agustus 2023 menyampaikan lima rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, bahwa representasi dan kepemimpinan perempuan di ruang-ruang strategis pengambilan keputusan telah dijamin Konstitusi, diterima dan diakui di lingkungan masyarakat, media, lembaga pendidikan, serta pemerintahan. Untuk itu:
- Pemerintah harus menerbitkan regulasi sistem seleksi, pelatihan dan promosi aparatur sipil negara untuk menjamin kepemimpinan yang responsif dan adil gender;
- Pemerintah dan DPR harus melakukan revisi paket UU Politik untuk meningkatkan keterwakilan Perempuan;
- Pemerintah dan DPR harus mengimplementasikan kebijakan afirmasi dalam pengisian jabatan publik;
- Pemerintah harus mengalokasikan anggaran pendidikan politik untuk membangun budaya hukum yang adil gender;
- Pemerintah, Partai politik, KPU dan Bawaslu dan berkolaborasi menyusun grand design dan pendidikan politik untuk membangun budaya adil gender;
- Partai politik harus menyusun mekanisme seleksi bakal calon anggota legislatif dan bakal calon kepala daerah yang demokratis dan berperspektif gender;
- KPU, BAWASLU dan DKPP harus bekerja secara mandiri untuk mewujudkan pemilu inklusif yang menjamin hak politik perempuan dan kelompok rentan;
- Masyarakat Sipil berpartisipasi melakukan edukasi dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan untuk memastikan pemenuhan dan pemulihan hak politik perempuan.
Pemajuan Kebudayaan dan Media Ramah Perempuan
Kedua, bahwa peneguhan representasi dan kepemimpinan perempuan membutuhkan upaya pemajuan kebudayaan dan media yang ramah perempuan. Untuk itu:
- Negara harus memastikan implementasi regulasi-regulasi terkait untuk mempercepat penghapusan praktik budaya yang membahayakan bagi perempuan dan kelompok rentan diskriminasi lainnya;
- Pemerintah harus memastikan ketersediaan anggaran untuk pendidikan kritis kemajuan kebudayaan dan media yang inklusif, khususnya untuk perempuan dan generasi muda di seluruh tingkatan pemerintahan;
- Masyarakat sipil perlu melakukan pengawasan terhadap negara dalam implementasi regulasi dan pendidikan masyarakat untuk mempercepat penghapusan praktik budaya yang membahayakan pemotongan dan pelukaan genital perempuan, perkawinan anak, dan untuk meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di media dan ruang-ruang kultural;
- Akademisi perlu memastikan integrasi gender dan HAM dalam upaya memastikan pendidikan inklusif.
Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Ketiga, bahwa kepemimpinan perempuan akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Untuk itu:
- Negara menjalankan mandat konstitusi menjamin akses dan kontrol terhadap ketahanan pangan melalui kebijakan dan regulasi teknis penyelenggaraan ketahanan pangan dengan menggunakan perspektif kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial sehingga setiap anggota masyarakat, termasuk perempuan, kelompok minoritas, disabilitas dapat memperoleh ruang yang adil dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat;
- Pemerintah memastikan kebijakan ketahanan pangan yang berorientasi menuju kedaulatan pangan yang memberikan ruang bagi perempuan mengusulkan tarif benih dan pangan yang terjangkau bagi perempuan dan kelompok marjinal;
- Pemerintah menguatkan upaya-upaya ketahanan pangan lokal yang dikembangkan perempuan dan memperkecil investasi makro yang mencerabut ruang-ruang perempuan untuk mewujudkan kedaulatan pangan;
- Pemerintah membuat kebijakan operasional dan lokasi anggaran untuk penguatan kapasitas perempuan dalam pengelolaan pangan dimulai dari produksi, konsumsi, distribusi termasuk teknik pengembangan dan pemasaran pangan lokal pangan berkelanjutan yang memperkuat ekonomi dan sosial perempuan;
- Pemerintah memfasilitasi sinergi kerja yang kuat dan terkoordinasi antar pihak, gerakan perempuan dan masyarakat sipil, akademisi dan pemerintah untuk mengangkat narasi pengetahuan dan pengalaman perempuan dalam mewujudkan pangan berkelanjutan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
Menyikapi Iklim Krisis dan Isu Lingkungan
Keempat, bahwa mengenali dampak berbasis gender dan kepeloporan perempuan, penyikapan pada krisis iklim dan isu lingkungan secara komprehensif membutuhkan tata kelola lingkungan yang adil dan berperspektif perempuan. Untuk itu;
- Pemerintah, terutama Bappenas, menguatkan integrasi dan sinergi antar K/L dalam menangani permasalahan iklim dan lingkungan yang berperspektif gender;
- Pemerintah, dalam hal ini BAPPENAS, KLHK, KPPPA, KEMENPERIN, KEMENDESA, KEMENTAN, dan KEMENTRIAN KELAUTAN, menguatkan regulasi yang melindungi dan menjamin hak-hak perempuan adat, perempuan petani, perempuan nelayan, perempuan difabel dalam mengakses, mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, tanah dan lahannya.erutama bagi mereka yang tinggal di area operasi perusahaan dan rentan menjadi korban dalam konflik SDA dan agraria, dan memastikan perempuan berpartisipasi dalam proses penanganan dampak krisis iklim;
- BAPPENAS, KLHK, KPPPA, KEMENPERIN, dan KEMENDESA mendorong korporasi atau perusahaan, terutama yang bergerak di bidang ekstraktif agar memiliki dokumen rencana strategis yang responsif gender pada proses operasi, mitigasi dampak sosial dan ekologi yang diakibatkan dari aktivitas perusahaan;
- Kemenperin dan Kemenkum HAM harus mengevaluasi dan menghentikan proyek industrialisasi dan pembangunan yang berpotensi atau akan merugikan perempuan baik secara sosial, ekologi, budaya dan ekonomi.
Menjamin Hak Perempuan Adat dan Lokal
- BAPPENAS, KEMENPUPR, KEMENKUMHAM, dan KPPPA harus memastikan dan menjamin hak-hak perempuan adat dan perempuan lokal yang terdampak pembangunan IKN, terutama memastikan sumber mata pencaharian yang berkelanjutan
- KLH mengembangkan evaluasi dan pengawasan implementasi Perhutanan Sosial yang adil gender guna memastikan program Perhutanan Sosial menjadi alat dan wadah pemberdayaan yang inklusif dan berkeadilan bagi perempuan;
- KemenESDM mengembangkan skema subsidi energi baru terbarukan;
- BAPPENAS, KPPPA, dan KemenkumHAM memastikan regulasi dan kebijakan berperspektif gender mengenai pengelolaan lingkungan hidup tidak saling tumpang tindih dan berakibat pada kerusakan lingkungan;
- Kemendikbud memasukkan isu lingkungan dan mitigasi berbasis pengetahuan lokal pada kurikulum pendidikan dan menguatkan implementasi dan pengawasan mitigasi bencana alam yang berperspektif gender, inklusif dan berkeadilan, terutama dengan memastikan pemulihan perempuan pasca bencana secara sosial, ekonomi, ekologi, psikologi;
- BAPPENAS, KPPPA, dan KEMENDAGRI harus mendukung dan memperkuat peran CSO/NGO dan komunitas gerakan perempuan yang fokus pada konservasi, perlindungan SDA, pendampingan perempuan;
- DPR RI dan pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
Kebijakan Adil Gender dan Bebas Kekerasan
Kelima, bahwa kebijakan yang adil gender dan bebas kekerasan terhadap perempuan merupakan syarat penting pengembangan kepemimpinan perempuan. Untuk itu:
- Negara harus memastikan pemenuhan hak perempuan atas kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR), layanan administrasi kependudukan, dan pendidikan. Serta layanan kesehatan, kesempatan kerja, dan perlindungan hukum bagi pekerja di bidang care-work (kerja-kerja perawatan), dengan cara:
- Mensosialisasikan HKSR sesuai ragam identitas, profesi/pekerjaan, dan kebutuhan masing-masing perempuan;
- Membuka ruang partisipasi aktif dan bermakna bagi perempuan di setiap penyusunan kebijakan;
- Mengadministrasikan data kependudukan perempuan sesuai dengan kenyataan sosial-ekonomi, pekerjaan, dan kondisi perempuan yang beragam;
- Mendorong terbitnya kebijakan dan aturan pelaksanaan yang melindungi dan mengakomodir hak-hak dasar perempuan berbasis pada pengalaman dan kebutuhan perempuan. Termasuk melalui percepatan aturan turunan UU TPKS dan pembentukan direktorat PPA di Kepolisian, dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.
- Pemerintah mengakomodasi hak-hak perempuan secara sistematis dan multisektoral, dengan cara:
- Membuka peluang untuk posisi-posisi strategis bagi kader-kader perempuan;
- Mengintegrasikan pengetahuan berkeadilan gender ke dalam semua sektor;
- Memadukan sistem pemenuhan hak-hak perempuan secara multisektoral.
Gerakan Perempuan
- Gerakan perempuan, partai politik, penyedia layanan, kampus, dan pengusaha perlu menciptakan situasi sosial, budaya. Serta politik yang adil dan setara, dengan cara:
- kaderisasi berbasis pada nilai etika kepedulian dan keadilan dengan perspektif interseksionalitas, multidisiplin, kritis, memenuhi kebutuhan korban. Serta pengelolaan sumber daya alam dan energi yang berkelanjutan;
- konsolidasi dan integrasi daya gerakan perempuan mutlak untuk perkembangan bangsa dan negara;
- sinergi dan kerja kolaboratif dengan berbagai jaringan untuk memastikan sifat interseksionalitas untuk intervensi perubahan;
- Gerakan perempuan memastikan terpenuhinya hak-hak perempuan, dengan cara:
- Berpartisipasi aktif dan substantif dalam setiap penyusunan kebijakan;
- Mengintegrasikan berbagai strategi dan mekanisme advokasi ke dalam sistem;
- Melakukan pengawasan untuk memastikan penyelenggaraan pembangunan dapat memenuhi kebutuhan perempuan; dan
- Meningkatkan kapasitas untuk dapat melakukan kerja-kerja kreatif pemberdayaan dan mengakses layanan negara.
- Individu perempuan berjuang untuk berdaulat, dengan cara:
- Mengungkapkan pengalaman personal untuk menemukan kekuatan kolektif gerakan;
- Meningkatkan kapasitas diri supaya dapat berpendapat secara asertif dan berdaya untuk mengambil keputusan;
- Menggunakan teknologi untuk dapat bekerja secara produktif, efektif, efisien, dan memanfaatkan energi secara berkelanjutan. (Rilis)